Representasi dari Cita-Cita Menghidupkan Orang Lain

Cita-cita menghidupkan orang lain yang meliputi pengertian memikirkan kebahagiaan orang lain daripada kebahagiaannya sendiri, rela melakukan pengorbanan supaya orang lain bisa bahagia, hidup demi menjadi sumber kehidupan bagi orang lain, serta mengorbankan kehidupannya supaya orang lain bisa hidup merupakan cita-cita paling agung bagi manusia. Para nabi yang merupakan sosok manusia paling agung serta tokoh-tokoh mulia yang mengikuti jalan nabi juga tidak pernah memikirkan kepentingannya sendiri. Mereka tidak hidup untuk dirinya sendiri. Satu-satunya keinginan mereka adalah supaya umat manusia mampu melepaskan diri dari keinginan-keinginan jasmani untuk kemudian melejit ke martabat kehidupan kalbu dan jiwa serta mencapai kondisi yang diridai Allah ta’ala. Sepanjang hidupnya, mereka senantiasa sibuk dalam usaha menerangi dunia orang lain yang berada dalam kegelapan. Demi menunaikannya, mereka rela memasukkan kehidupannya dalam kegelapan. Dengan lilin-lilin di tangannya, mereka  berpacu demi menghidupkan semua lilin yang telah padam. Untuk bisa menjadi suara dan napas baru bagi umat manusia, mereka senantiasa meneguk keprihatinan, menerima kesulitan demi kesulitan, dan menghabiskan hidupnya dalam kubangan kesukaran. Bahkan mereka cukup kesatria karena masih berkenan memaafkan orang-orang yang pernah menzaliminya.[1]

 

Mereka adalah sosok gagah perwira yang kemudian dikenang kemuliaannya oleh para generasi penerus. Meskipun demikian, mereka tak pernah bercita-cita supaya kelak dikenang oleh generasi penerusnya. Ini karena semua pengorbanan dan kebajikan mereka lakukan demi Allah ta’ala semata. Kalimat “Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam” telah menjadi zikir rutinnya. Mereka hidup layaknya kesatria, mati pun sebagai kesatria.

 

Mereka tidak ingin namanya disematkan di atas pengabdian-pengabdian yang ditunaikan. Penderita abad ini, Al-Ustaz Badiuzzaman Said Nursi pun menganggap pengetahuan orang tentang lokasi kuburnya sebagai hal yang berlebihan. Harapan yang berasal dari pemahaman yang mendalam terhadap makna ikhlas tersebut kemudian dikabulkan di sisi Allah sehingga jasadnya dikeluarkan dari kuburan untuk kemudian dipindahkan ke tempat yang tak diketahui. Namun, Allah telah menjadikan nama-nama mereka dikenang dalam kemuliaan. Tak ada satu kekuatan pun yang sanggung menghapus nama mereka dari memori kita.

 

Melalui kehidupannya, bagaimana kepribadiannya merepresentasikan agama dengan indah, kata-kata, pemikiran, dan karya-karyanya, mereka telah meninggalkan jejak istimewa di dalam pikiran, sehingga orang-orang yang datang berabad-abad kemudian mengenangnya dalam kebaikan serta memuliakan dan mendoakannya. Ada banyak orang yang kemudian meniti jalan mereka, mengikuti goresan kehidupannya, dan berotasi di sekitar keteladanannya. Semoga Allah menganugerahi kita kesempatan untuk mengenal sosok-sosok agung tersebut sesuai haknya, berbagi ufuk cakrawala bersamanya, dan memperkenankan kita untuk meraih syafaat mereka!

 

Di antara pengikut setia para nabi serta tokoh agung yang masa kehidupannya dekat dengan kita, terdapat sosok Al-Ustaz Badiuzzaman Said Nursi. Beliau adalah figur manusia yang kriteria pengorbanannya setara dengan keagungan bangsanya. Demikianlah, sehingga ia sanggup berkata: “Aku rela terbakar di dalam api neraka demi keselamatan iman bangsaku!”.  Meskipun demikian, para penindas dan tiran pada masanya tanpa ampun mengubah kehidupan menjadi penjara baginya. Terlepas dari segala upaya tersebut, mereka tak pernah mampu menghapus dirinya dari pikiran masyarakat. Mereka tak mampu memadamkan api dakwahnya. Karya-karyanya terus memberikan pencerahan bagi banyak orang.

 

Murid-murid yang berada di sekelilingnya juga meniti jalan yang telah beliau buka. Mereka membalikkan tangan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia. Mereka rela bersabar menghadapi semua kesulitan dan keterbatasan demi memperjuangkan dakwah. Tak satupun dari persidangan, pengasingan, ataupun penjara yang dapat mengalihkan mereka dari tujuan agungnya. Bersama Al-Ustaz Badiuzzaman mereka menanggung semua cobaan dan kepelikan. Mereka tak pernah meninggalkannya sendirian hingga datang kematiannya. Berkat kesetiaan dan loyalitas serta pengorbanan dan dedikasinya, terdapat begitu banyak iman umat manusia yang bisa diselamatkan. Atas pengabdiannya itu betapa banyak mata manusia yang kemudian terbuka menyaksikan hakikat.

 

Para kesatria ini tak pernah memiliki harapan duniawi atas perjuangannya menerjang kesulitan demi keselamatan dan perdamaian umat manusia. Zübeyir Gündüzalp[2], Tahiri Mutlu, dan Hulusi Efendi memilih hidup di rumah mungil di dalam ruangan yang tua. Mereka tak pernah berpikir untuk mewariskan sebuah wisma kepada anak cucunya. Jika mau, mereka bisa saja mengumpulkan harta benda duniawi maupun lahan pekarangan. Namun, mereka tak pernah memiliki keinginan terhadap hal-hal duniawi. Dalam pikirannya tak pernah terbersit hal-hal selain pengabdian di jalan Allah.

 

Sosok-sosok berdedikasi yang menjadikan pemikiran positif sebagai prinsip tak pernah merasa perlu menghalangi orang lain akibat rasa cemburu, iri, ataupun hasad. Itu karena mereka bukanlah Firaun yang suka melakukan propaganda negatif demi menghancurkan kebajikan-kebajikan yang dilakukan orang lain. Mereka adalah sosok yang bergerak dengan pemikiran isar yang serius. Mereka mengambil contoh dari para nabi, para sahabat, dan para ustaz yang mendahulukan kebahagiaan orang lain di atas kehidupan pribadinya. Mereka berjalan di atas tapak kaki sosok-sosok agung tersebut. Demi jalan itu mereka rela bersabar menghadapi semua kesulitan yang menghadang. Para pahlawan yang kita harapkan mengambil saf di belakang para ashabul kiram yang mulia secara nisbi adalah monumen representasi dari apa yang disebut sebagai insan kamil. Kita menyaksikan dan meyakini mereka adalah sosok yang seperti itu. Oleh karena kita percaya mereka adalah sosok yang demikian, maka kita akan mengenang mereka dengan kemuliaannya hingga ajal menjemput nanti. Semoga Allah ta’ala tidak menyesatkan kita.

 

Baik Al-Ustaz Badiuzzaman Said Nursi dan murid-murid yang membentuk halaqah di sekelilingnya maupun sosok-sosok agung yang hidup jauh sebelum sebelumnya, mereka semua tak pernah merasakan kenyamanan hidup meskipun telah menghabiskan umurnya demi menghembuskan kehidupan kepada orang lain. Tak banyak yang umat manusia bisa nantikan dari orang-orang yang hidupnya alpa dari tekanan dan gilasan terhadap cita-cita agung, hinaan dan celaan, pengasingan, serta ancaman penjara. Ketika seorang manusia menerima tekanan saat berusaha mendirikan kehidupan jiwa dan kalbu serta menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan, tetapi jika ia tetap mampu menjaga arah sikapnya dalam keistikamahan maka pada saat itulah ketulusan dan keikhlasan akan terbentuk.

 

Siapakah kiranya nabi yang tak pernah merasakan kesulitan atau tak terusir dari kampung halamannya? Nabi Zakaria digergaji, Nabi Yahya syahid dalam keadaan yang memprihatinkan, Nabi Ibrahim dilemparkan ke bara api yang berkobar, Nabi Musa terasing dari tanah airnya, Nabi Yusuf menghabiskan waktu bertahun-tahun di dasar sumur, pasar budak, dan ruang bawah tanah, Nabi Nuh menghadapi segala macam hinaan dari masyarakatnya, dan masih banyak pengalaman pahit lainnya...

 

Parasit yang menghantui bangsa dengan jalan mengambil keuntungan dari situasi dan kondisi serta menghalalkan segala cara untuk menghisap darah dan memutuskan sumber kehidupan masyarakatnya tidak memiliki apa pun yang bisa dijanjikan demi kemajuan bangsa. Satu-satunya yang mereka ketahui adalah membangun kerajaan dan mengekalkan kekuasaan. Mereka hanya memikirkan keuntungan, pendapatan, dan maslahat pribadinya. Mereka hidup dengan jalan menjajah bangsanya. Allah ta’ala memberikan mereka tenggat waktu yang begitu sempit. Nanti tiba suatu masa di mana mereka akan tumbang seperti halnya para tiran sebelumnya. Apabila para sosok agung peniti jalan nabi dikenang dalam kemuliaan, maka mereka akan dikenang dalam kenistaan. Setiap diingat, mereka akan dicela dan dihujani oleh doa-doa yang buruk. 

 

[1] Diterjemahkan dari artikel https://herkul.org/kirik-testi/yasatma-idealinin-temsilcileri/

[2] Zübeyir Gündüzalp sebelum bertemu dengan Ustaz menjalani profesi sebagai pegawai negeri. Beliau adalah seorang petugas pos. Setelah berkenalan dengan Ustaz, beliau meminta izin dari Ustaz untuk mengundurkan diri sebagai pegawai demi bisa melayani kebutuhan Ustaz dalam berkhidmah. Namun, Ustaz menyampaikan supaya beliau tidak melakukannya. Ketika Zübeyir Gündüzalp menjadi pegawai kantor pos di İslahiye, ia mengunjungi kepala sekolah SMA dan menjalin persahabatan dengannya. Ia bertemu dengan beberapa siswa saat melakukan perjalanan pulang. Dia menjalin ikatan hati dan membuat jamaah sohbet dengan mereka. Beberapa tahun setelah itu, barulah izin diberikan dan Zübeyir Gündüzalp tak pernah meninggalkan Ustaz hingga ajal menjemputnya. Ustaz memiliki kebiasaan untuk tak diganggu di antara waktu selepas menunaikan salat isya berjamaah hingga azan subuh berkumandang. Namun, Ustaz mengizinkan Zübeyir Gündüzalp untuk menemaninya. Untuk itu, Zübeyir Gündüzalp dijuluki sebagai “Sosok yang mengetahui rahasia-rahasia Ustaz”. Kata-kata Zübeyir Gündüzalp yang populer di antaranya adalah: “Barangsiapa membaca sepuluh halaman risalah per hari, maka ia berarti melindungi dirinya sendiri. Barangsiapa yang membaca lima belas halaman per hari, maka ia akan menjadi antusias dan termotivasi (untuk melakukan kebaikan). Barangsiapa yang membaca dua puluh halaman risalah per hari, ia akan mulai berkhidmah..

 

Pin It
  • Dibuat oleh
Hak Cipta © 2024 Fethullah Gülen Situs Web. Seluruh isi materi yang ada dalam website ini sepenuhnya dilindungi undang-undang.
fgulen.com adalah website resmi Fethullah Gülen Hojaefendi.