Amanah Tugas

Tanya: Apakah tepat jika seseorang yang diberi amanah tugas berpikir bahwasanya kapasitas dirinya tidak memadai dan karena tak mampu menunaikan secara layak tugas yang diamanahkan kemudian mengajukan pengunduran diri?[1]

 

Menampilkan Sikap Tepat demi Menegakkan Kebenaran

Jawaban: 

Barangkali ada beberapa alasan yang melatarbelakangi seseorang mengajukan pengunduran diri dari tugas. Pertama-tama, kita harus mengevaluasinya dengan timbangan nurani dan akal sehat yang sensitif, adil, serta pemikiran yang jujur untuk kemudian sampai pada kesimpulan akhir. Sebagaimana pemikiran untuk mengundurkan diri bisa bersumber dari ilham ilahi, ia juga bisa berasal dari hawa nafsu dan bisikan setan. Mari kita berusaha memahami bahasan ini melalui contoh-contoh yang lebih spesifik:

 

Bayangkan terdapat seseorang yang berada pada posisi di mana ada banyak orang yang menatap wajahnya. Melalui sikap, kata-kata, perilaku, dan gerak-geriknya, ia bisa menambah kekuatan maknawi orang-orang di belakangnya, atau sebaliknya, malah menjerumuskan mereka pada keputusasaan dan pesimisme. Orang-orang yang membutuhkan penguatan dan dukungan ingin supaya mereka bisa hidup di bawah bimbingan seseorang yang mereka hargai dan teladani. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini dalam periode waktu tertentu perlu untuk didorong, diberi semangat, dan dimotivasi. Pribadi-pribadi tersebut akan melemah dan diliputi keputusasaan apabila dukungan tersebut putus sebelum waktunya. Dari sisi ini, mereka yang menempati posisi untuk membimbing masyarakat diharapkan menyadari urgensi posisinya dan mengetahui apa saja yang diperlukan guna menunaikan amanahnya. Oleh karena itu, penting baginya supaya dapat menunjukkan sikap yang sesuai dengannya.    

 

Yang Layak DIpuji adalah Mereka yang Sadar Diri

Di sisi lain, seseorang yang menyadari beratnya tugas yang diamanahkan kepada dirinya dan paham bahwa ia tak mampu menunaikan hak dari peran tersebut, maka ia boleh berpikir bahwa pengunduran dirinya akan membuka jalan bagi orang lain yang lebih layak dan lebih siap untuk mengisi posisinya. Ia bisa meyakini bahwa kualitas dan kuantitas pengabdian agama akan meningkat jika posisi dan peran yang didudukinya diserahkan kepada pihak yang lebih ahli. Oleh karena itu, ia pun bisa berpikir untuk mengundurkan diri. Berkat pemikiran ini, beberapa pihak mungkin mulai menjaga jarak dengan amanah bahkan sebelum ia ditunjuk untuk mengembannya. Seperti halnya Sayidina Umar yang ketika itu dicalonkan untuk menjadi khalifah. Ia segera mengulurkan tangan untuk membaiat sosok yang ia yakini lebih layak, yaitu Sayidina Abu Bakar. Sikap yang dilakukan dengan adil dan jujur seperti ini sungguh layak mendapatkan penghargaan tertinggi.

 

Terdapat beberapa orang yang takut jika mereka tidak mengundurkan diri, beberapa konflik dan fitnah akan terjadi. Mereka merasa menyerahkan tugas tersebut kepada orang lain adalah langkah yang lebih tepat supaya persatuan dan kesatuan tidak rusak. Sikap tersebut bisa dianggap sebagai ijtihad yang dapat diterima. Ia mirip dengan yang dilakukan oleh Sayidina Abu Ubaidah bin Al Jarrah yang menyerahkan posisinya sebagai komandan pasukan kepada Sayidina Amr bin Ash. Demi menghadapi beberapa kabilah, Rasulullah mengirim beberapa sariyyah di bawah kepemimpinan Sayidina Amr bin Ash. Oleh karena pasukan lawan kekuatannya jauh lebih besar, Sayidina Amr bin Ash mengirimkan permintaan pengiriman pasukan dukungan kepada Rasulullah. Rasulullah kemudian mengirimkan pasukan pendukung kedua yang dikomandani oleh Abu Ubaidah al Jarrah. Ketika dua pasukan bergabung kemudian terjadi perbedaan pendapat tentang siapa yang akan menjadi komandan bagi dua pasukan ini. Sayidina Abu Ubaidah adalah sosok yang sangat hasbi (melakukan segala sesuatu hanya demi rida Allah tanpa pamrih apapun). Meskipun beliau beranggapan bahwasanya tugas komandan bagi kedua pasukan ini telah diamanahkan kepadanya, tetapi demi menghindari perpecahan beliau menyerahkan tugas ini kepada Sayidina Amr bin Ash. Pendekatan ini pada waktu yang sama juga berhasil memaksimalkan potensi keprajuritan dan kejeniusan politik dari sosok seperti Sayidina Amr bin Ash.   

 

Sebab-Sebab yang Mungkin Muncul di Balik Setiap Alasan 

Di samping itu, terdapat beberapa orang yang hendak mengundurkan diri dari tugas yang diamanahkan kepadanya karena sebab lain. Sebagai alasan, mereka bisa saja menyampaikan alasan bahwa mereka tidak mampu menunaikan amanah dalam taraf yang diharapkan. Selain itu, hal-hal seperti tidak terpenuhinya ekspektasi pribadi baik dari segi benefit maupun apresiasi dan pujian lainnya akhirnya mendominasi diri mereka pribadi sehingga kemudian mengajukan permohonan pengunduran diri. Mereka yang demikian adalah sosok-sosok yang pada awalnya mengharapkan sesuatu ketika mempertimbangkan keputusan untuk mengambil tugas. Mereka memiliki sebagian pertimbangan sendiri. Ketika apa yang diharapkan itu tidak terwujud, maka baginya tak ada artinya melanjutkan tugas.  

 

Terkadang taraf kesuksesan pengabdian yang diharapkan tidak berhasil dicapai; hasil yang diinginkan gagal diraih meskipun telah mengerahkan segala daya dan upaya; mengalami error dan flop karena sebab-sebab yang berada di luar perhitungan. Dalam situasi seperti ini, setiap orang harus mengevaluasi dirinya sendiri dan meninjau kembali kedekatan hubungannya dengan Allah, bukannya malah menyematkan kesalahan kepada orang-orang di sekitarnya. Orang yang menyalahkan orang lain akan cenderung melemparkan kegagalannya kepada orang lain. Dalam hatinya selalu muncul keinginan untuk menyalahkan orang lain. Mereka terkunci dalam kecurigaan, mulai menghitung kesalahan dan kekurang orang-orang yang berada di sekitarnya, dan karena itu ia bercerita bahwa dirinya tak bisa berjalan bersama teman-teman di sekitarnya. Lebih jauh lagi, mereka kemudian mempertanyakan kesetiaan dan loyalitas teman-teman seperjuangannya. Ketika menemukan kesempatan, mereka akan menemukan alasan untuk menyingkir dan meninggalkan teman-temannya berjuang sendirian. 

 

Sebagaimana terlihat dalam penjelasan ini, penyebab dari munculnya keinginan untuk mengundurkan diri adalah perbedaan pendapat dan ijtihad. Terkait latar belakang perbedaan pendapat dan ijtihad ketika muncul keinginan untuk mengundurkan diri tersebut apakah motifnya benar-benar merupakan semangat pengorbanan yang tulus, ataukah sebatas usaha untuk melepaskan diri dari tanggung jawab, meninggalkan medan perjuangan menjadi kosong, maupun berbohong yang dibungkus dengan beragam alasan yang tidak benar, maka dalam urusan ini diharapkan semua orang kembali mendengarkan hati nuraninya masing-masing dan meninjau kembali niat sejatinya. Barangkali menipu orang lain itu mudah, tetapi tidak dengan menipu diri sendiri. Selain itu, kita tak bisa benar-benar mengetahui niat, maksud, dan tujuan orang lain kecuali mereka mengungkapkannya secara terbuka. Hanya Allah ta’ala saja yang Maha Mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati. 

 

Musyawarah dan Penguatan Motivasi

Tidak boleh dilupakan bahwa apapun pertimbangan yang kita miliki tentang tugas yang dilakukan, kita harus selalu berkonsultasi dengan orang-orang yang kompeten untuk kemudian menyimpulkan strategi yang paling tepat. Kita mungkin bertindak dengan niat yang tulus. Namun, langkah meninggalkan tugas dapat menimbulkan goncangan besar di belakang kita dan menciptakan kekosongan yang barangkali sulit untuk dikompensasi. Terkadang, pergantian tugas dalam periode kritis dapat menyebabkan terjadinya situasi sulit. Untuk itu, dalam hal-hal yang menyangkut urusan publik sebaiknya kita tidak mengambil inisiatif pribadi. Dalam hal ini, kita harus menyampaikan pemikiran dan pendapat kita untuk dievaluasi dalam forum musyawarah, mempercayakan kesimpulannya pada pemikiran kolektif, dan berusaha membuat keputusan yang paling tepat.

 

Terkait urusan ini, yang tak boleh dilupakan adalah peran dan tanggung jawab bagi orang-orang yang memiliki kewenangan penting dalam hal pengangkatan dan penugasan sumber daya manusia (SDM). Sesungguhnya orang-orang yang diangkat dan dan ditugasi dengan amanah-amanah penting membutuhkan dukungan berupa penguatan motivasi. Ini karena setiap urusan tidak selamanya berjalan lancar. Di tengah perjalanan, beberapa masalah dan kesulitan bisa saja muncul. Semua hal tersebut dapat menggilas mereka yang berada di tengah upaya menunaikan tugas. Dari sisi ini, kita semua membutuhkan penguatan. Orang-orang yang dipandang mampu dan berwenang memberi penguatan harus mengambil peran di sini. Para penanggung jawab SDM harus melakukan pengorbanan lebih besar dengan jalan tidak membiarkan mereka yang bertugas menjalankan amanahnya sendirian. Para penanggung jawab SDM bahkan tidak boleh membiarkan rasa kesepian hinggap di hati dan kepala orang-orang yang termasuk dalam SDM di bawah pengelolaannya.

    

Menyerahkan tugas kita kepada orang lain: Apakah itu bermakna pensiun?

Yang terakhir, harus disampaikan bahwasanya meskipun sikap menyingkir dan memberi jalan kepada orang lain merupakan hal yang terpuji sebagai buah dari sikap mulia seperti pengorbanan, kesalehan, dan kesetiaan, tetapi sangat penting bagi orang-orang yang mengundurkan diri untuk tidak menjauh dari tugas li i'lâ-i kalimatullah. Dengan demikian, mereka yang mengundurkan diri tetap harus mengambil bagian dari tugas ini sesuai dengan kesempatan dan kondisi yang ia miliki. Ini karena standar sikap dari seseorang yang berdedikasi ketika dirinya terasa dipenuhi oleh semangat untuk mengabdi kepada-Nya ataupun saat sedang melakukan pengabdian-pengabdian di jalan-Nya adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah ta’ala. Memisahkan diri dari semua kegiatan pengabdian agama karena alasan sudah pensiun di jalan ini untuk kemudian mengisi waktu hidup dengan beristirahat, menyibukkan diri dengan dunia pribadi, tidak ambil bagian sama sekali dalam agenda-agenda pengabdian agama, dalam ayat Al-Qur’an disebut sebagai sikap menggunakan tangannya sendiri untuk membahayakan diri. Oleh karena itu, sosok-sosok yang melakukan pengorbanan dengan jalan mengundurkan diri dari tugas harus tetap mengikuti agenda-agenda pengabdian agama meski dengan kadar yang amat kecil. Mereka yang tak mampu terlibat secara aktif dapat ambil bagian dalam keindahan pengabdian agama dengan memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya. 

 

***

 

Artikel ini disiapkan dari ceramah Hoja Efendi yang disampaikan tanggal 2 Agustus 2007

 [1] Diterjemahkan dari artikel: https://herkul.org/kirik-testi/vazife/ 

 

Pin It
  • Dibuat oleh
Hak Cipta © 2024 Fethullah Gülen Situs Web. Seluruh isi materi yang ada dalam website ini sepenuhnya dilindungi undang-undang.
fgulen.com adalah website resmi Fethullah Gülen Hojaefendi.