Surah al-Kahfi [18]: 19
وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُم بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُم بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?).” Mereka menjawab, ‚ Kita berada (disini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini).” Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu.” (QS Al-Kahfi, 19)
Kami terangkan kepahlawanan Ashabul Kahfi ketika kami menerangkan ayat keempat belas dari surat Al-Kahfi. Selanjutnya, akan kami terangkan pula kepahlawanan mereka yang kedua, yaitu ketika mereka telah bangun dari tidurnya masing-masing dan mereka menyuruh salah seorang dari kawannya untuk membeli makanan dari pasar negeri itu. Tetapi, orang yang disuruh menarik perhatian masyarakat yang melihatnya, terutama cara mereka berpakaian dan uang yang mereka serahkan kepada si penjual makanan, sehingga penduduk negeri itu mengikuti perjalanan orang yang membeli makanan sampai di gua Ashabul Kahfi bersembunyi. Tentunya kejadian seperti itu menyebabkan banyak orang yang menyampaikan berita Ashabul Kahfi secara turun menurun atau setelah mereka membaca dari kitab-kitab, sehingga keimanan mereka makin bertambah kuat dari Ilmul Yaqin menjadi ‘Ainul Yaqin atau yang lebih kokoh dari itu.
Kisah Ashabul Kahfi telah menggerakkan masyarakat sekitarnya dengan gerakan yang amat keras. Jika Ashabul Kahfi dulunya bersembunyi di dalam gua demi untuk mempertahankan akidah tauhidnya, kini orang-orang yang datang setelah Ashabul Kahfi meninggalkan kesenangan hidup dunia untuk mengikuti agama tauhid dan akidah yang dibawa oleh Ashabul Kahfi.
Yang kedua, yang perlu diperhatikan di dalam ayat tersebut adalah uang. Berapapun banyaknya uang itu, tetapi uang akan segera lenyap nilainya. Tetapi, uang tersebut dapat membuka rahasia dan tempat Ashabul Kahfi, karena penduduk kota itu mengenal tentang uang yang pernah berkembang di masa penguasa pada waktu itu. Adapun jika hasilnya negatif, maka hal itu adalah karena kemurahan Allah, akan tetapi karena uang itu, sehingga kita dapat mengetahui kisah Ashabul Kahfi.
Karena itu, sebagai ahli dakwah jika tidak ingin ditangkap oleh para penguasa atau diketahui oleh kawan-kawan dekat, maka ia wajib menjauhi segala macam keuntungan duniawi. Sejarah telah membuktikan ada sejumlah orang dan sejumlah penguasa yang menyebabkan orang-orang yang berjuang tertipu oleh harta, tetapi dewasa ini penyebaran agama juga membutuhkan sejumlah uang untuk membiayai berbagai asosiasi dakwah.
Perlu diketahui juga bahwa kisah Ashabul Kahfi yang keluar dari rumah mereka masing-masing hanya membawa sedikit uang dapat menimbulkan kuatnya agama di kalangan masyarakat itu. Karena itu, adanya sejumlah dana sangat diperlukan untuk membiayai asosiasi dakwah. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan dalam berdakwah adalah menyampaikan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Nabi Saw. serta menjadikan perilaku Nabi Saw. sebagai suri tauladan terbaik.
Karena itu, seorang muslim harus mempunyai pekerjaan yang baik dan mulia, sehingga ia menjadi orang kaya, tetapi ia tidak boleh mencintai harta di dalam kalbunya, meskipun ia boleh menyimpan hartanya di tempat yang aman, agar tidak dicuri pencuri, hingga harta itu dapat dibelanjakan di berbagai asosiasi yang membawa kebaikan kepada umat Islam. Sebab jika tidak ada sejumlah dana, apakah semua asosiasi Islam dapat berkembang ? Karena itu, kekuatan harta dalam suatu perjuangan yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menyiarkan agama Islam. Karena itu, siapapun yang mencari harta dan disertai niat untuk menyebarkan kebaikan bagi orang lain, maka para ulama menilai usaha orang itu sebagai ibadah. Demikian pula, selanjutnya ketika ia menafkahkan hartanya untuk dakwah Islam bukan untuk kesenangan pribadi yang bersifat foya-foya dalam hidupnya.
- Dibuat oleh