Dari Kekacauan Menuju Keteraturan-II
Harmoni antara makhluk dan berbagai fenomena yang terjadi di jagad raya adalah sebuah keniscayaan dan terjadi begitu saja, sedangkan aturan yang mengatur manusia terjadi berdasarkan kehendak bebas yang mereka miliki. Untuk yang terakhir, sumber terutamanya adalah rasa takut kepada Allah. Keteraturan adalah sebuah istilah yang merangkum ketenteraman, ketenangan, harmoni, dan harapan akan masa depan yang cerah. Ketenteraman dan harmoni tentu tidak dapat ditunggu dari kondisi kacau (chaos), sebagaimana halnya masa depan yang cerah juga tidak mungkin terwujud dari anarki.
Pada mulanya, keteraturan terkesan sebagai produk dari kehendak dan pemikiran manusia yang berdiri sendiri. Sebab pikiran memang tidak berada di bawah kendali jiwa dan tidak pernah bisa memutuskan hubungan dengan kejahatan. Bahkan banyak naluri baik yang terdapat di dalam pikiran berubah menjadi ratapan yang kemudian menyimpang menjadi kekacauan.
Sejak jagad raya tercipta, semua makhluk selain manusia selalu berada dalam keteraturan. Harmoni dalam gerakan molekul, keserasian dalam penampilan bunga, keseimbangan dan keserasian antara semua makhluk baik yang hidup maupun yang mati, peredaran bintang-bintang di langit yang menuturkan puisi untuk kita, berbagai makna yang disampaikan oleh bunga, dedauan, dan ranting-dahan pepohonan... Semuanya bergerak dalam keteraturan luar biasa yang melingkupi segalanya.
Ya. Jika nurani manusia mau merenungi "kitab penciptaan" barang sejenak, pastilah ia akan dapat melihat keteraturan dan harmoni tersebar di seluruh semesta. Semuanya akan terlihat indah dengan kandungan makna yang dahsyat. Untuk dapat melakukan itu, kita tidak perlu memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi, karena hati manusia –termasuk yang memiliki tingkat kepekaan yang rendah- pasti mampu merasakan setiap warna, rupa, suara, dan keindahan syair atau lagu dengan warna tak terhingga yang terkandung dalam gelegar petir seperti yang juga terkandung di dalam kicauan burung; dalam penampilan bunga yang indah seperti yang juga terkandung dalam keindahan langit malam. Tapi orang-orang yang berada di barisan terdepan di antara mereka yang melangkah ke depan adalah mereka yang memahami fisika, kimia, dan biologi, dan astrofisika kehidupan.
Segala sesuatu berkata: keteraturan... harmoni...
Segala sesuatu melantunkan makna spiritual yang terkandung di dalam segenap entitas. Segala sesuatu: dari kegundahan ombak samudera sampai nyanyian sendu padang pasir yang tak pernah henti memetik dawai hati kita; dari keheningan lembah sampai puncak ketinggian gunung-gunung; dari kedalaman laut yang sunyi sampai kemeriahan langit malam.
Jika segala sesuatu begitu teratur dan harmonis, maka bagaimanakah sebenarnya ketidakteraturan –yang kita sebut "kekacauan"- bisa terjadi di muka bumi?
Dunia memang mengenal kekacauan dan kesemrawutan dari tingkah-polah manusia yang akalnya tidak mau tunduk kepada Allah, membiarkan hasrat mereka tunduk pada kejahatan, dan tidak pernah mengisi hati mereka dengan kebaikan.
Manusia adalah satu jenis makhluk dengan pelbagai ambisi yang tak terbatas dan kelemahan yang banyak sehingga mereka tidak dapat dibandingkan dengan makhluk lain. Telah kita ketahui bahwa di setiap kelemahan yang dimiliki manusia –seperti sifat tamak, dengki, benci, marah, kejam, dan berahi- terkandung berbagai kekuatan negatif seperti nafsu untuk merusak, menyia-nyiakan segala sesuatu, dan hasrat untuk membuat kekacauan dengan tingkat yang berbeda-beda. Sebab itulah setiap manusia tidak dapat lari dari hal-hal buruk jika manusia yang bersangkutan tidak mampu mengendalikan keinginan buruknya dengan pendidikan yang baik, agar ia dapat menjadi manusia yang baik. Selain itu ia juga harus mau memenuhi semua kontrak sosial (social contract) dengan menyadari keberadaan orang lain dalam semua keinginan, kesenangan, kesedihan, hak, dan kebebasan.
Pendidikan yang dapat mengangkat harkat manusia dari manusia "potensial" menjadi manusia "nyata" adalah pendidikan yang memiliki dimensi ketuhanan. Kebudayaan kita harus mendapatkan nutrisi dari bunga yang tumbuh di taman kita dan dari sari pati spiritualitas kita sendiri. Semua itu harus dilakukan agar manusia tidak ditolak oleh kesadaran kolektif masyarakat dan dari kesadaran sejarah.
Kontrak sosial harus terwujud dalam bentuk terbaik sesuai dengan kondisi zaman dan dalam kerangka hak dan kemerdekaan manusia. Dengan demikian, maka setiap komunitas tidak akan kehilangan kekuatan, otoritas, kehormatan, dan harga diri mereka dalam konflik yang mungkin terjadi. Mereka juga tidak akan terperosok ke dalam lingkaran kerusakan yang selalu muncul di tengah konflik.
Tapi yang saya maksud dengan "kontrak sosial" di sini bukanlah sebuah kontrak kolektif yang tertulis hitam di atas putih dengan tanda tangan para tokoh masyarakat di atasnya. Yang saya maksud adalah sebuah "kesepakatan bersama" untuk setia kepada nilai-nilai kemanusiaan yang diikat dalam sebuah "kontrak" atau perjanjian yang diikat dan dibatasi oleh prinsip hak manusia, kebebasan, dan kecintaan pada kebenaran.
Selain itu, batas dan kerangka "kontrak" ini juga ditentukan oleh kondisi jiwa, tingkat spiritualitas setiap individu, keterserapan iman dan keyakinan ke dalam tabiat individu. Dengan proses seperti ini, maka kesadaran individu dapat seimbang dengan kualitas kemanusiaan yang dimilikinya. Sebuah komunitas yang terdiri dari individu-individu yang sudah melewati batas-batas fisik-jasmani dan kemudian hidup dalam kehidupan spiritual-rohani adalah komunitas ideal yang dapat menjadi contoh keteraturan. Di dunia manusia, keteraturan seperti ini selalu menjadi impian dan cita-cita yang hendak dicapai di masa depan, karena keteraturan menjadi cermin yang merefleksikan harmoni universal yang meliputi segala entitas.
Di dunia kita, negara berperan seperti nahkoda kapal yang mengurus aspek-aspek terpenting dalam kehidupan yang terbentuk dari moralitas dan keluhuran. Maka tugas nahkoda adalah mendayagunakan dan mengarahkan semua elemen yang berada di bawah kendalinya dengan sebaik-baiknya, serta menghantarkan mereka semua ke tujuan tanpa harus bertabrakan dengan gelombang malapetaka. Tentu saja hal itu hanya dapat terwujud dengan menciptakan harmoni antara semua awak yang dipimpin oleh sang nahkoda dengan keteraturan alam semesta.
Kita tentu tidak dapat membayangkan akan adanya sebuah masyarakat yang baik atau negara yang hebat tapi diisi oleh individu-individu yang selalu menolak nilai-nilai luhur dan memilih untuk menjadi segerombolan manusia tak bermoral. Selain itu kita juga sepakat bahwa masa depan yang diisi oleh para pembuat onar yang mengidap berbagai macam penyakit masyarakat pasti hanyalah omong kosong yang tidak ada artinya.
Jadi apapun istilah atau bentuk yang digunakan, impian untuk mencapai sesuatu atas nama stabilitas dan kemanan, tapi dilakukan dengan menggunakan kekerasan senjata, pasti hal itu tidak lebih dari sekedar impian belaka. Jadi jika negara atau pemerintah berharap akan mampu menjaga stabilitas dengan cara itu, maka itu adalah sebuah kebohongan yang tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Sebuah negara atau pemerintah tidak akan pernah tegak dengan kokoh kecuali hanya jika ia mampu menetapkan tujuan ideal yang akan menjamin kehidupan lebih baik bagi masyarakat. Caranya adalah dengan menentukan tugas setiap elemen masyarakat dan kemudian mengarahkannya pada sebuah tujuan tunggal. Singkatnya, kita harus merancang sebuah "tujuan tunggal" dalam setiap tindakan yang kita lakukan.
Ya. Setiap individu dan setiap elemen kehidupan memang harus menyiapkan dan merancang diri mereka masing-masing untuk mengangkat harkat umat manusia menuju puncak kejayaan. Hal itu perlu dilakukan agar semua perhitungan dan sumbangsih –meski sekecil apapun juga- yang diberikan setiap individu tidak akan melanggar harmoni alam semesta, dan agar semua komunitas manusia yang bermacam ragamnya tidak saling menghantam satu sama lain seperti ombak lautan.
Dulu, ketika ajaran Islam menguasai seluruh aspek kehidupan, kita pernah mencapai kejayaan seperti yang saya jelaskan di atas. Pada saat itu, umat manusia bergerak maju dalam harmoni yang bersijalin dengan gerak alamiah mereka. Pada masa keemasan itu Islam berhasil membuat setiap individu dan elemen masyarakat menjadi soko guru bagi keteraturan alam semesta.
Dengan merevisi cara pandang kita terhadap "keteraturan" dan dengan memperbarui keyakinan kita bahwa keinginan kitalah yang akan membawa harmoni ilahi ke dunia makhluk dan kehidupan manusia. Kita juga akan dapat menarik keseimbangan dalam hubungan internasional ke poros ini. Inilah sumbangsih terbesar dari generasi modern kepada masa yang akan datang. Saya mengira bahwa kita memiliki semua perangkat yang dibutuhkan untuk mengemban misi penting ini. Asalkan kita mau menelisik lagi keinginan kita, meneliti lagi kedudukan kita di depan Allah, menentukan lagi tujuan nasional kita, mengkonsolidasi strategi dan kebijakan yang kita ambil, dan merealisasikan semua rancangan yang telah kita miliki.
- Dibuat oleh