Seputar "Kekuasaan" Hati
Sejak zaman dahulu kala sampai saat ini, pelbagai bangsa di dunia telah melahirkan berbagai macam komunitas yang menyebar di banyak negara yang ada di permukaan bumi yang luas ini. Terkadang, kondisi seperti ini terjadi sebagai representasi dari keseimbangan alam. Tapi siapa yang tahu kalau kita sebenarnya akan melihat satu bangsa lain yang serupa dengan bangsa-bangsa yang telah ada, tapi bangsa ini sama sekali baru baik dari segi penampilan, peradaban, maupun kulturnya. Peradaban Romawi, Mesir, Yunani, China, dan Hindustan –sebagaimana pula Turkistan yang menjadi buaian bagi banyak peradaban- telah mengukir jejak mereka masing-masing di atas lembaran sejarah umat manusia secara umum. Adapun jejak yang ditinggalkan Islam pada lembaran itu selama berabad-abad di pelbagai benua telah menjadi elemen penyeimbang bagi kehidupan, karena ia menjadi peradaban unik yang memiliki karakter yang khas.
Sejarah telah menyaksikan bahwa keberhasilan mencapai puncak tidak dapat dilakukan dalam satu gerakan atau dalam satu periode tertentu. Akan tetapi, seperti yang juga dapat kita lihat dari kondisi fisik bumi ini, bahwa puncak-puncak gunung terus berputar dan berganti tempat dengan lembah, pantai, dan jurang. Di atas pentas sejarah manusia kita telah melihat orang-orang yang tampil terus datang dan pergi silih berganti. Ketika tampil satu tokoh, maka pasti setelahnya akan tampil tokoh lain untuk mengisi perputaran roda sejarah yang tak pernah berhenti berputar. Ketika mengarungi samudera kehidupan, berbagai macam serangga yang bersemayam di kelopak-kelopak bunga terkadang dengan senang hati menerima kehadiran jenis serangga tertentu, sementara di saat yang sama mereka ternyata menolak jenis serangga yang lain. Amatlah mungkin jika satu bangsa mampu melompat dari satu puncak ke puncak lainnya dengan lincah, sementara ada satu bangsa lain yang tak kunjung mampu melesakkan kepala mereka ke lubang perlindungan seperti seekor burung unta yang dungu, meski mereka semua hidup di satu babak sejarah yang sama. Itulah sebabnya kita tidak dapat mengatakan bahwa Abad Pertengahan (Middle Ages) adalah sebuah masa kegelapan bagi seluruh umat manusia. Sebagaimana pula halnya di era teknologi maju saat ini kita tidak dapat mengatakan bahwa seluruh bangsa di dunia telah tercerahkan oleh pancaran cahaya ilmu pengetahuan.
Ya. Roda sejarah memang akan selalu berputar mengulangi rotasinya berkali-kali. Ketika kemajuan terjadi di sini dan di sana, pada zaman ini atau zaman itu, ternyata di saat yang sama juga terjadi kemunduran yang parah di tempat lain. Meski tentu saja kemerosotan semacam itu tidak akan terjadi di satu benua atau di satu masa untuk selamanya. Itulah yang juga terjadi pada kita saat ini; di awal abad kedua puluh satu. Anda dapat melihat banyak bangsa di berbagai negara sedemikian maju jauh mendahului zaman dengan kecepatan yang menakjubkan. Mereka berhasil menjejakkan kaki manusia di bulan dan berencana mengunjungi planet lain di tata surya. Sementara di saat yang sama ada ribuan manusia bernasib malang yang mendiami negara-negara tertinggal yang masih sibuk mengobati penyakit dan keterbelakangan yang telah mereka derita selama ribuan tahun.
Tentu saja kita tidak boleh ragu bahwa sejarah kemanusiaan kita, khususnya generasi muda dalam waktu dekat ini akan menjadi generasi penentu pada milenium ketiga. Asalkan angin tidak berembus melawan arah dan berbagai pencapaian yang telah terakumulasi hingga saat ini tidak runtuh disebabkan satu dan lain hal. Generasi masa kini yang memiliki keimanan dan setia menempuh jalan ini; mereka yang memiliki kesiapan spiritual sempurna tentu telah siap untuk mengenyahkan kegelapan, penindasan, dan kelaliman yang telah menindih mereka selama berabad-abad. Dengan kesiapan itu, mulai sekarang mereka telah menampakkan tanda-tanda kemajuan yang akan mereka wujudkan dalam bentuk pembaruan fundamental di seluruh sendi kehidupan pada awal milenium ketiga. Ketika masa itu tiba, maka keimanan, tekad yang kuat, keteguhan hati, kerinduan pada kebenaran, dan pemikiran yang sejalan dengan manhaj pasti akan membuahkan hasil. Apalagi kita tahu bahwa semua itu adalah energi tersembunyi yang telah ada di dalam diri mereka. Pada saat itulah kita akan mengalami banyak "kebangkitan" pada seluruh sendi kehidupan.
Sesungguhnya yang akan membatasi bentuk "kebangkitan" lama ini adalah kemajuan sejarah manusia, sementara yang akan membentuk karakternya yang cemerlang dan hebat adalah tingkat pencapaian pemikiran dan peradaban manusia modern dengan segala kedalaman kemanusiaan, keluasan metafisik, dan kapasitas spiritual mereka.
Zaman yang kita lalui ini telah menemukan dirinya berada di ambang abad kedua puluh satu dalam atmosfer kebodohan, guncangan, kegelisahan, dan kehancuran. Meski kondisi seperti ini telah menyeret sebagian orang ke jurang keputusasaan dan kehancuran, tapi ia juga telah membangkitkan orang-orang yang pantang menyerah menghadapi kegelapan yang menelan rasa "kebangsaan" dan ketulusan, sesuai dengan kebebasan jiwa dan kejernihan pikiran mereka. Ketika kondisi centang-perenang ini justru membangkitkan orang-orang itu, maka ia akan menjadi jalan menuju pematangan berbagai kesiapan yang paralel dengan kejeniusan. Tentu saja, ia akan memiliki efek dan pengaruh –sebagai faktor pembentuk- khususnya di negara-negara Dunia Ketiga, yang akan menyebabkan munculnya berbagai gerakan kebangkitan yang berkesinambungan. Ternyata, zaman edan yang telah mendorong kita ke dalam kerusakan yang tidak pernah kita temukan tandingannya di sepanjang sejarah ini, juga menjadi starting point bagi umat kita dan berbagai umat lainnya untuk meraih kemajuan spontan. Selain itu ia juga pelabuhan di mana bahtera umat ini akan berlayar menuju kaki langit kebangkitan.
Satu-satunya perkara yang harus kita lakukan saat ini adalah mengambil posisi kita di tengah konstelasi internasional dengan kesadaran akan tanggung jawab dan identitas kita tanpa silau terhadap gemerlap zaman. Seandainya kita telat untuk menentukan sasaran ini, maka kita pasti tidak akan mampu mengenali masa depan, apatah lagi menggapai kemajuan. Saat ini kita berada di depan dua pilihan: berjuang dengan gigih yang akan mengantarkan kita menuju "kebangkitan"... atau tetap santai dan tenang yang berarti "menyerah pada kematian abadi".
Al-Qur`an al-Karim telah memotivasi kita untuk memperbarui jati diri dan menjaga kesiapan kita yang harus selalu terus berhadapan dengan urusan "to be or not to be". Allah berfirman: "Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti (mu) dengan makhluk yang baru." (QS Ibrahim [14]: 19). "Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah," (QS Fâthir [35]: 16 - 17). "...dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini)," (QS Muhammad [47]: 38). Dan masih ada banyak ayat lain yang menyampaikan hal serupa, tapi tampaknya ayat-ayat ini telah cukup menjadi contoh untuk menunjukkan apa yang ingin kita sampaikan.
Namun tampaknya amat jelas terlihat betapa saat ini, orang-orang yang memaknai ayat-ayat suci ini dengan meninggalkan atau bahkan mengubah kandungan aslinya ternyata adalah orang-orang berjiwa mati dan penduduk di negara-negara Dunia Ketiga yang tidak pernah mau memperbarui jiwa mereka, selalu gagal untuk melestarikan gairah hidup mereka, bersikap berlebihan dalam keimanan, serta tidak mampu menjawab kebutuhan internal mereka sendiri. Meski kita tentu tidak boleh menafikan penghargaan terhadap esensi keimanan yang terpendam di dalam diri mereka. Adapun orang-orang yang datang untuk menggantikan generasi usang itu adalah sebuah "generasi baru" yang menjadi kader orang-orang suci. Mereka itulah yang telah memiliki kesiapan mental setelah diasah dan dilatih selama berabad-abad di tengah dunia yang disesaki oleh orang-orang yang susah ini. Mereka itulah para calon pembangkit kemanusiaan kita yang selama ini selalu dikerdilkan dan dihina, untuk kemudian melesat ke puncak yang paling tinggi.
Sampai saat ini, yang selalu dilakukan Barat adalah meremehkan nilai spiritual dan pesan yang dulu telah disampaikan oleh Isa al-Masih alaihi salam. Mereka terus mengobarkan peperangan di segala penjuru serta menebarkan imperialisme dan penindasan di manapun mereka berada. Mereka itulah yang telah mengubah wajah dunia menjadi gulita. Saat ini, Dunia Barat tengah mengalami mimpi buruk disebabkan kehancuran dimensi moral yang mereka hancurkan sendiri, sebab merekalah yang telah menjadikan nilai-nilai moral sebagai puing-puing di dalam hati umat manusia. Kini mereka terjerembab ke dalam kebingungan dan kegelisahan yang menghimpit akal sehat dan pemikiran bebas yang mulai ramai berteriak di mana-mana... Tapi yang lebih menyakitkan lagi adalah ketika ternyata Dunia Barat–karena ia tidak mengetahui di mana sebenarnya letak kesalahan yang sesungguhnya- terus menjadi rusak tanpa dapat melawan. Dunia Barat berguncang hebat disebabkan ketakutannya pada gemuruh pemikiran semua orang yang melesak di dalam hati mereka. Namun sialnya, setelah meratap disebabkan kesusahan parah yang dialaminya, alih-alih melakukan introspeksi ke dalam dirinya sendiri, Dunia Barat justru mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengalihkan perhatian umat manusia dari sikap memikirkan krisis yang sedang terjadi dan tanggung jawab penanganannya demi kemaslahatan seluruh umat manusia, ke arah kebodohan dan gemerlap kesenangan duniawi.
Rupanya, dunia yang satu ini ingin menghibur dirinya dengan berbagai pencapaian sains dan teknologi yang muncul di mana-mana, serta berusaha menyingkirkan awan mendung krisis moral yang mereka alami dengan kekayaan dan ketenangan yang muncul sesaat. Padahal sudah pasti bahwa Dunia Barat tidak akan pernah mampu memberikan kebahagiaan abadi kepada umat manusia, sebagaimana ia juga tidak akan pernah mampu menjawab hasrat untuk meraih kekekalan yang bersemayam di dalam hati setiap insan. Itulah sebabnya, tidak ada sesuatu pun yang mereka upayakan untuk menjadi obat dan solusi bagi keruwetan itu, melainkan semua itu justru kian meremukkan cita-cita kemanusiaan serta menciptakan kebusukan baru di dalam jiwa manusia.
Jadi, mari kita tinggalkan Dunia Barat yang bersikap jumawa dengan sains dan teknologi yang ternyata hanya menebarkan kehampaan dan nestapa di tengah kehidupan masyarakat dunia disebabkan kekeliruan besar yang mereka lakukan ketika mereka memilih starting point untuk memulai segalanya... Ayo kita tinggalkan orang-orang yang menghibur diri mereka sendiri dengan kenikmatan fisik, atau menerawangkan pandangannya jauh ke luar angkasa di saat kedalaman rohani mereka sedang terpuruk, untuk menghabiskan umur mereka dengan membuang-buang waktu mencari kekayaan mereka yang hilang di tempat yang salah.
Sejak dua generasi terakhir kita telah hidup bahagia dengan kembali ke kedalam spiritulitas kita sehingga membuat kita melaju semakin cepat dan memiliki cara (manhaj) yang semakin kuat dari apa yang pernah kita lihat di masa lalu. Kemanusiaan kita yang selama ini terbiasa untuk mencari pelipur lara kepada materi dan benda-benda serta mengukur segala sesuatu dengan timbangan materi, saat ini mulai terjaga –meski mungkin belum dengan kesadaran sepenuhnya- disebabkan terdengarnya suara gemuruh dari penindasan yang telah memperbudak kita selama dua abad terakhir dan tidak pernah memberi kita peluang menuju kebebasan. Saat ini kita telah menyadari bahwa kita adalah korban yang selalu tergilas oleh roda perubahan sejarah. Oleh sebab itu sekarang kita tahu bahwa kita harus mengenyahkan jurang dalam yang selama ini memisahkan antara kenyataan dengan jati diri kita. Inilah saatnya kita menguatkan tekad, mempertajam keikhlasan, dan melakukan introspeksi. Ayo kita raih tongkat pemikul yang kita miliki agar kita dapat mengangkut semua tekad, sikap tawakal, dan keteguhan hati yang kita miliki. Kelak kita akan menempuh perjalanan menuju keabadian di jalan ini, yang tidak akan pernah berujung, meski semua jalan milik umat-umat lain telah mampat dalam kebuntuan, setelah kita semua berkata: "Perjalanan ini, wahai Rasulullah!"[1]
Ketahuilah bahwa sumber kekuatan rohani yang membuat kita tidak akan pernah lelah menempuh jalan ini adalah: 1) kemampuan kita untuk mengetahui kembali esensi keimanan, 2) meresapnya iman ke dalam hati, 3) sikap untuk selalu menjadikan kehendak Allah sebagai "nutrisi" bagi semua keinginan kita –sehingga jiwa kita selalu terbuka dan siap menerima segala bentuk kebaikan dan kemaslahatan-, 4) kian mendalamnya semangat "ihsan" dari hari ke hari yang membuat kita semakin menyadari esensi dari kalimat "Aku memiliki satu waktu bersama Allah," 5) keterkaitan berkesinambungan dengan alam akhirat, dan terakhir 6) kita memiliki wawasan spiritual yang luas. Sungguh kita beruntung dapat membekali diri dengan kekayaan moral seperti itu. Kelak, ketika musim semi telah datang mengganti musim kering ini, kita semua akan dapat melihat benih-benih yang sudah kita sebar melalui kenikmatan ibadah itu akan bersemi di seluruh penjuru dunia. Pada saat itulah kita akan mengalami masa-masa musim bunga di tengah masyarakat dunia yang murung.
Satu hal yang paling bermanfaat dalam pembangunan generasi masa kini adalah memotivasi mereka agar mau bergerak dari berbagai dorongan internal menuju ranah kenyataan hidup dengan menstimulasi gairah berpikir sistematis yang mereka miliki. Selain itu juga dengan mendorong mereka agar mencitai iman, kegiatan belajar, pembersihan diri, dan pemikiran dengan cara melatih mereka menganalisa berbagai wawasan dan jiwa manusia sebagai sebuah buku yang selalu terbuka.
Kita harus dapat menunjukkan ke hadapan cakrawala pengetahuan dan intelektualitas mereka segala bentuk konsepsi yang telah disebutkan tadi, baik melalui media audio maupun media visual. Selain itu kita juga harus menghantarkan mereka ke dunia yang lebih luas dengan cara membangkitkan spiritualitas mereka dari kungkungan kerangkeng fisik yang sempit. Setelah itu kita harus menghilangkan noda dan sikap kepala batu dari diri mereka, serta membangkitkan hati mereka agar merindukan dimensi tak kasat mata dengan bentuk kerinduan yang paling indah, paling lembut, paling rahasia, paling ajaib, dan paling nyata. Jika kita berhasil melakukan itu semua, maka berarti kita telah berhasil menyampaikan berita gembira kepada mereka tentang kebangkitan kembali umat ini.
Tentu saja, setiap jiwa yang tidak pernah mengecap nikmatnya penyucian iman, makrifat, dan mahabbah tidak akan pernah mampu menghargai pencapaian yang menembus lelangit di ketinggian cakrawala manusia. Itulah roh-roh lapar yang tidak pernah bersih dari kusam noda hasrat duniawi, yang hatinya selalu dijejali oleh kedengkian dan tidak pernah sepi dari kebencian. Roh seperti itulah yang selalu terpenjara oleh belenggu nafsu, yang pekerjaannya tidak pernah lebih dari sekadar makan, minum, tidur, duduk, dan berdiri, sehingga menjadi budak tubuh mereka sendiri yang tak pernah bisa menjadi manusia merdeka!
Ada sebuah entitas unik yang dapat diraih roh manusia yang telah beriman dan bermakrifat serta mengaitkan diri dengan Allah. Entitas itu bernama "mahabbah". Segala bentuk kedengkian dan kebencian yang sebenarnya tiada lain merupakan titik kelemahan manusia, pasti akan langsung musnah jika mahabbah muncul. Ya. Esensi dari makna keimanan, makrifat, dan mahabbah sebenarnya memang penyatuan antara jiwa manusia dengan alam semesta yang sekaligus akan menyelamatkan manusia yang bersangkutan dari azab dan nestapa. Dengan penyatuan seperti itu maka kesendirian dan ketakutan yang dirasakan manusia akan larut dalam “terapi” "ma'iyyah" atau kebersamaan bersama Allah al-Haqq ta'ala. Hidupnya akan berubah menjadi kenikmatan kekal dan kelezatan abadi yang membuatnya takkan henti mereguk pialanya sepanjang masa!
Semua generasi yang sedang bergerak ke masa depan dengan berbekal semua keistimewaan ini pasti akan menyebar dan bermigrasi ke seluruh penjuru dunia dengan membawa kerinduan besar tanpa mengharapkan pamrih. Bahkan mereka akan melakukan semuanya demi meningatkan kualitas umat manusia menuju nilai-nilai kemanusiaan yang sempurna. Selain itu mereka juga tidak akan mengejar popularitas dan pujian dari manusia. Mereka akan dengan cepat melesat dan bangkit melaksanakan berbagai kerja berat tanpa sedikit pun menoleh ke belakang atau mabuk dengan pujian. Orang-orang seperti itu, di mana pun mereka berada, akan mewarnai setiap mata dan setiap hati dengan aneka warna indah dalam bentuk penghormatan dan rasa takut kepada Allah yang memancar dari segenap perilaku mereka. Bahkan ketika mereka sedang berbicara tentang agama atau ketika mereka sedang tidak mengucapkan kata-kata religius, mereka tetap akan dapat mengantarkan semua orang yang berinteraksi dengan mereka menuju cakrawala "roh" yang luas dan kaya, sebagai pengganti dari berbagai wujud materialistis yang relatif dan berumur pendek. Mereka pun akan mencapai cakrawala mahaluas yang tak berbatas, jauh melampaui imajinasi duniawi untuk menggapi "Singgasana Kerajaan" yang tidak dapat dijelaskan oleh lidah manusia.
[1] Ucapan ini berasal dari kata-kata seorang sejarawan terkenal asal Turki yang bernama Evliya Çelebi (lahir tahun 1611 M – wafat tahun 1682 M) yang konon memulai pengembaraannya disebabkan mimpinya berjumpa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Di dalam mimpi itu ia sebenarnya ingin berseru kepada sang Nabi: "Syafa'atmu wahai Rasulullah!" untuk meminta syafa’at dari beliau, tapi ternyata kata-kata yang muncul dari mulutnya berbunyi: "Perjalanan ini, wahai Rasulullah!" Maka di dalam mimpi itu Rasulullah lalu mendoakan Evliya untuk melakukan sebuah perjalanan. Sejak saat itu, Evliya Çelebi terus melakukan pengembaraan dari satu tempat ke tempat lainnya, penerj-.
- Dibuat oleh