Pemikiran Fethullah Gülen Hoca Efendi Dalam Perdamaian Dunia
ABSTRAK
Fethullah Gülen merupakan pemikir terkemuka Islam yang memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan perdamaian umat manusia. melalui gagasan dan pemikirannya, Gülen berupaya mewujudkan perdamaian dunia lintas budaya, agama maupun etnis. Pola pemikiran Gülen yang dilandasi nilai-nilai keagamaan dan universalitas telah menciptakan konsep yang lebih memasyarakat namun tidak meninggalkan nilai-nilai spiritual.
Latar belakang pendidikan dan kehidupan Gülen sebagian besar dipengaruhi oleh ajaran tasawwuf, sehingga konsep resolusi konflik yang dirumuskan Gülen merupakan transformasi dari pemikiran dan konsep tasawwuf yang mengajarkan pentingnya pengabdian kepada orang lain, tidak mementingkan diri sendiri dan cinta terhadap sesama. Oleh karena itu, Gülen menganjurkan dialog sebagai sarana untuk membangun sikap saling memahami antar berbagai budaya, agama maupun etnis untuk menghindarkan sikap kebencian dan konflik antar sesama manusia.
Konsep resolusi konflik kedua adalah melalui peningkatan mutu pendidikan masyarakat dunia. setidaknya terdapat 200 institusi pendidikan yang menggunakan model pendidikan Fethullah Gülen di seluruh dunia. melalui peningkatan mutu pendidikan ini diharapkan dapat mengurangi kebodohan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pemahaman akan pentingnya hidup bersama secara damai.
Penelitian tentang model perdamaian dunia yang digagas oleh Fethullah Gülen dilakukan melalui kajian terhadap literatur-literatur dari berbagai sumber sehingga diharapkan penelitian ini dapat mengungkap bagaimana Gülen bereksperimen dalam menciptakan perdamaian dunia melalui sikap toleran serta mengungkap berapa besar peran tasawwuf dalam mempengaruhi pemikiran Gülen untuk mewujudkan perdamaian dunia.
Kata kunci: dialog, pendidikan, tasawuf, resolusi konflik.
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fethullah Gülen dilahirkan ketika kondisi Turki sedang berada dalam suasana yang tidak stabil, kelahiran Gülen disambut dengan kejadian besar di Turki yaitu: memudarnya kekuasaan Kekhalifahan Utsmaniah akibat mengalami kekalahan dari Sekutu pada perang dunia I. Kekalahan Turki Utsmani ternyata membawa pengaruh yang besar bagi perubahan tata perpolitikan di Turki, yang pada akhirnya membawa Turki Menjadi negara Republik modern di bawah pemimpin Mustafa Kemal Attaturk (1922). Naiknya Mustafa Kemal Attaturk menadi pemimpin Turki memberikan banyak perubahan bagi kehidupan masyarakat pada waktu itu, setidaknya ada beberapa perubahan besar yang dilakukannnya antara lain: membubarkan kesultanan (1922); memproklamasikan berdirinya Republik Turki (1923); menghapus kekhalifahan, membubarkan Kementerian Agama, menutup sekolah agama dan pengadilan agama (1924); memberangus perkumpulan-perkumpulan sufi dan membongkar kuburan para wali; menerapkan Hukum Sipil menggantikan hukum syar iah (1926), merubah huruf arab dengan tulisan latin (1928).[1]
Perubahan di Turki membawa perubahan pada kondisi spiritual dan material masyarakat Turki secara langsung dan Umat muslim di seluruh dunia secara tidak langsung. Kehidupan spiritual telah tereliminasi dari kehidupan masyarakat dan digantikan oleh meningkatnya budaya material, orang lebih mementingkan modernitas dari pada nilai-nilai tradisional, lebih memilih menggunakan rasio dari pada wahyu agama dan yang terpenting, orang-orang tidak lagi menggunakan hati dalam bertindak namun cendrung lebih memilih kekuatan akal pikiran. Kondisi ini menyebabkan banyak orang lebih mementingkan diri sendiri dan cendrung apatis terhadap orang-orang disekitarnya. Selain itu, kondisi umat islam di berbagai belahan dunia juga menimbulkan keprihatinan mendalam bagi Fethullah Gülen, ia menyadari bahwa banyaknya penindasan, konflik berkepanjangan dan peperangan tidak akan bisa terselesaikan jika setiap orang masih memunculkan egonya sendiri, oleh karena itu dunia membutuhkan seorang yang mampu menjadi penengah untuk menyelesaikan konflik-konflik tersebut.
Pengalaman spritual Fethullah Gülen sangat paradoks dengan kondisi sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Ia merupakan pribadi yang banyak belajar dari sosok Said Nursi, Jalaludin Rumi dan tokoh-tokoh Tasawwuf lainnya sehingga karakter spiritualnya banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Tasawwuf yang menekankan pada taqwa, taubat, zuhud, ikhlas, muraqaba, istiqamah, tawakkal, tawadu’,syukur, ihsan, sabar, dan ma’r ifah. Ajaran-ajaran Tasawwuf yang diterimanya, menankan sifat toleransi dan kepedulian dalam diri Fethullah Gülen , demi memenuhi pergolakan batinnya dan keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat maka ia mencoba untuk mentumbangkan pemikirannya sebagai bentuk kepedulian dan pengabdian kepada masyarakat (hizmet).
1.2 Batasan Masalah
Tulisan ini akan membahas mengenai latar belakang ajaran Tasawwuf yang menjadi dasar pemikiran Fethullah Gülen dalam merumuskan resolusi konflik antar individu maupun komunitas. Selain itu makalah ini juga akan menjelaskan dengan lebih mendalam mengenai dialog dan Pendidikan sebagai resolusi konflik yang paling ideal saat ini.
1.3 Metode Penelitian
Makalah ini dibuat menggunakan penelitian kualitatif yang berdasarkan pada metode Library Research, baik melalui buku, media cetak, artikel terkait, jurnal maupun media elektronik.
1.4 Kerangka Teori
1.4.1 Teori Hubungan Masyarakat (Public Relations)
Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh adanya polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah (1) Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik. (2) Mengusahakan toleransi agar masyarakat bisa saling menerima perbedaan yang ada.
1.4.2 Teori Negosiasi Prinsip (Negotiation Principles)
Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah (1) Membantu pihak-pihak yang megalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan mengajak mereka untuk melakukan dialog berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka (2) Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
1.4.3 Teori Kesalapahaman Antar Budaya (Misunderstanding Between Culture)
Teori ini berasumsi bahwa konflik dan perpecahan disebabkan oleh adanya ketidakcocokan dengan cara-cara komunikasi diantara berbagai budaya meliputi agama, etnis dan konstruksi sosial masyarakat tertentu. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah (1) Menambah pengetahuan pihak-pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, ini bisa dilakukan dengan mengedepankan aspek pendidikan multikultural yang lebih konfrehensif (2) Mengurangi steriotif negatif suatu pihak dengan pihak lain (3) Meningkatkan keefektifan komunikasi antar budaya.
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Gülen , Hizmet dan Cita-cita Perdamaian.
Fethullah Gülen lahir di sebuah kota kecil di korucuk, Propinsi Erzurum pada tahun 1938. Ia dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang memiliki tradisi spiritual yang tinggi. Ayahnya bernama Ramiz Gülen, merupakan Iman di kawasan itu dan Ibunya, Refia Gülen, seorang Ibu yang penuh kasih sayang dan berpengaruh terhadap pembentukan karakter spiritual dan keagamaan Fethullah Gülen.
Fethullah Gülen belajar secara formal di desa kelahirannya, namun sejak keluarganya pindah ke desa tetangga, Ia banyak menerima pendidikan agama dari para guru sufi antara lain, Muhammad Luthfi Efendi, Haci Sıtkı, Sadi Effendi, dan Osman Bektaş. Selama mendapatkan pendidikan dari guru-gurunya, Gülen banyak mendapatkan pelajaran tentang nilai-nilai kebajikan yang sering dicontohkan langsung oleh gurunya. Nilai-nilai spiritual yang didapatkannya dilatarbelakangi oleh ajaran Tasawwuf yang kemudian menjadi dasar pembentuk pemikiran dan karakter spiritualnya, meskipun demikian ada catatan menarik selama hidupnya yaitu Fethullah Gülen tidak pernah sama sekali mengikuti tarekat yang muncul seiring meningkatnya ketertarikan orang-orang pada Tasawwuf.
Sejak Remaja Ia telah dikenal sebagai seorang ulama yang mampu memberikan ceramah dengan begitu menarik, sehingga memiliki banyak murid dan pengikut yang setia kepada ajarannya. Selain sebagai ulama yang sukses, ia juga merupakan seorang penulis yang produktif, tidak kurang dari 60 buah buku sudah dihasilkanya. Sisi kharismatik Gülen telah menginspirasi banyak orang, para pengikutnya di seluruh penjuru dunia ikut dalam mengembangkan gerakan ini, sebagian ahli menyebut gerakan ini sebagai “the Fethullah Gülen Movement,” sedangkan pengikutnya lebih senang menyebut gerakan ini sebagai sebuah pelayanan kepada masyarakat (hizmet/service to humanity).
Titik balik kehidupan Gülen bermula ketika ia pertama kali bertemu dengan salah satu murid Said Nursi, yang kemudian mengantarkan Gülen untuk mempelajari Risail-i Nur lebih mendalam.[2] Melalui Risail-i Nur inilah ia terinspirasi dari kehidupan spiritual Said Nursi untuk terus melayani masyarakat (hizmet). Konsep hizmet yang digarap oleh Gülen bersumber dari agama Islam. Gülen mengatakan bahwa kesalehan hanya bisa ditandai dengan berbuat dan bekerja untuk melayani masyarakat. Ia meyakini bahwa iman tidak sebatas pada sebuah keyakinan melainkan harus dibuktikan dengan tindakan. Melalui dasar pemikiran inilah Gülen bekerja dan bertindak untuk mewujudkan kehidupan yang damai dan tentram di muka bumi. Gülen menyadari bahwa perdamaian adalah hak setiap orang sehingga perdamaian harus diciptakan.
Ada empat dimensi perdamaian yang ingin diwujudkan Gülen dalam kaitannya dengan konsep hizmet, yaitu perdamain abadi, kedamaian batin, perdamaian antar individu dan kelompok, serta perdamaian universal.[3] Dan untuk mewujudkan itu, ia beranggapan bahwa harus ada pendidikan universal untuk mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan dan harus ada dialog sebagai resolusi perselisihan antara individu dan komunitas.
2.2 Tasawwuf dan Konsep Perdamaian Fethullah Gülen
Tasawwuf memiliki banyak definisi, baik berdasarkan asal-usul kata-katanya maupun secara pemaknaannya. Berdasarkan asal-usul katanya pengertian Tasawwuf bahkan bisa mencapai ratusan jumlahnya. Menurut Ibrahim Ibn Maulid al-Râqîs yang dikutip oleh al-Tûsi, definisi Tasawwuf berjumlah lebih dari seratus definisi. Sementara al-Qusyairî dalam kitab Risâlah al-Qusyairiyyah menyebutkan bahwa definisi Tasawwuf mencapai lima ratus definisi yang terhimpun dari beberapa pendapat para sufi terdahulu. bahkan RA Nicholson (Abu Bakar Sirajuddin), pakar Tasawwuf asal Perancis, menemukan definisi Tasawwuf sampai delapan ratus tujuh puluh definisi.
Salah satu definisi yang relevan dalam konteks pembahasan tentang perdamaian adalah definisi tasawwuf yang berasal dari bahasa Grik atau Yunani, yakni ‘Saufi’. Istilah ini kemudian disamakan maknanya dengan kata ‘hikmah’ yang berarti kebijaksanaan.[4] Ada beberapa intelektual muslim yang menggunakan pendapat ini, yaitu Mirkas, kemudian diikuti oleh Jurji Zaidan yang menyebutkannya dalam kitabnya Adab Al-Lughah Al-‘Arabiyyah. Ia menyebutkan bahwa para filosof Yunani terdahulu menuliskan pemikiran dan kata-kata dalam buku-buku filsafat yang mengandung kebijaksanaan.
Kebijaksanaan adalah sesuatu yang muncul dari pribadi seseorang yang telah mencapai level tertinggi dalam Tasawwuf. Budaya Tasawwuf merupakan bagian penting yang memberikan pengaruh besar pada pemikiran Fethullah Gülen. Ia menerima ajaran Tasawwuf dari Alvarli Efe Muhammed Lutfi seorang master sufi termasyur di zamannya. Selain dipengaruhi oleh pemikiran sufisme gurunya, pemikiran Fethullah Gülen juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran tokoh-tokoh legendaris yang berpengaruh di Turki lainnya seperti , Said Nursi[5] , Jalalludin Rumi, Mehmet Akif[6], dan Muhammed Hamdi Yazir[7].
Selama berada di bawah pengajaran Al-varli, Gülen banyak belajar tentang tata bahasa arab, hukum Islam, dan tafsir al-Qur’an. Melalui ajaran Muhammed Lutfi tersebut, Ia bisa merasakan kesolehan, ketaatan, dan penyerahan diri kepada Yang Maha Kuasa secara lebih mendalam. Selain itu Muhammed Lutfi adalah orang pertama yang mengajarkan Gülen tentang pentingnya kepedulian terhadap orang lain, tidak mementingkan diri sendiri dan mementingkan kepentingan umat.
Muhammed lutfi adalah guru yang mengenalkan Gülen kepada sosok Jalaluddin Rumi, seorang sufi yang paling terkenal sepanjang sejarah dan banyak mempengaruhi pikiran Gülen dalam merumuskan konsep perdamaian abadi di muka bumi. Rumi hidup 700 tahun sebelum Gülen , meskipun demikian, keduanya memiliki keselarasan dalam pemikiran dan konsep tentang perdamaian. Keduanya memiliki kesamaan dalam upaya mengabdikan diri kepada sesama (hizmet/service to humanity), dan berupaya untuk menyelesaikan berbagai masalah dan ancaman yang muncul di tengah-tengah masyarakat dengan cara-cara damai, selain itu keduanya juga memiliki kesamaan dalam penyampaian pesan terhadap sesama manusia yaitu toleransi terhadap orang lain dan perdamaian abadi.
Pembaharuan signifikan Gülen dan hubungannya dengan Tasawwuf menekankan pada aksi sosial kultural dan bahkan tindakan politik yang sama pentingnya dengan keyakinan bahwa perdamaian hanya dapat dicapai jika didukung oleh tindakan-tindakan tersebut. tindakan nyata dari setiap orang bisa berupa aksi sosial seperti, melibatkan diri dalam komunitas, berbagi pengalaman kepada orang lain, bekerja keras untuk menolong orang lain dan membawa perdamaian bagi seluruh masyarakat dunia.[8]
Ajaran Rumi yang mengilhami pemikiran Gülen mengajarkan tentang keharmonisan, keselarasan dan kerendahan hati antara sesama manusia. Ajaran Rumi ini termanifestasi dalam gerakan tarian darwis[9] yang merupakan simbol dari cara hidup untuk memaknai zikir ilahi dalam Islam yang dianggap sebagai ibadah tertinggi dari semua aktivitas manusia. dalam konteks pemahaman terhadap keharmonisan manusia dengan manusia dan manusia dengan alam, gerakan-gerakan berputar tersebut merupakan sumber inspirasi bagi orang-orang yang menginginkan terciptanya perdamaian dan kasih sayang antara sesama manusia. melalui Tarian Darwis ini pula, para ahli menafsirkan bahwa Rumi menyelipkan pesan perdamaian dalam tariannya. Professor Majid M. Naini mengatakan bahwa, kehidupan dan transformasi Rumi telah memberikan bukti bahwa orang-orang dari berbagai latar belakang dan agama dapat hidup bersama dalam damai dan harmoni.[10]
Secara implisit kita bisa melihat bahwa Rumi dan ajarannya dianggap mendukung penuh rasa toleransi, penalaran, kebaikan, amal dan kesadaran melalui cinta yang selama ini diakui merupakan ajaran yang dimiliki oleh setiap agama yang ada, baik Islam, Yahudi, Kristen, dan lain-lain.[11] melalui ajaran Rumi ini kita bisa melihat refleksi Fethullah Gülen dalam mewujudkan perdamaian dengan lebih sederhana, Fethullah Gülen meyakini bahwa dalam kebersamaan kita dalam menjalani kehidupan ini adalah panggilan untuk mewujudkan kehidupan yang damai, saling menghargai dan saling mengasihi. Ini bisa ditemukan dari tulisan-tulisan dan karya-karyanya yang jumlahnya ratusan buah dan sebagian besar dari karya-karyanya tersebut berisikan interpretasi dari teks-teks suci Islam yang meletakkan dasar untuk bekerja keras, pengampunan dan tidak mementingkan diri sendiri.
Melalui ajaran Tasawwuf inilah, Gülen kemudian menjadi sosok bijaksana yang berupaya memahami setiap prilaku manusia yang cendrung anarkis, self centric, bahkan mengarah kepada sifat-sifat vandalisme. Untuk mewujudkan cita-cita besarnya tersebut, Gülen membentuk sebuah komunitas yang bisa mendukung dan menopang perjuangannya, komunitas ini pun kemudian berevolusi menjadi sekumpulan orang-orang yang cinta terhadap perdamaian, mereka berprinsip bahwa “Kami tidak ingin perang, kami tidak ingin konflik”. Gülen mendorong pengikutnya untuk menghormati dan menerima pendapat dan keyakinan organisasi dan individu yang berbeda. Ia mengatakan, “Perbedaan adalah bagian terindah hidup manusia”. Ungkapan ini juga didasarkan atas pandangan Bediuzaman Said Nursi, “We are devotees of love; we do not have time for antagonism.”[12] Muslim sejati, ujar Gülen, adalah wakil perdamaian universal yang paling dapat dipercaya.[13] Melalui segala upaya yang telah dilakukannya, Gülen merumuskan resolusi yang tepat untuk menciptakan perdamaian di antara umat manusia di dunia.
2.3 Dialog Sebagai Resolusi Konflik Jalan Tengah
Islam dan ajarannya sangat menghargai perbedaan. Hal inilah yang membuat Islam bisa tumbuh pesat di berbagai belahan dunia. seperti saat Islam pertama kali masuk ke Indonesia. Islam masuk ke Indonesia dengan cara-cara damai, tanpa peperangan dan tanpa paksaan. Saat itu para ulama Islam yang menyebarkan Islam di Indonesia sangat menghargai tradisi dan kepercayaan masyarakat lokal, seperti budaya agama Budha dan Hindu sehingga ajaran-ajaran Islam bisa terima oleh kebanyakan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan tradisi masyarakat lokal.
Islam sangat menganjurkan musyawarah/dialog sebagai media untuk memecahkan masalah dan menyatukan perbedaan, Allah SWT berfirman: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya (QS. Ali Imran [3]: 159)
Ayat di atas menyuruh umat Islam untuk mereka. Ide musyawarah atau dialog merupakan satu hal yang terintegrasi dengan pemikiran Fethullah Gülen. Sebagai seorang tokoh muslim dunia, Gülen mempercayai bahwa dialog adalah sarana yang baik untuk menciptakan perdamaian. Gülen selalu berbicara tentang dialog dalam kaitannya dengan toleransi, pengampunan, cinta, dan membuka hati seseorang untuk orang lain.[14]
Gülen memahami dialog sebagai sebuah pertemuan antara dua orang atau lebih untuk membahas isu-isu spesifik. Gülen mempercayai bahwa dialog bisa membentuk sebuah ikatan yang kuat antara mitra dialog, karena Gülen menyadari bahwa pengetahuan saja tidak cukup untuk menciptakan kesepakatan. Melalui dialog seseorang akan lebih membuka diri terhadap orang lain karena semakin sedikitnya perbedaan dan semakin banyaknya persamaan yang muncul di antara mitra dialog. Melalui dialog seseorang akan membuka pikiran dan hatinya dengan orang lain melalui cara yang penuh dengan kasih sayang.
Dalam persfektif Gülen, dialog tidak memerlukan logika dan wawasan yang tinggi, dialog adalah tempat dimana kebenaran akan muncul dengan lebih jelas, berdialog bukanlah tempat untuk mencari siapa yang terbaik, bukan juga untuk memuaskan ego seseorang, melainkan untuk memunculkan kebenaran dari setiap permasalahan. Dalam sebuah dialog seseorang tidak boleh mengabaikan nilai-nilai kebaikan universal dan mengabaikan poin-poin penting seperti dedikasi terhadap keadilan dan menghormati mitra dialog.[15]Karena dengan demikian, dialog tersebut akan lebih dihargai ketimbang harus menjatuhkan lawan dan memuaskan ego individu.
Saat ini Gülen adalah salah satu tokoh Islam yang paling bersuara lantang dan keras untuk mewujudkan perdamaian melalui dialog di antara berbagai kelompok dan agama, seperti halnya yang diungkapkan oleh Douglas Fratt dalam tulisannya, “Gülen menawarkan sebuah jalan penyemaian nilai-nilai Islam di tengah tuntutan komplek masyarakat modern dan menegakkan dialog dan kerjasama dengan pengikut agama lain”.[16] Gülen menegaskan pula bahwa dialog antar agama merupakan tradisi yang telah dijalankan sejak lama oleh Islam. seperti halnya firman dalam surat Ali Imran, Katakanlah: "Hai Ahlul Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb-Rabb selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. Ali Imran [3]: 64
Keterbukaan Islam akan dialog tidak serta merta berhasil mewujudkan keterbukaan dalam arti nyata, saat ini masih banyak umat Islam di dunia yang menutup pintu dialog terutama yang berhubungan dengan dialog lintas agama (interfaith dialogue). Hal ini dikarenakan adanya ketidakpercayaan terhadap agama lain dan pengalaman masa lalu yang banyak melibatkan kekejaman bangsa barat terhadap umat muslim di seluruh dunia. hal ini pula yang diungkapkan oleh Fuller dan Lesser “selama abad terakhir, orang-orang muslim jauh lebih banyak dibunuh oleh kekuatan Barat dari pada orang kristen yang dibunuh oleh orang muslim sepanjang sejarah”. Pengalaman sejarah masa lalu ini telah mengarahkan para intelektual muslim untuk membentuk sebuah persepsi bersama di antara orang-orang muslim, bahwa barat telah melakukan agresi lanjutan melawan umat Islam selama 1000 tahun.[17]
Meskipun demikian, mau tidak mau, suka tidak suka dialog harus tetap dilakukan. Langkah pertama untuk mewujudkan itu menurut Gülen adalah dengan melupakan masa lalu, mengabaikan argumen yang menimbulkan polemik, dan memberikan prioritas pada kepentingan umum, hal ini bisa dicapai jika setiap orang memiliki Love (Cinta), Compassion (Sikap simpati kepada orang lain), Tolerance (Toleransi), dan Forgiving (saling memaafkan). Pandangan Gülen tentang perdamaian antar agama ini senafas dengan pernyataan Hans Kung, dalam bukunya Jalan Dialog Hans Küng dan Persfektif Islam “There will be no peace among the nations without peace among the religions. There will be no peace among the religions without dialogue among the religions”.[18]
2.4 Pendidikan Sebagai Pembentuk Karakter Perdamaian
Pendidikan merupakan media perdamaian yang sangat penting, alasannya karena melalui pendidikan dunia akan melahirkan generasi-generasi yang lebih baik bahkan para filosof menyebutkan bahwa masa depan suatu negara sangat tergantung di generasi mudanya, tidak salah jika presiden pertama indonesia, Bung Karno mengatakan “Seribu orang berjiwa tua hanya dapat bermimpi. Satu orang berjiwa muda dapat mengubah dunia”.
Visi perdamaian yang dimotori oleh Fethullah Gülen merupakan sebuah rencana jangka panjang yang mulai digerakkan saat ini. Melalui pembangunan berbagai institusi pendidikan di seluruh dunia, Gülen ingin mengarahkan generasi muda menuju cita-cita perdamaian universal tanpa memandang status agama, etnis maupun batas geografis suatu negara. Gülen sangat menyadari bahwa masa depan perdamaian terletak di pundak para generasi muda. Oleh karena itu mereka yang ingin melihat masa depan yang lebih damai harus mencurahkan setiap tenaganya untuk mendidik para generasi mudanya.
Pemuda tidak boleh dipengaruhi oleh prilaku-prilaku yang tidak sesuai dengan syari’at Islam, karena itu akan menjauhkannya dari Tuhan, pemuda tidak boleh dibimbing dengan kekerasan, karena itu akan membuatnya menjadi generasi yang keras, pemuda harus dididik dengan kasih sayang karena itu akan melahirkan generasi-generasi yang cinta akan perdamaian.
Gülen sangat menekankan pendidikan sebagai bagian dari gerakan pembaharuan yang diusungnya. Saat ini sudah ada 200 lebih institusi pendidikan yang menggunakan model pendidikan Fethullah Gülen di seluruh dunia, mulai dari Cina sampai sampai Amerika, dari Australia hingga Eropa. Melihat perkembangan gerakan ini yang begitu pesat, penulis bisa melihat Fethullah Gülen sebagai sosok yang visioner, yang memimpikan sebuah perubahan yang tidak hanya bisa di capai dalam satu atau dua generasi saja, melainkan banyak generasi, oleh karena itu pendidikan adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mewujudkan itu.
Pendidikan merupakan media pembentuk karakter yang paling baik. Pendidikan bisa didapatkan dimana saja, seorang anak bisa memperoleh pendidikan di rumah, di sekolah, di tempat pergaulan dan di alam. Seorang anak akan mendapatkan pendidikan yang baik di rumah jika anggota keluarga memiliki kehidupan yang baik, dimana seorang yang lebih tua harus memperlakukan yang lebih muda dengan penuh kasih sayang, sedangkan yang muda harus memperlihatkan rasa hormat kepada yang lebih tua. Melalui model pendidikan di keluarga seorang anak akan membentuk karakter dasar yang menjadi penentu karakternya kedepan, oleh karena itu pendidikan di dalam keluarga merupakan salah satu organ penting yang digalakkan Gülen .
Selain pendidikan di dalam keluarga, Gülen juga membentuk lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai sarana pencarian ilmu pengetahuan dan pengembangan bahasa. Melalui institusi pendidikan yang dibentuknya, ia ingin melahirkan generasi-genarasi muda yang tidak hanya cakap dalam agama tetapi juga memiliki pengetahuan yang luas dalam sains. Satu hal yang menarik dari pemikiran Fethullah Gülen mengenai pendidikan, ia mengatakan bahwa “pendidikan itu tidak sama dengan pengajaran, setiap orang dapat mengajar, tetapi hanya sedikit yang bisa mendidik.”[19]
Pendidikan menurut pandangan Gülen harus memiliki beberapa kebaikan antara lain, (1) pendidik harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepada semua aspek dari pikiran, ruh, dan diri seseorang, serta mengangkatnya ke derajat kesempurnaan yang sepantasnya.(2) sebuah sistem pendidikan dinilai berdasarkan universalitasnya, kelengkapannya, dan kualitas dari murid-muridnya.[20]
Pendidikan yag digagas oleh Gülen juga memiliki landasan Tasawwuf yang kental. Ia mengenalkan kepada murid-muridnya untuk selalu menanamkan cinta, iman, dan Sunnah Nabi dalam setiap prilaku. Ia mengajarkan kepada murid-muridnya untuk selalu menyucikan diri, menerapkan prinsip dasar hizmet, yaitu melayani masyarakat dan selalu menerapkan konsep dasar dalam Tasawwuf yaitu taqwa, taubat, zuhud, ikhlas, muraqaba, istiqamah, tawakkal, tawadu’,syukur, ihsan, sabar, dan ma’r ifah.
Cinta adalah elemen terpenting dalam diri setiap makhluk hidup. Menurut Gülen, cinta terhadap Ilahi dapat memunculkan semangat humanistik dalam bentuk cinta kepada sesama manusia dan penghargaan terhadap nilai-nilai perbedaan diantara sesama manusia. cinta inilah yang mucul juga dari pandangan Jalaludin Rumi yang mengembangkan definisi cinta melalui pendekatan cinta sufistik. Melalui pendekatan Cinta ilahi inilah Gülen berupaya mengharmonisasikan para pemeluk agama untuk saling menghargai dan menentang keras setiap tindakan kekerasan, meliputi prilaku terorisme yang mengatasnamakan agama.
Iman adalah elemen penting lainnya, setiap orang yang memiliki iman akan mampu menemukan jalan pengabdian kepada yang maha kuasa. Gülen mengembangkan pendidikan melalui upaya penyeimbangan unsur spiritual dan unsur material. Gülen menggagap harmonisasi antara modernitas dan spiritualitas disertai dengan semangat untuk melayani masyarakat. Gülen menyadari bahwa problem umat muslim saat ini bersumber dari pola pikir materialis sehingga mengakibatkan terdegradasinya nilai-nilai spiritual dalam kehidupan. Ia percaya bahwa harmonisasi, damai dengan alam, sesama manusia, dan dalam diri manusia itu sendiri hanya bisa dicapai melalui rekonsiliasi antara unsur material dan spiritual.[21]
Begitu pula dengan Sunnah Nabi, perjalanan spritual juga harus didukung oleh landasan yang jelas yaitu sunnah Rasulullah meliputi pengaplikasian metode pendidikan zaman rasulullah yang masih relevan untuk dikembangkan di masa sekarang. Seperti ajaran Rasulullah kepada manusia tentang upaya mencari pencapaian tertinggi, sama seperti yang dilakukan oleh para sahabat untuk mencapai kesempurnaan moral dan spiritual yaitu melalui pendidikan yang diberikan rasulullah.[22]
BAB III: KESIMPULAN
Pemikiran Gülen dalam bidang perdamaian bersumber dari ajaran Tasawwuf yang diterimannya dari guru, sahabat dan tokoh-tokoh Tasawwuf yang fenomenal seperti Said Nursi dan Jalalludin Rumi. Ia memiliki pemikiran bahwa Kondisi dunia yang telah melupakan tradisi spiritual merupakan alasan mengapa konflik antara individu dan komunal masih sering terjadi. Untuk itulah ia berusaha mewujudkan keseimbangan antara unsur spiritual dan unsur material melalui berbagai aksi sosial sesuai dengan prinsip pelayanan masyarakat (hizmet/Service Humanity)
Konsep perdamaian yang digagas oleh Gülen bisa dilihat dari dua aspek yaitu dialog dan pendidikan. Dialog merupakan media dimana individu-individu dan kelompok yang berkonflik bisa menemukan kebenaran dan menyelesaikan konflik di antara mereka. Prisisp dialog ini sangat berkaitan erat dengan prinsip dan ajaran agama Islam seperti yang tercantum dalam Al’Qur’an Surah Ali Imran ayat 64 dan 159.
Pendidikan adalah model perdamaian jangka panjang untuk membentuk karakter pada diri seseorang. Gülen telah mendirikan lebih dari 200 institusi pendidikan di seluruh dunia. ini menunjukkan bahwa Gülen sangat optimis bahwa melalui pendidikan insan-insan perdamaian akan muncul dan membawa kemashalatan bagi umat sesuai dengan prinsip hizmet.
[1] Harold Caparne Baldry. The Unity of Mankind in Greek Thought, (Cambridge: Cambridge Uni ver sit y Pr ess, 1965), h. 1-25.
[2] Ali Unal and Alphon se Williams, Advocate of Dialogue: Fethullah Gülen. 2000, Fairfax: The Fountain, h.15.
[3] Gurkan Celik, Kate Kirk, dan Yusuf Alan, “ Gülen ’s Paradigm On Peaceful Coexistence: Theoretical Insights And Some Practical Perspectives,” dalam Peaceful Coexistence: Fethullah Gülen ’s Initiatives in the Contemporary World (New Jersey: Tughrah Books, 2009), h. 278-281.
[4] Ilmu Tasawwuf.Prof. Dr. M Solihin, M.Ag, Dr. Rosihon anwar, M.Ag. Pustaka Setia, bandung 2008.11.
[5] Bediuzzaman Said Nursi (1876-1960) adalah tokoh ulama muslim yang berasal dari turki, said nursi adalah salah satu tokoh Islam yang memiliki pengetahuan luas dalam ilmu pengetahuan kontemporer dan dunia modern. Ia percaya bahwa melalui pengabdian kepada Tuhan manusia bisa mencapai kemajuan dan meninggalkan penderitaan. Bukunya yang paling terkenal dan banyak menyumbangkan dalam pemikiran Fethullah Gülen adalah Risale-I Nur (Sur at tentang Cah aya), dalam bukunya tersebut ia ia membahas men genai Tuhan dan alam semesta dengan menggunakan argumen dan jawaban yang tajam dan logis untuk menghadapi pertanyaan orang-orang sains yang mengingkari kekuasaan Tuhan dan berupaya membuktikan bahwa pendapat orang-orang tersebut adalah pendapat yang tidak beralaskan dan sama sekali tidak logis.
[6] Mehmet Akif ersoy adalah seorang penyair turki, akademisi, anggota parlemen, dan penyair dari lagu Nasional Turki. Ia adalah seorang pemikir sastra termasyur di zamannya. Ia begitu dihormati di turki karena jasa-jasanya dalam sumbangan pemikirannya dan dukungannya pada perang kemerdekaan Turki. Saat ini ia dikenal sebagai pahlawan Turki, yang selalu dikenang dan dihargai jasa-jasanya.
[7] Muhammad Hamdi Yazir juga dikenal sebagai Elmalili Hamdi Yazir dan Elmalili. Ia adalah seorang Teolog Turki, ahli Logika, penerjemah Al-Qur’an, ulama tafsir al’Qur’an, Penerjemah Al-Qur’an, Ahli hukum Islam, filsuf dan juga akademisi.
[8] Ihsan Yilmaz, “Tajdid For Coexistence: Social Innovation And Activism Socio-Cultural Initiatives For Peace From Rumi and Gülen ,” dalam Peaceful Coexistence: Fethullah Gülen ’s Initiatives in the Contemporary World (New Jersey: TUGHRAH BOOKS, 2009), h. 6.
[9] Tarian ini terinspirasi oleh gerakan tarian jalaluddin Rumi (1207-1273), seorang sufi sekaligus penyair besar Islam. Jalaluddin Rumi adalah tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya. keberadaan tarian ini tak terlepas dari sosok ini, yaitu mistikus Islam yang lahir di Balkh, kini wilayah afganistan. Tarian ini merupakan ekspresi kesedihan Rumi atas meninggalnya Syamsuddin Tabriz, yang tak lain adalah guru spiritualnya. Rumi kemudian dikenal sebagai guru nomor satu tarekat Maulawiah, yaitu sebuah tarekat yang berpTughrah Bookst di Turki dan kini masih berkembang di sana. Tarekat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkaran istana Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun 1648, karena penganut tarekat sufi menari dengan berputar-putar sambil berzikir untuk mencapai ekstase, yang diringi dengan gendang dan suling, maka kalangan barat menyebut tarekat ini The Whirling Dervishes.
[10] Ibid, h. 2.
[11] Muhammad Zaairul Haq. Jalaluddin Rumi:terbang menuju keabadian cinta hingga makna di balik kisah. Kreasi Wacana. Siderejo.2011.
[12] Fethullah, Gülen. Towards a Global Civilization of Love and Tolerance ( Clifto n: Light Publications, 2004), h.91.
[13] Ibid, h. 90.
[14] Richard Penaskovic, “ M.F. Gülen : Bridge Between Islam and The West,” dalam Peaceful Coexistence: Fethullah Gülen ’s Initiatives in the Contemporary World (New Jersey: TUGHRAH BOOKS, 2009), h. 169.
[15] Ibid, h. 169.
[16] “The Gülen Movement and Takiyya: the apparent neo-terrorist threat” in Islamophobia Investigated by Greg Barton, Douglas Pratt & Rachel Woodlock, h. 392.
[17] M. Fethullah Gülen. Essays-Persfective-Opinions, (Tughra Books:New Jersey, 2002), h. 36.
[18] Hans Küng. Jalan Dialog Hans Küng dan Perspektif Muslim, (Yogyakarta: Mizam, 2010),h. 24-27.
[19] Ali Unal and Alphon se Williams, Advocate of Dialogue: Fethullah Gülen. 2000, Fairfax: The Fount ain, h.309-315.
[20] M. Fethullah Gülen. “Muhammad Sebagai Pendidik:Fethullah Gülen Chair Bulletin. Edisi Mei, Juni, juli 2011: h. 07-08.
[21] Ali Unal and Alphon se Williams, Advocate of Dialogue: Fethullah Gülen. 2000, Fairfax: The Fount ain, h. 241.
[22] Ibid,h. 08.
- Dibuat oleh