Surah al-Syûrâ [42]: 30
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syuura, 30)
Menurut pandangan syariat bahwa setiap musibah atau cobaan yang menimpa diri kita, tidak lain adalah karena dosa yang telah kita lakukan. Tetapi jika kita disiksa karena dosa-dosa yang kita lakukan, tentunya musibah demi musibah akan terjadi di atas kepala kita dan kita tidak akan dapat beristirahat atau merasa senang sesaatpun, atau dengan kata lain, jika Allah menjatuhkan sanksinya kepada kita atas segala kesalahan yang kita lakukan di majelis-majelis kita, pastinya tidak seorangpun akan merasa tenang di muka bumi. Akan tetapi, karena Allah Maha Penyayang, maka setiap dosa yang dilakukan oleh manusia, maka hukumannya ditunda, agar kita dapat bertaubat dari dosa-dosa kita. Karena Allah mampu memaafkan setiap dosa, meskipun dosa setiap orang sangat banyak jumlahnya, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:
وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
Artinya: “Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahankesalahanmu).” (QS. Asy-Syuura, 30)
Perlu diketahui bahwa manusia dapat mengetahui bahwa segala cobaan atau musibah yang menimpa pada dirinya hanyalah dari hasil perbuatan manusia sendiri dan pengetahuan seperti itu hanya mereka dapati dari Al-Qur’an. Jadi, pemikiran apapun yang bertentangan dengan pendapat Al-Qur’an akan menyebabkan manusia saling menyalahkan dengan sesamanya, sehingga orang-orang yang suka berbuat salah akan selalu terkena musibah dari Allah.
Perlu diketahui bahwa Al-Qur’an menerangkan bahwa yang mendapat musibah karena telah melakukan dosa bukan orang lain, tetapi diri kita sendiri. Misalnya, karena kekeliruan kita, kita memecahkan secangkir teh yang panas, sehingga menyebabkan telapak kaki kita merasa sakit. Tentang kejadian semacam itu, kita tidak perlu marah atau menyalahkan orang lain, tetapi hendaknya kita mengoreksi diri kita sendiri, sehingga kita dapat memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang telah kita lakukan, tanpa menyalahkan orang lain seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa kita tidak boleh menganggap diri kita bersih dan menyalahkan orang lain, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:
فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
Artinya: “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm, 32)
Dan firman Allah berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.” (QS. Al-Hujurat, 12)
Perlu diketahui bahwa jika setiap orang yang mendapatkan cobaan atau musibah, kemudian ia mengakui dosa-dosanya, maka hal itu akan menimbulkan kesabaran bagi dirinya. Bukankah Rasulullah Saw. setiap mendapat kesulitan, maka beliau Saw. segera melakukan shalat, berdoa dan mohon ampun kepada Allah dari segala kekurangan yang biasa dilakukan oleh seorang ?
Kata “aidikum” yang disebutkan dalam firman Allah di atas, tidak hanya mengisyaratkan bahwa dosa-dosa yang dilakukan oleh tangan-tangan kalian, bukan itu saja, tetapi yang dilakukan oleh seluruh anggota tubuh kalian, mulai dari tangan, kaki, pendengaran dan penglihatan kalian, pokoknya setiap dosa yang dilakukan oleh anggota tubuh kalian. Karena itu, dapat kita sebutkan bahwa awal mula perbuatan dosa selalu diawali dari menggunjing orang lain dan diakhiri dengan perbuatan zina.
Adakalanya dosa-dosa yang kita lakukan cocok dengan berbagai musibah dan beratnya yang menimpa diri kita yang telah melakukan sejumlah perbuatan dosa. Dan adakalanya juga kita dapatkan dosa-dosa yang kita lakukan, tetapi setiap mukmin menanggapi segala musibah yang menimpa dirinya adalah untuk membersihkan dosa-dosanya, sehingga diri setiap mukmin selalu bersih, karena ia selalu menjaga hatinya dengan baik.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hatim bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Tidaklah seorang putra Adam as tertimpa musibah berupa terbentur kayu atau terbentur telapak kakinya atau mencucurkan keringatnya karena dosanya dan yang telah dimaafkan oleh Allah dari dosanya lebih besar.”[1]
Selanjutnya, baikpun Allah segera mengampuni dosa-dosanya atau merubahnya menjadi musibah baginya untuk membersihkan dosa-dosanya, tetapi tidak seorang pun yang tetap dalam dosa-dosanya, seperti yang dikatakan oleh Ali Ibnu Abi Thalib ra: “Allah itu Maha Adil, karena itu Allah tidak akan memperhitungkan hamba itu pada hari kiamat dari dosa yang telah lalu, karena Dia telah memberinya ampun baginya dan Allah tidak akan menyiksa seorang karena dosanya yang telah lalu, karena Allah telah menyiksanya ketika di dunia.”
Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan keteledoran diri kami dan tetapkan telapak kaki kami dan berilah kemenangan kami atas orang-orang kafir.
[1] Tafsir Ibnu Katsir dan Kasyful Ghummah 3/341,707.
- Dibuat oleh