Kita Dan Sejarah Yang Terulang
Pertanyaan: Apakah peristiwa hijrahnya Nabi Kita Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu persembunyiannya di dalam gua, serta beragam peristiwa lainnya, jika dilihat dari kaidah "terulangnya beragam peristiwa dalam sejarah", apakah juga akan terjadi kepada kita?
Jawab: Pertama-tama kita harus memastikan hal ini: bahwasanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memperlihatkan segala yang akan terjadi di dunia hingga datangnya hari kiamat nanti dalam skala miniatur di masa Asr Saadah[1]. Dengan demikian, umat Baginda Nabi Muhammad dapat menemukan solusi dan jalan keluar dari setiap peristiwa baru, kondisi kehidupan yang berubah seiring berjalannya waktu, dan setiap permasalahan yang hukumnya belum jelas dengan merujuk pada masa itu. Pada dasarnya karya-karya besar para salaf saleh yang dihasilkan lewat ijtihad-ijtihad yang mereka lakukan adalah usaha penafsiran dan penggambaran ulang mikro film di Asr Saadah tersebut.
Sangat penting untuk dicatat bahwa: Peristiwa-peristiwa sejarah itu tidak terjadi sama persis. Ia muncul dalam keadaan yang mirip. Dengan ini bisa dikatakan bahwa para sejarawan positif yang memperkirakan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu akan terulang kembali dalam bentuk yang sama persis, sesungguhnya mereka berada dalam ketertipuan dan kesalahan yang nyata. Bisa jadi mereka tertipu karena ada beberapa peristiwa yang terjadi dan tampak terulang sama persis. Ini adalah perwujudan dari campur aduknya hal yang asli dan hal yang bayangan.
Maka dari itu, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa hijrah dan perjalanan hijrah, bisa dikatakan dapat kembali terjadi pada periode masa lainnya. Misalnya, di masa kini, kita masih berada dalam sebuah jalur yang seperti ini sejak masa lalu. Dengan ungkapan hadis, "Muhajir adalah orang yang menghindari larangan-larangan Allah," kita selalu hidup dalam hijrah dengan menjauhi hal-hal haram dalam kehidupan pribadi kita. Sebagian besar teman-teman kita pun selain melakukan hijrah secara materi, mereka juga berhijrah demi bisa memenuhi kebutuhan hizmet untuk melayani agama dan umat manusia, baik dalam level individu maupun dalam level keluarga. Khususnya di Asia Tengah, runtuhnya rezim komunis semakin mempercepat dan mempermudah perkembangan hijrah. Sementara pembukaan-pembukaan di berbagai tempat seperti Eropa, Amerika, Australia, dan belahan bumi lainnya demi memperdengarkan nilai-nilai Islam kepada seluruh umat manusia adalah sebuah dimensi lain yang terbentuk darinya.
Namun ada satu hal khusus yang perlu kita perhatikan disini: Hijrah yang dilakukan, syaratnya adalah dilakukan hanya untuk Allah, tanpa ada harapan dan pamrih tertentu. Keberhasilan untuk mewujudkannya bergantung pada bagaimana seseorang dapat menjaga kesehatan dunia batinnya, bagaimana ia mampu menemukan jati dirinya, bagaimana ia memperkuat hubungannya dengan Allah, dimana pun ia berada selalu melihatNya, mendengarNya, dan mengeja nama AgungNya. Ya, saya pikir, jika ada orang yang ingin meninggalkan rumah, keluarga, tanah air, dan negara, maka ia harus menukarnya dengan harga yang sangat mahal. Pengorbanan ini harus dilakukan demi tujuan dan cita-cita yang sangat agung. Selain itu, memang Allah Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun menunjukkan tujuan dan target ini kepada kita. Tujuannya adalah Allah, surgaNya, melihat tajali asma jamalNya, ridaNya, dan syafaat RasulNya.
Dalam barisan Para Sahabat terdapat seseorang yang tidak kita ketahui namanya. Dikarenakan tak dapat mengatur keseimbangan hati dan ketulusan niat hijrahnya, padahal ia telah melewati beragam kesulitan, rintangan, dan tantangan sebagaimana juga dihadapi para sahabat lainnya, ia justru kalah di depan pintu kemenangan. Ketika keadaan sahabat yang hijrah dari Mekkah ke Madinah demi seorang wanita ini diceritakan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa yang berhijrah karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju."[2] Artinya, ia tidak dapat mencapai posisi para muhajir Allah dan Rasulullah yang sesungguhnya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa keseimbangan hati, muraqabah dan muhasabah dalam diri, serta niat yang ikhlas lebih penting daripada hal selainnya.
Ya, tidak ada satupun dari para Ashabul Kiram diberi perintah, "Setelah hijrah yang akan kalian lewati dengan beragam pengorbanan besar itu, ada banyak imbalan menunggu!" atau dengan kata lain, "Satu atau sepuluh tahun ke depan kalian akan membuat perhitungan dengan dunia. Kalian akan tersebar ke seantero jagat raya. Kalian akan menjadi gubernur, walikota, dan penguasa". Tidak, sekali-kali tidak. Para sahabat hanya diberi tujuan untuk kemudian diperintahkan "Pergilah berhijrah ke Madinah!" Mereka pun berhijrah meskipun terdapat banyak tantangan menghadang. Ya. Sumber dari semangat ini berasal dari bagaimana seseorang yang memiliki semangat berhijrah tersebut mampu mengatur kehidupan batinnya dengan baik, serta seberapa kuat ia membangun hubungan dengan Allah Ta'ala. Oleh karena itu Yunus Emre menyebut orang-orang seperti itu:
Meski derita datang dari Sang Jalal,
ataupun anugerah dari Sang Jamal
Keduanya menentramkan,
KaruniaNya indah, derita dariNya pun indah.
Tanpa ada tekanan batin. Tanpa terjatuh dan terperosok masuk ke dalam keraguan.
Hari ini Allah pun memberikan kesempatan hijrah kepada kita semua. Segala puji dan syukur tak terhingga bagi Allah Ta'ala yang telah memberikan takdir ini. Jadi, orang-orang yang sedang menjalani hijrahnya, agar amalan mereka tidak sia-sia, maka mereka harus mengatur dunia batin mereka dengan baik.
Dalam pertanyaan, gua juga dibahas. Ya, seperti yang disampaikan dalam kesempatan sebelumnya, dalam hijrah ini pun, baik sebagai individu maupun masyarakat kita seakan hidup dalam suasana periode gua di masa itu. Meskipun pada hari ini kecepatan pekerjaan dakwah ini terlihat seperti berkurang, tetapi hingga kemarin masih banyak anggota masyarakat mengabaikan orang-orang yang muncul ke permukaan dengan pemikiran seorang muslim. Mereka bahkan memburunya selama bertahun-tahun tanpa mempedulikan air matanya. Bahkan tanpa memberikan kesempatan untuk mengutarakan gagasan mereka untuk bangsa, negara, dan agamanya, mereka dihukum dalam ketiadaan dan tidak dianggap. Ya, semua hal tersebut merupakan manifestasi dari periode gua yang kita bahas tadi tetapi dalam dimensi berbeda.
Dan sekarang mari kita tutup pembahasan ini dengan isyarat yang menunjukkan peristiwa ini pada dimensi lainnya. Awal mulanya, orang-orang yang ingin mengabdi dan berkhidmah untuk bangsa, negara, dan agamanya, mereka harus membuat rencana dalam jangka waktu yang sangat panjang. Mereka harus siap dari sekarang untuk menghadapi kewajiban dan tanggung jawab besar yang akan datang di masa depan. Mereka harus selalu menciptakan proyek untuk menyampaikan hakikat agama kepada orang – orang yang selalu memusuhi mereka yang berkhidmah pada agama. Bahkan kepada yang lebih dari sekedar memusuhi, kepada para musuh Allah dan Rasulullah. Kepada orang-orang yang menyebabkan manusia berhijrah dan kepada orang-orang yang ingin melumpuhkan mereka. Bisa saja hal ini dianggap pasif menurut pemikiran beberapa orang, namun saya kira sebaliknya. Bahwa hal itu merupakan pengabdian yang menjanjikan masa depan yang kekal untuk perkembangan bangsa kita. Mereka yang menjalankan pengabdian dengan cara inilah yang sebenarnya sedang aktif mengabdi.
Ya. Hari kemarin telah pergi.. hari ini pun akan pergi... sedangkan esok, apakah kita masih bisa menghembuskan nafas atau tidak, belum pasti. Untuk itu, harus diketahui bahwasanya umur kita yang sejati adalah umur yang kita lewatkan dengan hijrah dan perjuangan untuk melayani umat. Kita harus memanfaatkannya semaksimal dan seefisien mungkin.
(Diterjemahkan dari artikel berjudul ‘Tarihî Tekerrürler Ve Biz’ dari Buku Prizma 1)
Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan pengulangan periode hijrah dan sembunyi di dalam gua pada artikel di atas
2. Menurut artikel tersebut, bagaimana langkah yang harus diambil untuk menghadapi orang-orang yang memusuhi agama?
3. Bagaimana seharusnya kita memanfaatkan umur kita sehingga menjadi umur yang sejati?
[1] Masa Kebahagiaan, masa dimana Baginda Nabi hidup di tengah-tengah sahabatnya
[2] “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan RasulNya, maka hijrahnya untuk Allah dan RasulNya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya untuk yang ia tuju (HR. Bukhari no.1 dan Muslim no. 1907
- Dibuat oleh