Surah an-Nisâ’ [4]: 29
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS An-Nisâ’ [4]: 29).
Ketika Al-Qur’an menyatakan pada orang-orang yang beriman, “Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” Maka Al-Qur’an mengungkapkannya dengan ungkapan yang bersifat menyeluruh, seolah-olah firman Allah di atas mengisyaratkan bahwa kita dilarang atau diharamkan makan harta orang lain secara umum, termasuk juga harta kaum kerabat kita atau memakai barang-barang milik orang lain tanpa izin mereka lebih dulu, termasuk juga mencuri, merampas harta orang lain, seperti makan harta riba, makan harta dari hasil judi, makan harta secara berlebihan atau mendapatkannya dari sumber-sumber yang tidak halal. Adapun keuntungan yang diperoleh dari bisnis yang disepakati oleh si penjual dan si pembeli, maka hukumnya halal, karena keuntungan yang diperoleh keduanya adalah sah dan tidak mengandung harta yang syubhat.
Selanjutnya, kita harus memperhatikan baik-baik firman Allah berikut ini, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu” (QS An-Nisâ’ [4]: 29).
Firman Allah di atas mengisyaratkan bahwa siapapun yang mendapat rezeki dari sumber yang tidak baik, misalkan harta riba atau hasil judi, harta suap menyuap dan lain sebagainya, maka harta-harta semacam itu termasuk harta yang diharamkan dan dianggap sebagai alat untuk membunuh dirinya. Firman Allah di atas mengandung dua arti,
1. Siapa saja yang menerima hasil riba, hasil judi, hasil suap menyuap dan dari sumber-sumber yang tidak halal lainnya, maka ia termasuk orang yang membunuh dirinya sendiri.
2. Siapa saja yang berpihak kepada bisnis yang batil dan zhalim, termasuk juga mengeluarkan harta secara berlebihan atau menerima paham kapitalis atau liberalis atau komunis atau paham apa saja yang membolehkan mendapat sumber rezeki dari cara-cara yang tidak halal, maka menurut agama ia dinilai sebagai seorang yang membunuh dirinya sendiri.
Perlu diketahui, dari sejak semula ketika seorang telah menganut salah satu ideologi dari sejumlah ideologi yang kami sebutkan di atas, maka ia akan menghalalkan berbagai cara untuk medapat sumber rezeki, sehingga Islam menganggapnya sebagai seorang yang telah membunuh dirinya sendiri. Apalagi dewasa ini, semua ideologi saling bermunculan dengan pesatnya di hadapan kita, seperti yang disebutkan dalam firman Allah di atas.
3. Ayat di atas mengisyaratkan dengan jelas bahwa siapapun yang membunuh dirinya, maka ia termasuk orang yang telah sesat. Misalnya, menyamakan semua tingkatan dan semua ideologi dalam suatu masyarakat dakan menimbulkan berbagai pertentangan secara mendalam, seperti kaum sebagian orang bodoh yang menerima ideologi yang membatasi diri dari kesenangan dunia yang dihalalkan oleh agama dan ia lebih mengutamakan hidup miskin, sehingga umat Islam dipandang sebagai umat yang hina dan lemah. Demikian pula, siapapun yang menguasai harta orang lain atau barang orang lain dengan cara yang tidak sah atau menyuruh rang lain untuk merampok, mencuri dan menguasai harta orang lain secara tidak sah, maka menurut Al-Qur’an, orang semacam itu dimasukkan dalam kategori orang yang membunuh dirinya sendiri. Itulah yang dapat kami simpulkan dari firman Allah di atas.
Meskipun demikian, dengan karunia dan rahmat-Nya yang sangat luas, maka Allah masih mau memberi sebagian orang petunjuk-Nya menuju jalan yang lurus dan itulah yang kita harapkan dari Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
- Dibuat oleh