Surah al-Anbiyâ’ [21]: 87
فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim.” (QS Al-Anbiyaa’, 87)
Firman Allah di atas mengisyaratkan bahwa umat Nabi Yunus as dibebaskan dari siksa yang telah dijanjikan oleh Nabi Yunus as kepada mereka. Disebutkan oleh sebagian ahli tafsir bahwa setelah sebagian dari kaumnya beriman, sedang kebanyakannya tidak beriman, maka Nabi Yunus as mengancam mereka bahwa Allah akan menurunkan siksa bagi mereka. Karena itu, Nabi Yunus as segera meninggalkan kampung halamannya sebelum mendapat perintah dari Allah. Karena perbuatan Nabi Yunus as itu termasuk perbuatan yang kurang etika menurut Allah, maka ia ditelan ikan. Setelah ia merasa kecewa atas perbuatannya, maka ia menyesali dirinya, kemudian ia segera bermunajah kepada Allah, seperti yang disebutkan dalam firman Allah ini, “Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim.” (QS Al-Anbiyaa’, 87)
Sebenarnya, setiap kekeliruan yang dilakukan oleh seorang nabi secara tidak sengaja, maka ia harus segera kembali kepada Allah untuk minta ampun atas kekeliruannya itu, seperti yang pernah dilakukan oleh Adam as ketika ia melanggar larangan Allah, maka ia segera bertaubat, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut , Artinya, Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Al-A’raaf, 23)
Demikian pula ketika Nabi Musa as ketika berbuat kekeliruan telah memukul mati seorang dari musuhnya, maka ia berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.” (QS Al-Qashash, 16)
Kita tidak pernah mengetahui kekeliruan apapun yang dilakukan oleh Nabi Saw., tetapi beliau Saw. pernah mengajari sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq ra doa berikut, “Ya Allah, sesungguhnya aku suka menzhalimi diriku dengan kezhaliman yang banyak.”[1]
Jika kita perhatikan ayat kedua, kita simpulkan bahwa Allah memperlihatkan keagungan dan keMaha Esaan-Nya dengan kekuatan yang luar biasa, yaitu ketika Allah menyebutkan bahwa tiada Tuhan selain Allah.
Setelah sebab musabab tidak ada, barulah kami lihat Yunus as juga meniadakan sebab musabab. Inilah yang harus kita pahami benar-benar, karena setiap manusia tidak mempunyai daya apapun untuk menolak apa saja yang telah ditetapkan oleh Allah. Hendaknya setiap orang mengembalikan segala urusannya hanya kepada Allah, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut, “Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orangorang yang zhalim.” (QS Al-Anbiyaa’, 87)
Firman Allah di atas menunjukkan kepada kita bahwa Nabi Yunus as mengaku sangat lemah dengan berbuat kekeliruan. Karena itu, ia mohon pertolongan dan rahmat Allah. Karena itu, jalan yang termudah untuk mendapat rahmat dan ampunan Allah adalah jika seorang mau mengakui dosanya dan kekurangannya. Itulah yang biasa dilakukan oleh para nabi.
Dalam hal ini Ustadz Badiuz Zaman Sa’id An-Nursi berkata , ‚ Kalimat ‚Laa Ilaaha Illa Anta‛ mengisyaratkan kepada kita bahwa kalimat tersebut menunjukkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa dan Dia Yang berhak menentukan segala kehendak-Nya yang baik maupun yang buruk. Hanya Dia yang dapat menyelamatkan seorang dari kegelapan menuju kepada cahaya dan hanya Dia yang dapat menyelamatkan kita dari segala kesengsaraan dan kesulitan, yaitu dengan ucapan “Laa Ilaaha Illa Anta” Tetapi, yang perlu kita perhatikan di sini adalah bahwa Nabi Yunus as mengucapkan doa “Laa Ilaaha Illa Anta” karena keadaannya sangat memprihatinkan bagi dirinya pada waktu itu. Tetapi, jika kita biasa mengucapkan kalimat “Laa Ilaaha Illaallah” sebagai ganti dari ucapan “Laa Ilaaha Illa Anta”, karena ucapan tersebut mengandung pengakuan keagungan Allah dan kelemahan hamba-Nya.
Nabi Yunus as mengucapkan kalimat tersebut sebagai pengakuan bahwa dirinya amat lemah dan ia tidak dapat berbuat apapun untuk menyelamatkan dirinya, karena pada waktu itu ia berada di dalam kegelapan malam, kegelapan laut dan kegelapan di dalam perut ikan, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut, “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).” (QS Al-Baqarah, 257) “Dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.” (QS Al-Baqarah, 17)
Sebelum Nabi Yunus as mengalami ujian seperti itu, beliau adalah seorang nabi yang paling mengenal kepada Allah. Beliau bertauhid penuh kepada-Nya, demikian pula ketika beliau menyesali perbuatannya, maka beliau mengucapkan,
سُبْحَانَكَ
Artinya, “Maha Suci Engkau.”
Maksudnya, “Aku berharap pertolongan-Mu dan aku mengakui keEsaan-Mu dan segala apa yang Engkau tetapkan adalah kebijaksanaan-Mu semata, sedang aku hanyalah seorang hamba yang tidak berdaya untuk menghadapi segala ketetapan-Mu.”
Adapun ucapan Yunus as, “Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim.” (QS Al-Anbiyaa’, 87)
Seorang tidak akan mengakui kesalahannya sekecil apapun, kecuali para nabi. Mereka mengakui kekeliruannya sekecil apapun sebagai dosa yang sangat besar. Karena itu, mereka mengakui kelemahan diri mereka dan sekaligus mengakui kebesaran dan keagungan Allah. Karena itu, Allah segera mengabulkan doa Nabi Yunus as, seperti yang disebutkan dalam firman Allah sebagai berikut, “Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orangorang yang beriman.” (QS Al-Anbiyaa’, 88)
Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menyelamatkan Nabi Yunus as dari kedukaannya, maka selamatkanlah diri kami dari segala kesulitan dan kedukaan dengan rahmat-Mu yang telah mengutus para nabi untuk membawa rahmat bagi semua makhluk.
[1] HR.Bukhari, Al-Adzan 149, At-Tauhid 9, Ad-Da’awat,16; Muslim, Adz-Dzikr 47-48, Hudud 23; Ibnu Majah, Ad-Du’a’ 2; Tirmidzi, Ad-Da’awat 96; An-Nasa’i, As-Sahwu 59.
- Dibuat oleh