Sikap yang Tepat dalam Menyikapi Penugasan dan Mutasi

Tanya: Apa sikap yang tepat dalam menyikapi penugasan dan mutasi di setiap institusi?[1]

Jawab: Indikator keberhasilan penunjukan dan penugasan dalam suatu institusi, pertama-tama, dimulai dari rasa saling percaya antara pihak manajerial dengan staf yang akan ditunjuk atau ditugaskan. Apabila pihak manajerial atau divisi pengembangan sumber daya manusia (SDM) menunaikan amanah yang dipercayakan kepada mereka dengan benar, jauh dari pengkhianatan terkecil sekalipun, serta mampu menanamkan kepercayaan kepada lingkungan sekitarnya, maka masalah dan hambatan-hambatan lainnya tidak akan muncul. 

 

Tanggung Jawab Bagi Komite Penugasan

Apabila kita perluas bahasannya, mereka yang diberi amanah untuk mengurus penugasan, baik di institusi pemerintah maupun swasta, haruslah berlaku adil kepada siapa saja yang berada dalam lingkup tanggung jawabnya, tak boleh nepotis dan memihak kepada siapa pun, dan tak boleh bertindak atas dasar kepentingan pribadi. Sebaliknya, ia harus mengevaluasi situasi orang-orang yang akan ditugaskan oleh institusinya dan membuat keputusan berdasarkan kepentingan umum. Apabila ia membuat keputusan demi kepentingan pribadinya, berarti ia telah mencederai hak orang lain. Dengan demikian, ia telah berbuat dosa. Allah akan menghisab perbuatan-perbuatan ini. Apabila konsekuensi perbuatan ini tidak ditagih di dunia, maka ia akan dibayar di akhirat nanti ketika semua perkara rahasia akan dibuka. Mereka akan sangat malu di hadapan Allah akibat kedengkian, niat jahat, dan kepentingan pribadi yang ada di dalam hati mereka.  

 

Siapa saja yang bertanggungjawab dalam memotivasi dan mengelola sumber daya manusia, mereka harus mengamati dengan cermat bakat dan kemampuan orang-orang yang akan diberi tugas. Allah jalla jalaluhu memberi setiap manusia bakat dan kapasitas yang berbeda-beda. Misalnya, seseorang dianggap sebagai cerminan bagi kedisiplinan dan ketertiban. Orang berikutnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan benar-benar seorang kutu buku. Ia sanggup menelisik dan berkelana di antara buku-buku, menemukan inspirasi, dan mengekstraknya menjadi gagasan baru yang orisinil. Ia tahu cara menyampaikan pesan serta berbicara sesuai tempat dan situasi. Apabila orang-orang dengan kemampuan khusus tersebut ditugaskan sesuai kapasitasnya, insyaallah mereka akan meraih keberhasilan. 

 

Semua orang memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Yang terpenting adalah Anda harus mencermati keahlian setiap orang dengan tepat sehingga Anda bisa menugaskannya dengan peran yang sesuai. Sebagai contoh, apabila Anda menugaskan seseorang yang tidak punya keahlian  melukis, atau berharap tulisan yang bagus bisa keluar dari seseorang yang tak pernah mengarang paragraf, kemungkinan besar hasilnya tidak akan menggembirakan. Apabila Anda tidak ingin menjadi sebab bagi kegagalan-kegagalan semacam ini, maka sedari awal Anda harus berusaha keras untuk membuat pilihan yang cermat.

 

Semua penugasan yang diputuskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam betul-betul sesuai pada tempatnya. Setiap kali beliau menugaskan sahabat untuk mengemban misi tertentu, pasti sahabat itu pulang dengan membawa keberhasilan. Beliau betul-betul mengetahui dengan baik kapasitas masing-masing sahabatnya dan di bidang apa mereka akan sukses. Berdasarkan pengetahuan itu, beliau menugaskan para sahabatnya dengan misi yang sesuai. Ada pepatah yang mengatakan: “Seorang jenius tidak membutuhkan waktu untuk membuat keputusan”. Sedangkan gelar “jenius” tidak layak disematkan kepada para nabi, karena gelar tersebut masih berada di bawah level mereka yang sebenarnya. Mereka lebih layak disebut sebagai pemilik “fatanah”. Disebut demikian karena definisi fatanah derajatnya berada jauh di atas level jenius. 

 

Kita sendiri bukanlah nabi. Kita tidak memiliki kefatanahan nabi seperti yang dimiliki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Daya firasat dan kecerdasan beliau jauh melampaui apa yang kita miliki. Kita tidak selalu berhasil membaca karakter manusia. Kita mungkin tidak dapat melihat segala sesuatu secara mengerucut. Kita bisa saja keliru dalam memilih. Kita bisa saja merasa tidak puas melihat hasil pekerjaan yang tidak sesuai harapan karena sebelumnya kita salah menilai: “Oh, orang ini cocok untuk mengerjakan peran dan tugas itu.” Namun, kesalahan semacam itu dapat diminimalisir apabila keputusan kita dibuat berdasarkan hasil musyawarah.. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang bermusyawarah tidak akan merugi dan tidak akan meraih hasil yang sia-sia (baca di Tabrani, al-Mu’jamul Awsath, 6:365).”

 

Selain itu, keputusan yang diambil oleh komite yang cakap dan berpengalaman akan lebih diterima oleh staf atau calon rekrutan. Orang-orang pada umumnya lebih mudah menerima keputusan yang dibuat sebuah komite yang berisi kumpulan orang-orang yang memenuhi kualifikasi. Jika orang-orang cakap ini bermusyawarah, lalu menawarkan orang-orang sebuah peran atau  pekerjaan yang sesuai kemampuannya, maka segala potensi kerugian, kekecewaan staf, dan kegagalan lembaga secara umum dapat dicegah. Sebab, jika peran dan pekerjaan yang diberikan sesuai, persentase keberhasilannya akan lebih besar. 

 

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh tim penugasan adalah mempersiapkan SDM yang akan diberi peran dan tugas, baik secara mental maupun intelektual, serta memastikan mereka memiliki bekal untuk menunaikan pekerjaan yang diamanatkan. Misalnya, jika Anda ingin mengirim orang ke tempat baru, maka Anda harus memastikan bahwa ia  telah mengenal orang-orang dan kultur budaya di tempat ia akan ditugaskan. Ia harus dibekali dengan seminar, kursus, presentasi, dan instruksi yang memadai sehingga ia mampu mempelajari dan menguasai tugasnya dengan lebih baik. Kita harus membekali mereka dengan informasi yang memuaskan tentang tugas dan tanggung jawab yang akan mereka emban. Kita harus menunjukkan mereka jalan untuk melewati risiko yang mungkin muncul ketika menjalankan peran dan tugas tersebut. Demikian juga dengan urgensi dari peran dan tugas yang diamanatkan. Singkatnya, mereka harus dipastikan berangkat ke tempat tugas dengan semangat dan motivasi yang tinggi.  

 

Masalah penting lainnya adalah gaya atau bagaimana cara Anda memberitahu mereka soal penugasan. Di satu sisi, tim penugasan harus bisa menjelaskan pentingnya suatu pekerjaan kepada orang-orang yang akan ditunjuk serta menjelaskan alasan mengapa ia dipilih untuk tugas ini. Di sisi lain, komite juga harus meyakinkan para kandidat bahwa mereka dianggap mampu melakukan pekerjaan dengan baik di daerah penugasannya berkat pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka raih. Tak boleh ada keraguan dalam pikiran; tak boleh ada keraguan yang tersisa di hati; dan tak boleh ada kebencian dan dendam yang muncul.

 

Tanggung Jawab Penerima Tugas

Tanggung jawab bagi mereka yang diberi beragam tugas, termasuk mereka yang dikirim untuk berangkat ke berbagai daerah, adalah dengan berbaik sangka atau husnuzan dengan penugasan yang ditetapkan. Mereka hendaknya menghormati keputusan tersebut. Jika yang dipikir adalah hal sebaliknya, seperti: “Mereka menghukumku dengan cara menjauhkanku dari tempat ini. Padahal aku telah menyiapkan fondasi di sini. Aku akan lebih produktif di sini. Aku tak akan mampu memberikan produktivitas yang setara di tempatku yang baru”, berarti ia hanya menilai urusan ini secara sepihak berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Sebagaimana penilaian pribadi ini mungkin tak terlihat oleh para pengambil kebijakan, sebagian hikmah yang diambil para pengampu kebijakan juga bisa jadi tak terlihat oleh mereka yang akan diberi tugas. Tidak ada yang bisa mengetahui niat, pikiran, dan isi hati seseorang. Untuk itu, sepanjang bisa berhusnuzan, maka sebaiknya kita terus memeliharanya dan menjauhi prasangka. Mari berpikir positif terhadap penugasan yang diberikan. Kita bisa menemukan justifikasi positif, bahkan untuk keputusan yang tampak seperti degradasi peran. Dengan berpikir “Sepertinya di sana ada kebutuhan khusus sehingga saya-lah yang dipilih untuk berangkat ke sana,” mari kita berangkat menyambut tugas ini tanpa keraguan. Dengan kata lain, mari tunaikan apa yang menjadi bagian kita. Apabila ada pertimbangan dan motif lain di balik urusan ini, biarlah hal tersebut menjadi urusan Allah subhanahu wa ta’ala. Jika penugasan bergantung pada rela atau tidak relanya setiap orang berdasarkan pertimbangan pribadinya masing-masing, maka sekat ini akan membatasi keluwesan para pengambil kebijakan. Alhasil, mereka pun akan sulit mengatur pembagian tugas serta mengembangkan mekanisme dan lingkungan kerja yang sehat di lembaganya.

 

Kita tak selalu bisa mengetahui hikmah dari setiap peristiwa. Sesuatu yang dianggap buruk bisa saja berakhir baik bagi kita. Kita dapat melihat contoh ini dari kehidupan Badiuzzaman Said Nursi. Sosok agung ini menjalani pengasingan dari satu kota ke kota berikutnya. Beliau dijemput pihak berwenang dari Gunung Erek untuk kemudian diasingkan ke Barla. Dari Barla lalu kembali diasingkan ke Eğirdir, hingga kemudian berakhir di Kastamonu. Hampir seluruh umurnya dihabiskan di pengasingan atau di penjara. Perpindahannya dari satu kota ke kota berikutnya merupakan putaran roda takdir. Namun, setiap lokasi pengasingan itu telah menjadi sarana bagi dilemparkannya benih serta diperdengarkannya suara dan hembusan napas kepada orang-orang yang membutuhkannya. Beliau berhasil mengubah penindasan, kezaliman, dan pemasungan hak-haknya menjadi hal-hal yang menguntungkan dakwah. Dengan kata lain, jangan lupakan bahwa Allah jalla jalaluhu terkadang menggunakan sarana berupa kezaliman dan ketidakadilan yang dilakukan tangan manusia untuk menegakkan kehendak dan iradat-Nya. Meskipun secara kasatmata yang terlihat adalah perbuatan manusia, pada hakikatnya itu semua terjadi berkat campur tangan takdir ilahi.    

 

Jika kita tidak mengerjakan tugas sebagaimana mestinya, atau tidak berangkat ke tempat yang ditugaskan tanpa adanya uzur yang dapat dimaklumi, maka penolakan itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibenarkan. Sedangkan menyusun atau mencari-cari alasan untuk tidak menunaikannya adalah kesalahan yang lebih besar lagi. Apapun yang terjadi, kita tetap harus menyampaikan kebenaran. Jawaban terbuka seperti: “Mohon maaf, sebenarnya saya tidak punya alasan untuk menolaknya. Namun, saya merasa tidak mampu berangkat ke tempat tersebut, saya tak kuasa untuk menjalankan tugas tersebut,” merupakan sikap yang lebih tepat.

 

Ya, ketidakhadiran diri dalam pekerjaan baik dan positif serta meninggalkan tugas yang harus dikerjakan merupakan sebuah kesalahan bagi seorang manusia. Sedangkan menjadikan anak istri/suami dan kedua orang tua sebagai alasan untuk menolak penugasan tersebut merupakan kesalahan yang lebih besar lagi.

 

Di samping itu, menyampaikan pandangan serta kondisi spesifik yang kita miliki terkait penugasan tersebut dengan uslub yang baik merupakan bagian dari musyawarah sekaligus kepingan dari usaha penunaian kewajiban. Misalnya kita bisa menyampaikan: “Anda menugasi saya dengan peran irsyad dan tablig. Hanya saja, saya melihat diri saya tidak memiliki kapasitas untuk menjalankan peran tersebut. Barangkali saya diberi tugas di bidang lain, saya yakin bisa lebih sukses.” Kita juga bisa menyampaikan pandangan lainnya. Bisa saja sebelumnya kita memiliki latar belakang di bidang yang berbeda. Kita mempunyai sertifikasi keahlian tertentu atau memiliki minat dan ketertarikan di bidang lain. Hal-hal seperti ini perlu disampaikan. Para pengambil kebijakan berkewajiban untuk mengevaluasi pandangan-pandangan ini dan membuat keputusan berdasarkan semua informasi yang diterimanya. 

 

Pengajuan Tugas dan Ekspektasi Benefit Kerja

Sebagian besar latar belakang penyebab ketidakpuasan dan keberatan dalam mutasi tugas, baik di institusi pemerintahan maupun institusi swasta adalah ekspektasi benefit. Mereka yang memiliki ekspektasi untuk mendapatkan promosi dan kenaikan jabatan tertentu kemudian membuat masalah atau mengambil posisi kontra ketika apa yang diharapkan tidak diraih. Tentu saja ini adalah sikap yang tidak tepat. Yang terpenting adalah bagaimana supaya bisa menunaikan hak iradat dan tanggungjawab yang diamanatkan kepada kita serta menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Hal lain yang juga perlu diperhatikan ketika menunaikannya adalah tidak memasang ekspektasi tertentu serta bersikap istigna. Istigna adalah sebuah prinsip yang sangat penting di agama kita. Apabila orang-orang tidak mengapresiasi apa yang sudah kita kerjakan pada hari ini, mereka pasti akan memberikan komplimennya di kemudian hari untuk kemudian menempatkannya di posisi yang layak. Ambisi dalam situasi tersebut justru akan menyebabkan kerugian. Ambisi yang Anda tunjukkan dalam urusan tersebut akan memicu lahirnya ambisi orang lain di mana ia kemudian dapat melahirkan persaingan negatif.

   

Pengajuan diri untuk menjadi pemimpin atau mengisi posisi tertentu dalam top management level tidaklah disambut dengan positif di dalam agama Islam. Sebagai contoh, Rasulullah menolak permohonan yang diajukan oleh Sayidina Abu Dzar dan Abbas. Al-Ustaz Badiuzzaman menyampaikan bahwasanya tabiiyah (menjadi pengikut) lebih didahulukan daripada mathbuiyah (menjadi pimpinan) karena porsi tanggung jawabnya yang lebih besar dan lebih rentan akan kesalahan. Untuk meraih kesuksesan, maka mendahulukan orang-orang yang tepat dan berbakat harus menjadi asas.  

 

Ya, permohonan seseorang untuk mengajukan diri sebagai pemimpin dan penguasa tidak disambut dengan positif oleh agama kita. Namun, terdapat beberapa pengecualian terhadap disiplin umum ini. Sebagai contoh, ketika tidak ada orang yang mampu menangani suatu tugas penting dengan baik, maka seseorang dapat mengikuti jejak Nabi Yusuf alaihis salam yang berkata:

اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.”” (Q.S. Yusuf 12:55)”

 

Dengan pendekatan serupa, tanpa adanya penugasan, seseorang tidak memiliki kesempatan untuk bisa menjelaskan agama dengan nyaman. Karena itu, ia diperbolehkan menyampaikan permintaan supaya ditugaskan untuk menjelaskan kebenaran dan hakikat agama di atas mimbar, podium, ataupun mihrab forum-forum agama. Demikian juga dengan pengajuan lamaran menjadi guru mengaji di Taman Pendidikan Al-Qur’an, misalnya.  Dengan peran itu,  ia bisa mengajarkan Al-Qur’an dan hakikat agama kepada santri-santri di tempat mengaji itu. 

 

Singkat kata, ketika seorang manusia mengharapkan peran tertentu, hendaknya ia menggunakan hati nurani sebagai penasihat dan menanyakan pertanyaan berikut kepadanya: "Apakah saya benar-benar menginginkan tugas ini demi rida Allah semata, ataukah demi sekedar prestise dan reputasi pribadi, atau malah demi keuntungan duniawi?’ Setiap orang harus menimbang dirinya dengan ukuran ini dan menapakkan langkahnya  berdasarkan kriteria tersebut. 

 

Sebagaimana diketahui, ketika Sayidina Umar memberhentikan Sayidina Khalid bin Walid dari jabatannya sebagai komandan pasukan, Sayidina Khalid sama sekali tidak keberatan dan melanjutkan tugasnya untuk bertempur sebagai prajurit biasa (Sirah Halabiyah, 3:279).  Demikian juga dengan Sayidina Abu Ubaidah bin Al Jarrah yang ditunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai komandan dalam Sariyah Dzatussalasil yang kemudian memilih mundur dari jabatannya demi menghindari pertikaian di dalam pasukan. Kita membaca dan memuji pengorbanan para sahabat tersebut. Namun, yang terpenting adalah menjadikannya sebagai teladan dan mempraktikkan contoh-contoh tersebut ketika kita dihadapkan pada situasi serupa. Pada prinsipnya, selain membaca, kita juga harus mampu menghidupkan contoh-contoh tersebut. Jika kita tak mampu melakukannya, maka contoh-contoh tersebut hanya akan terus tersimpan di dalam buku hingga nanti datang orang-orang yang mampu melaksanakannya. Jika demikian, apa manfaatnya mempelajari kitab-kitab sirah tersebut? Jika kita tidak menyetel hidup kita sesuai contoh-contoh tersebut, lalu apa manfaat dari membaca kitab-kitab sirah?

 

Singkatnya, seorang manusia harus siap menunaikan setiap peran yang ditugaskan kepadanya, tanpa memandang besar atau kecilnya tugas. Jika datang masanya, ia harus  berlapang dada menerima tugas sebagai prajurit biasa tanpa perlu merasa tak nyaman dengannya.

[1] Diterjemahkan dari artikel: https://fgulen.com/tr/eserleri/kirik-testi/tayin-ve-tavzifler-karsisinda-dogru-tavir

 

Pin It
  • Dibuat oleh
Hak Cipta © 2024 Fethullah Gülen Situs Web. Seluruh isi materi yang ada dalam website ini sepenuhnya dilindungi undang-undang.
fgulen.com adalah website resmi Fethullah Gülen Hojaefendi.