Karakter Utama Citra Islam
Seluruh akar dari ajaran Islam tidak pernah ada akhirnya di sepanjang waktu dan di tempat yang mana pun juga. Objek yang diajak bicara oleh Islam adalah hati manusia yang mampu menampung dan merangkum segenap langit dan bumi dengan keluasan immaterial yang dimilikinya, sementara kebahagiaan di dunia dan akhirat menjadi tujuan utama.
Islam, adalah nama jalan lurus yang membentang dari zaman azali hingga masa keabadian. Islam adalah juga sebuah tanda bagi aturan samawi yang diturunkan Tuhan untuk mewujudkan hasrat "keabadian" yang dimiliki setiap orang, serta sekaligus untuk membuka setiap hati tanpa terkecuali; mulai dari hati sang manusia termulia di muka bumi, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sampai semua hati yang dimiliki setiap manusia biasa.
Semenjak Islam mulai mendirikan kemahnya di muka bumi, agama ini selalu mengerahkan seluruh energi yang dimilikinya untuk mengajak bicara serta membuka hati manusia, sampai akhirnya ia berhasil menggambarkan citranya di dalam setiap sanubari dan kemudian bergerak menuju seluruh sendi kehidupan yang ada... Itulah yang membuat selalu ada kecocokan antara kedalaman Islam di dalam hati manusia dengan pengaruh yang ditimbulkannya dalam setiap sendi kehidupan manusia yang bersangkutan. Sebagaimana pula halnya adanya keselarasan antara kadar keterjalinan Islam di dalam jiwa seseorang dengan mengakar kuatnya agama ini di dalamnya, sehingga pengaruhnya kemudian mengaliri kehidupan kita dan sinar pantulannya menyebar ke lingkungan sekitar kita.
Bahkan kita dapat mengatakan bahwa semua yang kita lihat di sekeliling kita dalam bentuk kerinduan, keinginan, dan ketekunan untuk menerima Islam, sebenarnya mewujudkan keselarasan langsung dengan kedalaman citra yang terkandung di dalamnya yang memancar ke luar dan juga sesuai dengan luas wilayah jangkauannya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kali hal ini merasuk ke dalam lubuk hati manusia, maka pengaruhnya terhadap lingkungan di sekitarnya juga akan semakin kuat.
Dari cahaya terang yang memancar dari ketundukan internal inilah kemudian masyarakat mengambil panutan arah yang mereka tempuh dalam perjalanan hidup mereka, baik pada ranah akhlak-moral, ekonomi, politik, pemerintahan, maupun kebudayaan.
Ya. Sesungguhnya masyarakat –dari segala dimensinya- selalu membawa langkah-langkah penting dari gerakan internal ini. Segala bentuk cita-rasa seni dan sastra ter-refleksi ke luar dengan membawa berbagai warna dari kandungan internal ini berikut semua "ukiran" yang ada di dalamnya. Setelah itu, suara, embusan napas, dan kinerja kandungan internal ini akan terus didengar dan dirasakan di mana-mana di antara garis-garis entitas dan segala hal. Ia akan selalu menyenandungkan berbagai nyanyian indah kepada segala sesuatu, baik yang terlihat maupun yang tidak, yang dilantunkan oleh lisan kandungan internal ini yang selalu diam tanpa suara dan tanpa kata-kata.
Dari rahasia ini, maka para pemilik hati yang terbuka dengan keimanan, tidak akan pernah melontarkan kata-kata apapun melainkan ucapan dari mereka itu pasti akan terdengar sebagai lantunan senandung dari sang Wujud Abadi... Setiap kali orang-orang itu melayangkan pandangan ke sekitar mereka, maka mereka akan menyangka bahwa diri mereka sedang berada di jalan raya penuh permata zamrud yang akan mengantarkan mereka ke surga. Dengan apa yang dirasakan itu, orang-orang itu selalu memadukan antara kesulitan yang mereka temukan dalam perjalanan dengan kebahagiaan yang akan mereka terima di akhir perjalanan... Di tengah adanya berbagai dugaan tentang kesengsaraan, Anda dapat melihat mereka terus melangkah seraya berkata: "Bagus...bagus...".
Sesungguhnya, kata kunci (password) yang dapat membuka hati manusia adalah "Lâ ilâha illallâh, Muhammad rasûlullâh" (tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad Utusan Allah), karena semua karakteristik keimaman –menurut ajaran Islam- dilandaskan pada dua kalimat singkat yang menjadi bentuk pernyataan hakikat kebenaran dengan dua sisi, yaitu: pertama, tujuan (ghâyah) dan kedua, jalan (wasîlah).
Keimanan yang bagaikan "Pohon Thuba" tumbuh dari benih ini. Lalu ia melingkupi –melalui buah-buahan makrifat yang dihasilkannya- seluruh petala langit perasaan, emosi, dan persepsi manusia. Setelah itu, segenap ilmu dan pengetahuan itu berubah menjadi kerinduan, hasrat, dan keinginan kuat melalui satu gerakan dan tekad internal, serta perasaan dan emosi internal, yang akan mengepung orang yang bersangkutan dari segala penjuru, untuk kemudian mengubahnya menjadi manusia baru yang tegak berdiri di atas poros naluri...
Kondisi ini lalu ter-refleksi ke luar melalui setiap perilaku sosok perindu yang bersangkutan, sehingga segenap ibadah dan ketaatannya akan membawa tanda yang menunjukkan kesesuaian dengan hubungan dan keterkaitan ini, berikut kerinduan dan rasa cinta yang dirasakannya, sehingga seluruh perilaku kemanusiaannya merupakan refleksi dari anugerah laduniah ini... Selain itu seluruh gerakan sosial, ekonomi, politik, dan administratif-pemerintahan yang muncul selalu berputar di sekeliling pusat gaya tarik ini. Sehingga seluruh gerakan artistik dan aktivitas kebudayaan akan terbentuk dengan nilai-nilai internal tersebut. Selain itu ia juga akan meluas dengan nilai-nilai luhur itu serta menampilkan aneka warna hati manusia dengan bentuk yang sangat indah.
Ketika produk seni itu kemudian lahir dalam bentuk karya seni, tulisan, lukisan, puisi, atau lagu, maka semua itu akan menyampaikan bisikan yang berasal dari gejolak atau denyut urat-urat nadi di hati sang seniman, baik menggambarkan kerinduan, cinta, maupun keterasingan yang dirasakannya. Selain itu, kondisi yang tercipta adalah kondisi rohani yang kaya dengan iman, makrifat, cinta, dan berbagai sensasi rohaniah.
Ketika citra internal di dalam jiwa sang seniman tampil dalam bentuk seni, budaya, dan berbagai kegiatan lainnya, untuk membisikkan makna manusia – semesta – Tuhan, yang mengalir dari kedalaman rohani menuju "sari pati" atau "ekstraksi" yang selalu berusaha untuk melakukan puitisasi terhadap makna yang terpendam di kedalaman batin sang seniman.
Terkadang, manusia tidak selalu –dalam semua kondisi yang dilaluinya- memiliki tujuan seperti ini atau menelisik masalah ini. Hanya saja, “jalan” keimanan yang ada di dalam hati seseorang akan selalu menuntun setiap gerak-geriknya –baik secara sengaja atau pun tidak- menuju satu tujuan tertentu. Secara alamiah, corak warna "gerakan intrinsik" orang yang bersangkutan akan ter-refleksi pada bentuk kehidupan, gaya, kepribadian, dan berbagai aktivitas sosial lainnya.
Selain itu, dialek dan gaya tersebut juga akan terlihat pada gerakan artistik dan aktivitas kebudayaan, karena posisi manusia di tengah alam semesta, tujuan penciptaannya, sasaran aktivitasnya, gerakan pemikiran menuju tujuan ini dan sasaran itu, tugasnya, dan semua tanggung jawabnya, akan melingkupi dan mengepungnya –bersama zaman- dengan entitasnya. Bahkan kemudian semua itu akan mengarahkannya menuju keunggulan di hadapan semua wujud luhur tersebut dengan tingkat emosi yang lebih kuat serta memiliki dampak lebih besar.
Pemikiran pertama ini akan memberi pengaruhnya pada semua aktivitas nalar, pikiran, dan fisik orang yang bersangkutan... Beberapa waktu kemudian, pemikiran itu akan mewujudkan pencapaian "karakter kedua" pada diri orang tersebut. Karakter itulah yang pengaruhnya akan tampak di kedalaman batin sedikit demi sedikit pada setiap lembaran hidupnya: keyakinan dan ibadahnya, akhlak dan hubungan sosialnya, serta hubungan dengan Tuhan dan perilakunya. Sebenarnya manusia selalu membuat batas-batas tindakannya sendiri berdasarkan apa yang ditumbuhkan oleh anugerah pemikiran pertama yang menjadi pemandu ini.
Sesungguhnya seseorang yang sedang mencari dan bergerak menuju puncak kehidupan hati dan rohaninya adalah sosok yang selalu waspada pada urusannya. Itulah sebabnya ia selalu mengetahui bagaimana berpikir, bergerak, bertindak, dan dari manakah ia harus memulai... Selain itu ia juga akan menjadi pribadi yang sangat sensitif dalam peribadatan serta memiliki kepekaan kuat terhadap nilai-nilai akhlak. Orang itu akan selalu terbuka untuk melakukan pengawasan (muraqabah) dan introspeksi (muhasabah) terhadap dirinya sendiri serta selalu memiliki rasa takut terhadap dosa disebabkan muraqabah yang berkesinambungan.
Siapapun yang perasaan dan pikirannya telah memiliki kemampuan semacam ini, pasti kehidupannya –pada seluruh aspeknya- akan menjadi seperti air terjun yang menemukan jalur alirannya dan kemudian bergerak deras menurun tanpa henti untuk mencapai laut samudera yang luas. Dengan aliran deras air terjun itu, orang tersebut akan hidup di tengah kenikmatan rindu dan cinta yang tak ada akhirnya. Keimanan –sesuai kadar tampilan dan kedalamannya- akan menjadi sumber energi "dinamo" yang utama bagi sosok penggerak ini, dengan ibadah sebagai sandaran utama serta penggeraknya, sementara akhlak dan hubungan dengan orang lain menjadi penanda dan penentu baginya. Kebudayaan akan menjadi salah satu karakternya. Seni akan menampilkan refleksi dari eksplorasi, inspeksi, dan intuisi intriksik, dan kesaksian batin yang dimilikinya.
Saya ingin berpindah topik untuk menjelaskan tentang sebuah masalah yang sebenarnya bukan di sini tempatnya... Masalah yang ingin saya paparkan di sini adalah tentang seni Islami yang mengandung cakrawala sangat luas dengan pusat eksplorasinya adalah kalimat yang berbunyi "Keragaman pada orbit tajrid". Selain menegaskan prinsip tauhid, kalimat ini juga menunjukkan posisi tegas untuk melawan tasybih dan tajsim... Dengan hikmah "Selalu membuka pintu takwil", seni Islami selalu berusaha menampilkan samudera lewat setetes air, menggambarkan matahari lewat sebutir atom, dan menjelaskan sebuah buku lewat sepotong kalimat.
Adapun kebudayaan Islam yang terbentuk disebabkan pengaruh penggerak utama dan nilai-nilai luhur yang mendasar ini –meski sekarang kita tidak perlu menggali pernyataan yang mengatakan bahwa kebudayaan adalah warisan umat manusia secara umum-, selalu terbuka bagi setiap aktivitas pikiran dan nalar yang berhubungan dengan kenyataan hidup yang dialami manusia, dan juga bagi setiap sari pati dan ekstraksi yang keluar dari berbagai aktivitas terpadu tersebut. Kita dapat memersepsinya dengan segala hal yang kita miliki baik di masa lalu maupun di masa sekarang, dengan segala dinamikanya, untuk kemudian kita menghidupkan serta mengembangkannya, lalu kita jadikan semua itu sebagai amanat bagi kesadaran kolektif masyarakat yang telah mengetahui dan berhak memiliki segala bentuk penghargaan dan penghormatan yang layak baginya.
Itulah sebabnya, yang harus kita lakukan hari ini adalah berjuang bersama demi menjaga jati diri kita sembari melestarikan hubungan dengan struktur akidah dan pemikiran kita, serta gerak menuju kebudayaan berikut segala produk yang dihasilkannya. Selain itu kita juga harus mampu mewujudkan berbagai warna baru pada ranah pemikiran dan irfan –jika memang diperlukan- di atas lembaran atlas pemikiran kita.
Ya. Kita memang harus berusaha sekuat tenaga untuk selalu berpegang pada sumber daya kita sendiri. Kita harus selalu memusatkan pikiran demi mencapai samudera melalui aliran deras jati diri kita sendiri, sembari terus berusaha menelisik segenap entitas yang ada di kolong langit jagad raya, membacanya bagaikan sebuah buku, menafsirkan maknanya, lalu menarik kesimpulan darinya dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang baru.
Telah diketahui bahwa Islam selalu terbuka untuk mengambil nilai-nilai yang berasal dari umat lain, jika memang hal itu dimungkinkan. Islam selalu mencari setiap manfaat dan kemaslahatan, meskipun berada di pojok bumi. Islam tidak pernah segan mengambil kebaikan di mana pun kebaikan itu ditemukan. Di masa lalu Islam mengambil manfaat dari ilmu-ilmu fisika, kimia, matematika, astronomi, arsitektur, kedokteran, agrikultur, kerajinan tangan, dan berbagai teknik di mana pun semua itu berada; untuk kemudian Islam meluruskan, mengembangkan, dan mewariskannya kepada generasi mendatang. Demikian pula yang terjadi saat ini, Islam selalu mengambil semua yang dapat diambil di mana pun juga untuk kemudian menumbuhkembangkannya dan mewariskannya kepada generasi yang baru.
Dalam posisi manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, seorang muslim harus menjadi pribadi yang selalu mendambakan hakikat, tamak terhadap ilmu, dan mencintai kegiatan penelitian dan penggalian keterampilan dalam segala bidang. Tapi setiap mukmin juga harus menghindari dan berhati-hati dari sikap menyandarkan diri pada sumber-sumber di luar Islam pada hal-hal yang berhubungan dengan akidah, pemikiran, dan masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Kitab dan Sunnah. Begitu pula dengan hal-hal yang berhubungan dengan sikap mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam serta metodologi analisa dan penelitian dalam sirah atau sejarah Islam secara umum, kesenian, sastra, dan sebagainya...
Semua itu dapat terjadi karena orang-orang yang menegakkan bangunan pemikiran mereka di atas sikap permusuhan terhadap Islam serta selalu memandang Islam seakan-akan agama luhur ini bukan berasal dari wahyu samawi, tidaklah mungkin kita dapat mengharapkan adanya sebuah tindakan yang dilakukan dengan niat yang tulus demi mendatangkan kebaikan bagi umat Islam atau karena mengharapkan kemajuan bagi kaum muslimin.
Adapun mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi –yang sebenarnya berada di luar topik yang sedang kita bicarakan- di zaman dulu terus berpindah-pindah dari tangan satu umat kepada umat lainnya, dan kondisi seperti itu akan terus berlangsung di masa depan. Namun yang pasti, setiap amanat atau titipan pasti akan jatuh ke tangan yang paling tepat menerimanya. Karena ilmu pengetahuan dan teknologi sama sekali bukanlah monopoli satu agama atau umat tertentu.
Itulah sebabnya, setiap umat yang memiliki perasaan, pemikiran, dan keyakinan yang benar serta sanggup berdiri di atas kakinya sendiri dengan kokoh, pasti mampu menyerap ilmu pengetahuan yang murni ini ke dalam roh mereka; untuk kemudian menjadikannya sebagai suara hati dan nafasnya serta menjadikannya sebagai jalan yang menghubungkan manusia dengan Allah ta'ala.
Tapi yang menyakitkan adalah ketika ternyata filsafat ilmu (epistimologi) di Eropa –yang sama sekali berbeda dengan kelenturan alam pemikiran kita- telah memerosokkan dunia barat ke dalam pertarungan tanpa akhir yang berlangsung antara ilmu pengetahuan dan agama pada masalah-masalah tertentu, yang akhirnya menyebabkan terjadinya pertentangan antara akal dan hati. Inilah biang keladi utama dari munculnya berbagai problem yang berlangsung selama ratusan tahun di seluruh kawasan dunia barat.
Di barat-lah kita menemukan krisis parah dalam bentuk perseteruan antara ilmu pengetahuan melawan filsafat dogmatik yang diusung Gereja. Sebuah perseteruan yang kini telah berkembang menjadi perang "pemahaman" agama yang terjadi di sepanjang masa. Perseteruan inilah yang menampilkan kesan bahwa seolah ilmu dan filsafat adalah pelindung serta pembela kekufuran. Sungguh sangat disayangkan ketika ternyata kondisi buruk ini juga mengenai ajaran Islam yang sama sekali tidak bersalah atas terjadinya perseteruan ini, sebagaimana yang juga dialami oleh agama lainnya. Saat ini agama-agama harus berhadapan dengan kelaliman paling busuk dan selalu ditempatkan di dalam kubangan tuduhan-tuduhan bersama pihak Gereja yang menjadi sumber pertama dari terjadinya perseteruan ini.
Gerakan perlawanan terhadap dogma-dogma yang berasal dari sebuah sistem yang menjadikan agama sebagai kedok, yang pada mulanya berangkat dari budaya kebebasan berpikir dan kemerdekaan ilmiah, kemudian berubah –seiring berjalannya waktu- menjadi perlawanan terhadap Tuhan, agama, dan keberagamaan. Namun kemudian gerakan ini menyebar ke seluruh penjuru dunia menjadi upaya global untuk membungkam umat beragama dan sekaligus menekan mereka. Bahkan menjadi gerakan untuk menumpas kaum beragama dari muka bumi. Padahal siapapun tahu bahwa agama Islam sama sekali tidak pernah memiliki masalah dengan ilmu pengetahuan dan tradisi kebebasan berpikir. Tapi rupanya musuh-musuh agama telah menutup mata mereka dari fakta sejarah ini, dan tetap melanjutkan gerakan mereka untuk mewujudkan hasrat permusuhan terhadap agama yang mereka idap, dengan menyamaratakan semua agama –termasuk Islam- dengan dogma Gereja Kristen.
Padahal yang terjadi di masa lalu dan terus berlanjut sampai sekarang, adalah bahwa Islam selalu menawarkan sebuah sistem kehidupan baru yang unik kepada seluruh umat manusia... Sebuah sistem yang tidak pernah ditemukan bandingannya di masa lalu, dan terus menjadi simbol teladan dan keistimewaan di masa mendatang. Dengan dasar-dasar yang dimilikinya, Islam telah membentuk sebuah kehidupan baru bagi umat manusia, serta meletakkan sebuah interpretasi baru terhadap dunia, apa yang ada setelah dunia, dan seluruh alam material berikut segala yang ada di baliknya. Islam juga berhasil menertibkan –sekali lagi- hubungan antara manusia, alam semesta, dan sang Maha Pencipta. Islamlah yang menertibkan semua itu berdasarkan keunikan penampilan masing-masing dengan cara yang unik dan istimewa sembari sekaligus mengenyahkan berbagai pertentangan yang ada di dalam "teologi". Selain itu Islam juga mengapresiasi semua nilai yang dilahirkannya dengan baik serta tepat seusai dengan kebutuhan umat manusia pada masalah seputar kematian dan kehidupan. Islam juga menutup semua celah yang ada pada ranah akal, logika, pemikiran, dan emosi yang bersemayam di dalam hati dan otak orang-orang yang menjadi sasaran dakwahnya.
Sejak dulu, Islam –dan berlanjut sampai sekarang- selalu dinamis dan tak pernah berhenti bergerak di mana pun juga. Ia dapat meluas dan mengerut ketika menghadapi realita kehidupan, serta tidak pernah gegabah dalam memberikan pandangan terhadap masalah apapun yang dihadapinya. Islam mampu menyelusuri gang-gang sempit kehidupan personal, keluarga, sosial, ekonomi, politik, dan kultural. Bahkan Islam mampu mengembara ke dalam satuan kehidupan manapun dengan suara zaman yang dilaluinya untuk kemudian menarik perhatian tiap-tiap satuan kehiduan itu dengan gambaran yang lebih tepat dibandingkan sesuatu yang nyata.
Islam sama sekali bukanlah sebuah "ideologi teladan" sebagaimana dalam pengertian frasa itu menurut barat; dan Islam bahkan mustahil untuk menjadi seperti itu, karena istilah "ideologi teladan" adalah semacam matahari fantasi yang terbit dari balik gunung Qaf. Sebuah matahari khayalan yang semburat sinarnya tidak akan pernah mampu menyinari dunia nyata yang kita diami ini. Bahkan matahari rekaan ini tidak akan pernah muncul meski hanya di satuan kehidupan yang terkecil sekali pun. Sinar matahari palsu itu akan bertabrakan dengan imajinasi untuk kemudian hancur sebagaimana layaknya sebuah ide yang tidak mungkin terjadi. Khayalan seperti itu hanya akan mampu mengintip kehidupan nyata dari kaki langit yang jauh dan akan terlihat sebagai sebuah mimpi yang indah! Meski pengertian "indah" yang disebutkan di sini masih harus dikembalikan kepada orang yang menginterpretasikannya.
Sementara itu, Islam telah berjanji kepada umat manusia –sejak dulu sampai sekarang- untuk memberikan sebuah sistem yang unik dan tidak ada bandingannya, namun juga dapat diaplikasikan di seluruh sendi kehidupan, serta sekaligus memiliki banyak alternatif metode aplikasi yang dapat digunakan dalam pelaksanaannya. Itulah sebabnya semua orang yang menyambut seruan islam selalu dapat menemukan kenikmatan dan keanekaragaman sistem yang bertumbuh di dalam satu rahim yang sama sehingga selalu bersesuaian dengan karakteristik dan kondisi alamiah mereka.
Dengan banyaknya bantuan yang dimiliki Islam, mulai dari "keberterimaan yang cepat di dalam hati" sampai masalah-masalah akhlak dalam berbagai sendi kehidupan, mulai dari problem-problem kecil individu dan keluarga sampai masalah besar yang dihadapi masyarakat, Islam selalu mampu memberi solusi yang istimewa dan tidak pernah mengecewakan harapan siapapun yang mendekatinya, termasuk mereka yang berhati sempit atau hanya memiliki tujuan jangka pendek. Islam selalu memulai tindakan dari hati individu. Barulah setelah Islam mengakar kuat di dalamnya, ia akan mengalirkan keunggulannya serta menyuntikkan kebaikan yang berasal dari samuderanya, sehingga akan membuat semua tempat menjadi ladang persemaian serta mewarnai setiap tempat dengan warna rohaniahnya. Akarnya akan mengubah –ke mana pun akar itu merambat- warna kehidupan, sebagaimana ia juga akan memperdengarkan seruan sang Mahakekal kepada hati manusia.
Sejak dahulu sampai sekarang, seruan yang disampaikan Islam selalu berupa senandung perdamaian antarbangsa, nyanyian kebersamaan antarmasyarakat, dan embusan nafas menuju toleransi dan dialog antargolongan. Adapun sikap besar mulut, liar, dengki, dan benci, semuanya berasal dari penyimpangan yang ter-refleksi dari bangunan rohani terhadap musuh di luar; atau dapat pula berasal dari adanya "gangguan pencernaan" yang terjadi disebabkan kebodohan orang-orang yang bersangkutan terhadap ajaran Islam. Karena meski pun Islam adalah cahaya terang, tapi adanya pertentangan antara Islam dengan hati orang-orang tersebut akan dapat menyebabkan terjadinya "gerhana", sebagaimana halnya penyebaran musuh dan kebodohan mereka juga dapat menyebabkan terjadinya "gerhana" yang menghalangi cahaya.
Kalau saja musuh mau bergerak sedikit meninggalkan keterasingan, lalu teman mau sedikit bersikap tulus, tentulah Islam akan mampu mengenyahkan berbagai bentuk kegelapan ----seperti rasa benci dan angkara murka--- dari muka bumi; laksana kawah gunung berapi yang memiliki energi lontar yang dahsyat atau semburat sinar yang berasal dari spektrum cahayanya. Seandainya itu terjadi, pastilah Islam mampu membuat bumi menjadi surga penuh ketenteraman yang memanjang hingga ke surga yang sesungguhnya. Di bawah naungannya, segala bentuk peperangan, kriminalitas, terorisme, dan kekacauan pasti akan dilupakan. Aroma semerbak cinta, penghormatan, dan kegembiraan akan tercium di segala penjuru. Hati yang di dalamnya Islam telah bersemayam kuat pasti akan menjadi hati yang penuh dengan cinta, perhatian, dan toleransi terhadap sesama makhluk demi mengagungkan sang Khaliq, karena penghormatan terhadap yang dibuat merupakan bentuk pengagungan terhadap yang membuat.
Ya. Tidaklah mungkin sebongkah hati yang telah diisi dengan keimanan dan hubungan erat dengan Allah dapat dinodai kedengkian, kebencian, dan keangkaramurkaan. Apalagi jika hati yang bersangkutan selalu menjaga kecemerlangan dan kemilaunya dengan terus memperbarui iman dan kedekatan kepada Allah serta janji-Nya. Hati yang selalu berkilauan setiap hari, pekan, dan tahun dengan berbagai bentuk ibadah pasti tidak akan menjadi hati yang terbuka bagi sikap permusuhan.
Semua perbuatan Islami yang kita lakukan akan mengatalisasi hasrat untuk bergerak sebagai muslim, sebagaimana halnya ia juga akan menuntun kita ke arah kehidupan yang penuh iman. Dengan adanya kontinyuitas refleksi dari pencapaian nurani dan hasrat kalbu kita pada perilaku kita, pasti lembaran kain akhlak kita akan terbentuk dengan corak warna yang indah. Sebagaimana juga dengan kesinambungan alirannya ke dalam semua perbuatan kita akan membentuk mata air bagi kebudayaan kita, sehingga ia akan menjamin keamanan keberadaan kita dengan jati diri kita sendiri.
Seperti itulah yang pasti akan terjadi ketika proses penyempurnaan manusia dilakukan dengan mengandalkan keimanan dan keyakinan penuh kepada Allah yang telah bersemayam kuat di dalam hatinya. Semua itu akan mengaliri lingkungan sekitar dengan cinta, perhatian, keikhlasan, dan kasih sayang. Berkat adanya gaya tarik kudus ini seorang individu muslim akan didorong keluar dari individulitasnya sehingga ia akan membentuk satu umat.
Sesungguhnya semua aktivitas pemikiran, perencanaan, dan kesenian lahir dari jati diri seseorang dan kemudian membentuk citranya sendiri. Kemudian ia akan melebar dan mengerut ketika menemukan kondisi yang tepat bagi proses pertumbuhan dan perkembangan. Begitu pula yang terjadi pada ibadah, akhlak, kehidupan spiritual, budaya, dan berbagai bentuk hubungan antarmanusia yang lain. Pada mulanya ia akan membuat kedalaman jiwa manusia akan merasakan iman dan ketundukan, setelah itu ia akan bertumbuh untuk melingkupi segenap sendi kehidupan serta mewarnai berbagai aktivitas umat manusia secara keseluruhan. Sehingga dengan demikian ia akan menjadi pemandu utama bagi setiap keinginan, aksi, gerak, dan ativitas yang akan selalu ada di segala kondisi.
Islam begitu istimewa dibandingkan semua agama dan sistem filsafat lainnya, karena Islam telah memberi gambaran kepada manusia dengan bentuk pemikiran dan kehidupan yang memiliki dimensi global. Meski bersamaan dengan itu ia juga memiliki ciri khas sendiri... Islam juga memberi tanggung jawab kepada orang-orang yang menganut ajarannya yang akan membentuk serta mengimplementasikannya dalam kehidupan mereka.
Itulah sebabnya setiap muslim selalu berusaha untuk mengetahui hakikat ini agar mereka dapat bertindak di dalam kerangkanya pada segenap perbuatan dan hubungan yang ia lakukan, baik antar personal, keluarga, maupun sosial-kemasyarakatan. Selain itu juga agar mereka dapat merancang masa depan sesuai dengan konsep Islam serta menyatukan keinginannya dengan sekuat tenaga sehingga kondisi di sekelilingnya akan menjadi sesuai baginya, demi menunaikan tanggung jawab yang diembannya dengan baik dan benar.
Kita semua tentu tahu bahwa semua pemikiran dan tujuan luhur yang ada hanya akan menjadi mimpi-mimpi indah belaka, jika semua itu tidak pernah diimplementasikan dalam tindakan nyata yang dilakukan untuk mewujudkannya dalam kehidupan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Jika kita mengabaikan semua ini, maka dapat kita pastikan bahwa tang kehidupan nyata akan selalu menjepit kita dengan dua bilah mulutnya.
Merupakan sebuah fakta bahwa hakikat keimanan yang mengakar kuat di dalam dimensi intrinsik kita keberadaannya selalu berhubungan dengan pertumbuhan dan perluasannya di dalam kehidupan nyata. Ketika benih-benih keimanan tersemai, bertumbuh, dan akhirnya menghinjau di dalam hati, lalu ia berubah lagi menjadi kelurusan dan keyakinan dalam semua tindakan, kemudian berlanjut lagi menjadi ketenangan dan kekhusyukan dalam shalat, sembari terus mendukung kebenaran dan keadilan dalam hubungan sosial; semua itu menunjukkan bahwa cakrawala telah terbentang di hadapan kita menuju kekekalan sehingga iman kita dapat bertumbuh-kembang.
Sebagaimana halnya iman semacam itu yang ada pada diri manusia akan menjadi mata air kemampuan dan vitalitas yang takkan pernah kering, demikian pula ia menjadi landasan dan titik awal (starting point) menuju peningkatan atas nama "Khilafah Allah di bumi" menuju hak "intervensi dalam segala sesuatu", membentuk penampilan lingkungan sekitar sesuai perasaan dan pemikiran keimanan manusia, serta sikap terbuka atas kekekalan dalam poros tauhid dan tajrid dengan konsepsi keindahan dan roh kesenian dalam karakter keduanya yang sejati.
Semua itu dapat terjadi karena iman dapat melahirkan ruh seni yang tertanam di dalam ruh yang terbuka terhadap keindahan yang selalu menyeru ke arah ketakjuban dan kekaguman. Ya. Seorang seniman yang beriman dapat mencapai esensi absolut di tengah hamparan entitas nir-fana, untuk kemudian melukiskan berbagai warna keabadian dengan ukiran dan garis-garis yang ditatah di atas permukaan lempeng batu, tapi menggunakan sebatang kuas yang tidak memerlukan pukulan keras yang melelahkan, hingga membuat orang yang melihatnya akan selalu mengintrospeksi dirinya di hadapan ukiran yang menjadi contoh kecil jagad raya dengan penuh perenungan atas karya seni yang bersangkutan. Demikianlah akhirnya hal itu akan membawanya menuju kenikmatan perenungan tanpa akhir yang berada di tengah anugerah yang terbatas, menggapai lautan melalui setetes air, atau mengarungi semesta lewat sebutir atom, dalam dunia garis yang ajaib; di dalam perenungan terhadap tauhid dan tajrid melalui seni.
Kita tentu tidak ingin memahami seni Islami dengan membatasinya hanya sebatas seni yang menolak hal-hal yang bersifat subjektif atau objektif, atau sebagai bentuk pamer keterampilan. Akan tetapi ----di satu sisi---lebih sebagai perpaduan antara ruh, makna, dan kandungan yang menjadi saksi atas hubungan antara entitas dan kejadian sehingga ia dapat dirasakan, atau atas apa yang dapat diindra sehingga dapat dipahami, atau atas apa yang dapat diindra sehingga ia harus dipahami. Selain itu juga merupakan perpaduan antara bahasa kalbu, perasaan, dan indra ----di sisi lain----...
Oleh sebab itu, maka wajarlah apabila kemudian seni Islami selalu membimbing ke arah sang Wujud yang tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya (laisa kamitslihi syai') dengan segala bentuk inspirasi dan sugesti dari berbagai tingkat dan derajat. Meski tentu saja semua itu terjadi tanpa menyimpang dari garis lurus yang ditunjukkan oleh kompas ke arah kiblat, dan dengan fleksibilitas yang selalu menyadari satu hakikat yang harus dipahami, tapi dengan dimensi baru yang berbeda pada setiap pandangan dan tampilan. Itulah sebabnya ia dapat menampilkan ketunggalan dalam yang banyak, dan menampilkan yang banyak dalam yang tunggal, dengan menggunakan garis-garis magis, baik di dalam kerangka ini maupun di luar kerangka ini.
Alhasil, Islam adalah suara kitab jagad raya yang sekaligus menjadi nafas, penafsiran, dan penjelasannya. Selain itu Islam juga merupakan citra masa lalu alam semesta yang sekaligus juga menjadi citra semesta di masa kini dan masa depan; serta menjadi gambar dan peta alam semesta. Islam adalah kunci rahasia bagi semua gerbang semesta yang selalu disangka tertutup rapat. Islam adalah "keseluruhan" (al-kull) yang menjelaskan berbagai masalah dan urusan. Islam adalah "keseluruhan" yang mustahil untuk dipisahkan, sehingga menjadi mustahil jika "bagian" (al-juz`) darinya dapat membawa nilai-nilai yang terkandung pada yang "keseluruhan" (al-kull).
Itulah sebabnya, tindakan membelah-belah Islam menjadi bagian-bagian kecil untuk kemudian diupayakan pemahaman sempurna atas Islam melalui bagian-bagian itu, pasti akan menjadi kesalahan dan bahkan penghinaan terhadap ruh Islam. Itulah sebabnya, siapa pun yang ingin memahami Islam hanya dari tafsir ayat-ayat Al-Qur`an dan penjelasan hadis-hadis yang berisi nasihat, hatinya pasti akan tetap mengalami guncangan kekurangan yang parah, atau menderita kekosongan ruhani yang tak berujung; meski ia bersusah payah untuk mendengar keindahan kata-kata ini.
Islam adalah iman, ibadah, akhlak, dan aturan yang meninggikan nilai-nilai kemanusiaan menuju keluhuran, pemikiran, ilmu, dan seni. Islam selalu menyikapi hidup secara utuh dan sempurna; untuk kemudian ia menjelaskan hidup dan menakar nilainya, serta menawarkan hidangan langit kepada para pemeluk agama ini tanpa kekurangan suatu apapun.
Islam selalu menafsirkan jalannya roda kehidupan secara berkesinambungan dan selalu berpadu-padan dengan kenyataan. Islam tidak pernah sekali pun, dengan segala hukum yang dimilikinya, menyeru manusia ke arah alam khayal yang terpisah dari kehidupan nyata. Islam selalu mengaitkan hukum-hukum dan perintah-perintahnya dengan anugerah kehidupan yang pasti dapat diaplikasikan dalam kenyataan. Islam tidak pernah menegakkan hukum-hukumnya di dalam dunia mimpi.
Islam adalah entitas yang maujud dan sekaligus bergerak dalam kehidupan dengan segala aspeknya. Mulai dari urusan-urusan yang berhubungan dengan akidah sampai aktivitas berkesenian dan kebudayaan. Bahkan semua itu telah menjadi tanda-tanda paling penting dan sekaligus menjadi landasan bagi eksistensi dan relevansinya dalam kehidupan yang tidak akan ada akhirnya.
- Dibuat oleh