Menemukan Jati Diri Kita
Abad ini adalah abad yang disesaki begitu banyak masalah, dan tampaknya hal ini akan terus berlanjut. Ada satu masalah masa kini yang telah menenggelamkan semua masalah lain disebabkan sebegitu besar dan sulitnya masalah yang satu ini untuk diatasi. Itulah sebabnya, kita tidak boleh meremehkan masalah yang satu ini. Masalah berat yang saya maksud ini adalah sikap bangsa kita, dari kalangan generasi muda khususnya, yang selalu meremehkan harga diri kita sendiri. Sungguh jika masalah ini tidak segera diatasi oleh orang-orang yang kompeten sebelum semuanya terlambat, maka kita pasti akan terperosok pada kehancuran luar biasa. Kita akan terbenam dalam kegelapan disebabkan peristiwa yang akan terjadi tanpa pernah kita duga sebelumnya.
Tumor yang muncul di masa lalu dalam bentuk sikap lalai, tak acuh, rendah kemampuan, dan mimpi kosong perubahan, pasti akan menjadi kanker yang dengan cepat menjalar ke sekujur tubuh kita. Kanker ini akan menggerogoti setiap sendi masyarakat kita dan akan menyamarkan warna mereka yang sebenarnya. Berapa kali tubuh kita terguncang disebabkan penyakit seperti ini sehingga kita nyaris tewas? Berapa kali kita menganggap bahwa malapetaka yang menimpa kita sebenarnya hanyalah sebuah takdir buruk yang harus kita terima? Berapa kali kita melontarkan kata-kata yang sama sekali tidak tepat untuk menghadapi musibah yang kita alami? Berapa kali kita menjadi salah tingkah ketika kegelapan datang tanpa pernah tahu apa yang dapat kita lakukan? Berapa kali kita hanya bisa berkata "lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh" tanpa pernah sanggup berbuat apa-apa?
Sialnya, di tengah gelombang malapetaka yang terus datang menghantam, sebagian dari kita justru terus bersikap dungu seperti itu, atau sibuk menghujat orang lain yang mereka anggap lebih bodoh dibandingkan mereka sendiri.
Daripada menyalah-nyalahkan apa yang mereka lakukan, yang harus kita lakukan terhadap orang-orang seperti ini adalah menunjukkan kepada mereka sebuah kehidupan baru yang akan segera terbit di kaki langit peradaban. Kita juga harus mengajak mereka agar mau menghargai kemampuan mereka serta membuang jauh-jauh sikap menggampangkan semua perkara. Semua itu perlu kita lakukan demi menghilangkan kekesalan atau bahkan kemarahan yang mereka tujukan kepada kita. Kita memang harus bersikap baik kepada mereka agar sikap saling memahami dapat terwujud dengan baik
Kita harus menyadari bahwa bangunan masyarakat kita memiliki memiliki begitu banyak pola pikir, ideologi, paham, dan falsafah hidup. Oleh sebab itu, jika kita telisik kekayaan bangsa kita, dengan mudah kita dapat menemukan jejak pemikiran ala Prancis, interpretasi ala Jerman, pola nalar ala Inggris, dan sebagainaya. Bahkan sampai saat ini kita masih dapat menemukan banyak rakyat kita yang mabuk oleh liberalisme Amerika Serikat. Semua anasir asing inilah yang akan selalu menjadi penghalang bagi kita untuk bergerak maju ke depan.
Semua paham, interpretasi, dan falsafah asing ini selalu memberi dampak negatif bagi budaya bangsa kita. Tapi kita juga dapat memberi apresiasi dengan mengatakan bahwa keragaman seperti ini adalah sebuah kekayaan bangsa yang berharga. Bagi saya, yang terpenting adalah bagaimana bangsa kita dapat menjaga nilai-nilai kepribadian dan jati diri mereka sendiri.
Tapi yang membuat kita sedih adalah karena orang-orang yang seharusnya bisa menggali manfaat dari keragaman budaya ini ternyata tidak mampu mendapatkan faedah apa-apa dari kekayaan ini. Padahal inilah waktunya bagi kita untuk segera membuang segala hal yang tidak berguna dan menemukan alternatif pengganti yang lebih baik daripada semua unsur asing yang ada di tangan kita.
Saat ini kondisi kita sangat mirip dengan pekerja tambang yang menemukan letak emas di dalam tanah setelah melihat kondisi tanah dan bebatuan yang digalinya. Tapi sayangnya, pekerja tambang itu terus saja menggali tanah dan batu tanpa pernah berhasil menemukan emas yang dicarinya karena dia selalu salah ketika mencari sumber emas yang diinginkannya.
Berapa kali sebenarnya kita berhasil menemukan sumber cahaya tapi kita tidak pernah menggunakannya untuk menerangi hidup kita? Alih-alih menemukan cahaya terang, yang sering kita lakukan adalah membuat kebakaran di mana-mana karena kita selalu salah dalam menggunakan sumber cahaya yang kita temukan.
Satu hal lain yang mengherankan adalah ketika kita menemukan orang-orang yang mengetahui "satu atau dua potong" ilmu pengetahuan, mereka langsung menganggap remeh orang lain. Bahkan ada orang tertentu yang baru bisa berpikir "satu dua jengkal", tapi kemudian mengira bahwa dirinya adalah seorang filsuf!
Mereka yang memegang kekuasaan selalu meletakkan rasionalitas dan logika di tempat terasing sambil tetap menjadikan kekuatan sebagai alat utama yang mereka gunakan. Para politisi selalu menjadikan partai sebagai tujuan utama dan mereka siap menggadaikan atau bahkan mengorbankan segalanya demi partai. Sendi-sendi ekonomi, politik, dan kultur kita pun remuk karena terjerumus dalam lingkaran setan untuk "saling menjatuhkan" yang muncul dari sikap dengki dan persaingan yang tidak sehat. Bahkan tak kurang dari remaja kita sudah banyak yang gemar berkelahi baik menggunakan kayu maupun mainan yang terbuat dari bulu. Generasi muda kita seakan sedang digiring untuk menghilangkan rasa nasionalisme dari diri mereka. Alih-alih membangun jiwa patriotik yang kuat, anak-anak muda kita justru diajak untuk merobohkan struktuk kebangsaan kita.
Kenapa semua itu terjadi?! Kenapa kita tidak saling mencintai jika sebenarnya kita dapat saling mencintai?! Kepana kita tidak membangun persaudaraan abadi?! Kenapa kita tidak saling berbagi kesenangan dan kesedihan, suka dan duka?! Apakah kerja keras untuk menyentuh hati manusia terasa lebih berat bagi kita dibandingkan berperang di medan laga?! Apakah "gumpalan daging" paling berharga yang bernama hati, yang seharusnya hanya layak menjadi tempat bagi cinta, toleransi, kepedulian, dan sikap berbagi, justru kita isi dengan amarah, dengki, dan kebencian?! Tentu tidak!!
Saya bersumpah demi Allah yang telah menciptakan hati bahwa gumpalan daging paling berharga yang telah dia sematkan di dalam diri setiap manusia tidak boleh dibiarkan terus tertutup dari kebajikan, sebagaimana ia juga tidak boleh dibiarkan terus terbuka dari segala bentuk keburukan!
Semua penakluk terhebat yang ada dalam sejarah selalu memulai langkah mereka dengan menaklukkan hati manusia. Setelah itu barulah mereka menjangkau pelabuhan dan wilayah di empat penjuru mata angin. Kalau saja mereka tidak pernah mampu merasuk ke dalam hati rakyat Anatolia, mereka pasti tidak akan pernah berjaya di Manzikert. Kalau saja para pemuda yang sedang terkepung di Istambul tidak memiliki hati yang penuh dengan cita-cita luhur, mereka pasti tidak akan pernah mampu menghadapi serangan altileri pasukan Bizantium.
Ya. Itulah sebuah jejaring cinta dan kasih sayang yang dimiliki hati setiap muslim yang saling berkait satu sama lain, untuk kemudian menyatukan mereka dalam satu jalinan erat yang berkelindan kuat. Ketika jalinan itu mencapai tanah, umat manusia pun bergegas mempersembahkan hati mereka kepada Islam untuk kemudian maju bersama sembari mendengarkan legenda tentang cinta yang menyatukan mereka sebagai satu umat.
Jika kita mengetahui semua itu, lantas darimanakah gerangan datangnya sifat dengki, benci, dan intoleransi yang kita miliki saat ini, padahal sejarah kita selalu bersih dari sifat-sifat buruk seperti itu? Kenapa kita saling membenci dan saling memangsa? Bahkan kenapa sebagian kita sangat ingin menghabisi sebagian kita yang lain? Padahal sejak dua abad terakhir kita selalu takjub dan begitu mencintai Prancis, Jerman, Inggris, Amerika, dan terakhir, Jepang?! Apakah kita sedang mengalami krisis kepribadian?! Atau kalau pun kepribadian kita baik-baik saja, lantas kenapa kita selalu menunjukkan sikap bahwa kita sama sekali tidak punya kebaikan apa-apa sehingga kita harus mencari kebaikan dari luar negeri?! Dan ketika itu terjadi, kita pun mencampakkan nilai-nilai luhur bangsa kita yang telah berumur lebih dari seribu tahun demi mengejar mimpi dan imajinasi kosong....
Kita pun kembali melanjutkan langkah kita untuk menemukan kesia-siaan baru yang hampa.
Di tengah keterpurukan itu tumbulah satu generasi baru yang sama sekali tidak memiliki landasan spiritual dan intelektual. Begitu dungu dan tak terarah. Hidup di bawah bayang-bayang nafsu, ambisi, dan mimpi siang bolong!
Sebuah generasi bodoh yang kehilangan ketajaman metafisika, kosong dari nasionalisme, dan takkan pernah mampu menemukan jawaban atas pertanyaan "Siapakah aku?" meski mereka sudah menjelajah tujuh cakrawala!
Generasi bingung yang terpenjara oleh hedonisme. Hidup tanpa lisan dan hati. Gemar mencampur aduk antara agama dan dongeng. Bobrok moralnya karena mabuk oleh pornografi. Memuja seni karena mengira seni adalah pelampiasan birahi. Mengubah sajak dan puisi menjadi bualan tanpa isi.
Kelak, generasi seperti ini akan menemukan diri mereka terpanggang di tengah gurun yang membakar; berkelahi dengan gerombolan lain yang sama-sama bodoh. Kita tidak perlu berpikir keras untuk mengetahui bahwa itulah ujung dari nasib sebuah generasi bodoh semacam itu.
Tentu saja generasi rusak ini akan memusuhi siapapun yang ada di dekat mereka serta mengutuk masa lalu mereka. Mereka akan kehilangan rasa percaya diri dan sikap untuk mempercayai orang lain. Iman mereka akan musnah. Penyesalan akan menggerogoti mereka sehingga tumpullah rasa kemanusiaan mereka.
Generasi ini akan memilih untuk menyerahkan pendidikan anak-anak mereka ke tangan orang asing, sehingga anak-anak mereka akan tumbuh di bawah pendidikan sekolah asing. Kehidupan mereka akan terbalik dan selalu dekat dengan kebohongan. Mereka akan menjadi lebih dekat dengan orang asing daripada dengan kita. Mereka akan selalu menyambut hangat uluran tangan pihak asing, tapi mereka akan bersikap dingin ketika berhubungan antarsesama mereka sendiri.
Mereka itulah orang-orang imannya rusak oleh timbunan syubhat. Rasa percaya diri mereka selalu berguncang. Mimpi-mimpi mereka takkan ada yang pernah menjadi kenyataan. Hati mereka seperti sungai yang kering airnya. Emosi kemanusiaan mereka hanya berkutat di sekitar rasa dengki, benci, dan hasrat memusuhi. Hati mereka kosong dan hanya berisi ketakutan-ketakutan.
Mereka selalu senang meski hidup tanpa tujuan. Tak pernah peduli berapa lama mereka telah tersesat. Wawasan mereka sempit dan gelap. Napas mereka selalu sesak, meski udara di sekitar mereka cerah menyegarkan!
Tentu saja, usaha untuk mengembuskan daya hidup ke tubuh mayat hidup seperti mereka amatlah sukar. Karena generasi rusak seperti ini telah terasing dari kehidupan seperti yang kita ketahui dan jauh dari nilai-nilai luhur yang seharusnya mereka miliki. Namun meski demikian, tugas untuk menyadarkan mereka ada di tangan kita. Kita harus yakin bahwa suatu saat mereka akan mampu berdiri tegak seperti mayat yang terkejut ketika mendengar sangkakala Israfil, untuk kemudian menyadari keberadaan mereka kembali. Dan itu baru akan terjadi, jika Allah berkenan menjadikan kita mau menyadarkan mereka.
Ya. Bukanlah sebuah pekerjaan mudah untuk membangun masyarakat dan memperbaiki segala yang sudah rusak selama berabad-abad. Tapi para pewaris bumi adalah orang-orang yang tidak pernah menyerah untuk melakukan perubahan dengan mengubah arah kaum tertindas. Para pewaris bumi pasti mampu membangun surga untuk orang lain sembari mengenyampingkan urusan dunia mereka. Mereka akan mampu mengisi kekosongan di tengah masyarakat rusak yang mereka telah diperintahkan untuk meniupkan daya hidup ke tengah masyarakat tersebut dengan penuh welas asih. Mereka akan dengan senang hati memandang istana orang lain dengan kaca minus yang akan membuat gemerlap istana itu menjadi kecil seperti dosa-dosa para penghuninya. Mereka akan mampu membimbing orang lain menuju beberapa pilihan jalan yang dapat menyelamatkan mereka dari kesalahan dengan kesigapan seorang tabib cerdas yang mampu membuat para pasiennya tidak merasakan sakit yang mereka derita. Tanpa sedikit pun menyinggung si pasien dan tanpa sedikit pun niat untuk menyebarluaskan aib mereka.
Kita tentu tidak perlu membayangkan bahwa mengubah sebuah masyarakat yang telah terpuruk selama dua abad, dapat dilakukan dengan satu keajaiban! Tentu tidaklah mudah untuk menegakkan keimanan di kandang kekufuran, sebagaimana tidak mudah pula untuk mewujudkan kesatuan di tengah liang perpecahan; menciptakan keteraturan di tengah kekacauan; menegakkan moralitas di tengah masyarakat tak bermoral; dan menebarkan cinta kepada Allah dan bangsa di hati orang-orang yang selalu tunduk pada syahwat.
Ya. Tidaklah mudah menghapus noda yang telah melekat selama ratusan tahun; mengusir kekufuran yang telah lama bertahta mengantikan keimanan; mengenyahkan ketidakpedulian yang telah menjungkirbalikkan moralitas; untuk kemudian menegakkan nilai-nilai yang diajarkan Allah dan Rasulullah s.a.w.
Sejak bertahun-tahun lamanya, norma-norma yang menjadikan sebuah masyarakat sebagai masyarakat sejati dan mengubah segerombolan orang menjadi sebuah masyarakat beradab telah hancur. Dan itu terjadi di dunia yang kita hidup di dalamnya. Semuanya diganti oleh berbagai ideologi sesat dan kebobrokan moral yang parah. Rasa tanggung jawab tercerabut dari hati manusia dan energi yang mereka miliki digiring ke arah bohemianisme.
Di tengah masa-masa buruk seperti itu, di mana mimpi dan khayalan selalu berganti setiap hari dengan gerombolan manusia membebek di belakangnya, entah berapa banyak orang yang terperosok dalam ketidakpastian. Roh-roh bergentayangan seraya berkata: "Sampai berapa lama tanganku terbelenggu?!" Lalu partikel udara menyahut: "Betapa malunya aku karena harus melihat banyak hal yang seharusnya tidak layak ada! Duhai seandainya saja aku dapat menghindar dari kesia-siaan!" Sementara itu, seorang penguasa menimpali: "Aku berbuat bejat seperti ini agar aku selamat!" Dan yang lain tak mau kalah: "Aku tak peduli halal atau haram, yang penting aku bebas!"
Sekarang, semua karut-marut ini berada di pundak kita dan siapapun yang masih mencintai negeri ini. Tugas kita adalah membereskan kekacauan ini dan menggerakkan lagi gairah kehidupan sesuai dengan wawasan kita. Ya. Kita memang harus kembali ke "kawasan suci" nasionalisme kita dan menggunakan hak kita sampai batas terakhirnya. Kita harus kembali bergerak seperti para hawari dan orang-orang muslim awal dengan tekad seteguh karang yang telah dilupakan oleh tahun-tahun penuh kegelapan. Kita harus melewati hari-hari kita dari satu hijrah ke hijrah yang lain, karena kita selalu didorong oleh kesadaran penuh atas iman, kepatuhan, dan 'irfân yang selalu ada di manapun manusia berada. Kita akan bekerja keras untuk kembali membuat ukiran indah di atas lempengan pemikiran dan pergerakan yang telah dibuat oleh orang-orang pecinta kebenaran yang selalu mendambakan keridhaan Allah s.w.t.
Kita meyakini bahwa semua yang ada di bumi pasti mau menyambut uluran tangan yang penuh dengan ketulusan ini, asalkan kita mau mengulurkan tangan kepada mereka. Sebuah tekad bulat yang matang dan kokoh, pasti mampu mengibarkan panji-panji agama, ungkapan hati, dan risalah kita ke seluruh penjuru dunia, dari satu negara ke negara lainnya. Ia pasti akan disambut di setiap rumah yang didatanginya, dari satu pintu ke pintu lainnya, seperti layaknya Nabi Khidir a.s., untuk kemudian menyampaikan pemikiran yang akan menjadi obat mujarab bagi semua penyakit yang diderita manusia.
Ya. Mereka pasti akan melesat ke keabadian untuk kemudian bersahabat dengan Musa a.s. dan Khidir a.s. di mana pun mereka berada. Mereka akan mampu membangun dinding baja seperti yang dulu dibangung Dzul Qarnain, serta membimbing orang-orang yang telah sekian lama "bersembunyi di dalam gua" menuju kebangkitan baru. Semoga saja mereka –di mana pun mereka berada- akan berhasil mewujudkan sebuah kebangkitan baru yang menjadi kebangkitan paling hebat yang telah dinantikan selama berabad-abad...
- Dibuat oleh