Kriteria dalam Menyibukkan Diri dengan Media
Pertanyaan: Apa yang menjadi kriteria dan takaran dalam menyibukkan diri dengan media dan mengikuti agenda aktual?[1]
Jawaban: Supaya seorang manusia bisa mengenali dunia yang ditinggalinya, dalam taraf tertentu ia perlu mengetahui agenda-agenda aktual. Tak ada keraguan bahwasanya cara paling praktis untuk mengetahui agenda-agenda aktual adalah mengikutinya melalui televisi, koran, majalah, dan internet. Organ-organ media selain memfasilitasi masyarakat untuk mengetahui peristiwa terkini apa saja yang terjadi, mereka juga membuat informasi tersebut dapat dijangkau beragam kalangan dengan cepat dan praktis. Lebih-lebih internet; melalui internet manusia bisa mendapatkan informasi yang diperlukan secara mudah. Dengannya penelitian dan pemeriksaan dapat terlaksana secara cepat.
Media dan Samudra Dosa
Namun, masalahnya tidaklah sesederhana itu. Aktivitas organ-organ media sayangnya tidak hanya terbatas pada penyebaran informasi kepada masyarakat. Selain memberitakan peristiwa-peristiwa terkini, kegiatan organ-organ media telah membuka pintu menuju banyak hal negatif, menyeret manusia kepada keburukan, serta menenggelamkannya ke dalam kehinaan. Jadi organ-organ media di satu sisi melaksanakan tugas sebagai mulut dan lisan malaikat, di sisi lain ia juga bekerja sebagai jebakan setan. Melalui media manusia bisa menjangkau beraneka ragam informasi yang berguna bagi dirinya. Namun, di sisi lain ia juga bisa digunakan untuk membuka samudra-samudra dosa. Bisa saja Anda merasa bahwa melalui media jalan-jalan menuju Ka’bah dapat terbuka. Sayangnya, yang terbuka justru pintu-pintu dan koridor-koridor yang kemudian menarik dan memutar-mutar Anda di lembah antah-berantah.
Dengan kata lain, melalui media kita punya kesempatan untuk mengetahui peristiwa dan kejadian apa saja yang terjadi di dalam dan luar negeri, menonton film dokumenter, memahami beraneka ragam informasi yang berasal dari bermacam-macam bidang, meraih kelimpahan untuk kehidupan ilmu pengetahuan kita di mana darinya Anda dapat dengan maksimal memanfaatkan utilitas media. Namun, sebagian manusia tidak mampu mengendalikan dirinya. Ketika mengarungi Sungai Nil atau Sungai Tigris, mereka temukan alirannya terpecah menjadi beberapa cabang. Mereka tertarik dan penasaran untuk menelusurinya. Tanpa disadari, aliran air membawa mereka ke tempat lain. Dari sini, kita memiliki keharusan untuk mengikuti kriteria dan disiplin-disiplin tertentu.
Ya, orang-orang yang tangannya tak pernah lepas dari koran dan penglihatannya tak pernah jauh dari internet bisa saja mengalami kontradiksi dengan dirinya dari sisi prinsip-prinsip agama. Ini karena ia bisa menemui gambar-gambar tak layak ketika membaca baik halaman koran maupun halaman internet. Karena hal tersebut mereka menodai mata, telinga, mulut, dan hati serta melupakan jati dirinya. Perlahan ia terlepas dari ikatan nilai-nilai yang dimilikinya. Ia berlayar ke lautan dosa dan kemudian mungkin tak memiliki sisa kekuatan untuk dapat kembali pulang. Akhirnya kita pun menyaksikan pada hari ini betapa sistem sudah rusak, pemikiran-pemikiran telah terkotori; bagaimana manusia telah kehilangan tolok ukur serta secara bergantian melakukan perbuatan ifrat dan tafrit; penyesalan pun terjadi di mana-mana. Jalan untuk menjaga jarak dengannya adalah sedari awal menentukan sejauh mana jarak yang akan dijangkau dan mengikatkan diri pada disiplin-disiplin tertentu.
Selain manfaatnya, para ahli juga panjang lebar menyampaikan bahaya dari internet dan organ-organ media lainnya. Kemudahan akses internet dan penggunaannya oleh semua kalangan juga membawa banyak kejahatan dan penyalahgunaan. Misalnya, manusia kini banyak menghabiskan waktunya di depan internet dan beragam media. Karenanya, betapa banyak rumah tangga yang terguncang. Demi mencari berita untuk tabloid, betapa banyak kehidupan pribadi yang diulik sehingga kemudian terjadilah kemerosotan akhlak dan degenerasi pada masyarakat. Pada kondisi di mana dosa dan keburukan dapat diakses dengan mudah, maka dampak bahayanya pun secara langsung akan terasa. Nafsu senantiasa memerintahkan keburukan kepada manusia. Sedangkan setan selalu mengajak manusia kepada gaya hidup bohemian[2].
Seseorang yang menjadi pengguna instrumen seperti televisi dan internet baiknya memiliki karakter yang membutuhkan iradat kokoh seperti mengetahui kapan harus berhenti, hanya menggunakan alat tersebut untuk urusan-urusan yang bermanfaat, serta mampu mengendalikan diri. Dari sisi ini, andai saja organ-organ media mampu meletakkan beberapa aturan dan masyarakat bisa mencapai kesepakatan terkait hal-hal ini. Seandainya dibutuhkan, jalan-jalan yang dapat mengantarkan orang-orang kepada keburukan, membuat masyarakat mengalami degenerasi, dan menyebabkan erosi pada kehidupan keluarga bisa ditutup ataupun langkah-langkah antisipasi terkait hal ini dapat diambil; andai saja kesempatan yang dapat mengantarkan manusia ke tempat-tempat yang salah tidak pernah dibuka. Pada hari ini semua orang, tak peduli orang dewasa ataupun anak-anak, semuanya sibuk dengan internet. Pada masa di mana semua orang dapat menjangkau segala informasi diperlukan aturan-aturan dan disiplin-disiplin tertentu yang terkait dengan urusan ini. Terdapat kebutuhan akan munculnya sosok-sosok yang mampu berkata “hentikan!” pada penghancuran dan perusakan ini. Namun sebagaimana kita tak memiliki daya upaya untuk melakukannya, barangkali pemerintah pun tak memiliki cukup kekuatan untuk menunaikannya. Untuk itu, andai permasalahan ini dapat diangkat di tataran internasional serta beberapa peraturan dapat disusun.
Media dan Campur Aduknya Pikiran
Di sisi lain, mengikuti berita aktual dan menelusuri hingga akar-akarnya bukanlah sesuatu yang perlu dilakukan oleh semua orang. Ini karena informasi-informasi tadi sebagian besar tidak memiliki manfaat bagi kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan masyarakat, dan kehidupan agama kita. Ketimbang manfaat, hal-hal yang demikian sering menarik manusia untuk berbuat beraneka ragam dosa. Sebagian darinya membiasakan pembacanya bergosip dan menyebarkan desas-desus, bahkan menjamakkan pemirsanya untuk pandai berdalih. Orang yang demikian akan berusaha memasarkan dirinya dengan cara banyak bicara, sering mengkritik sesuatu, dan mengenalkan diri melalui beragam media supaya orang-orang berkata: “Luar biasa. Ternyata ia adalah orang yang berpengetahuan luas.”
Selain itu, mereka yang tenggelam terlalu dalam pada topik-topik aktual otomatis akan mengabaikan pekerjaan-pekerjaan penting yang menjadi tanggung jawabnya. Perlahan ia akan menjauh dari pekerjaan-pekerjaan penting tersebut. Karena terdapat fakta bahwasanya setiap orang memiliki batas akan kapasitasnya. Apabila Anda melimpahi otak yang kapasitasnya terbatas hanya dengan berita aktual belaka, secara tidak sadar Anda telah mempersempit fungsi dan perannya di pekerjaan-pekerjaan yang lebih bermanfaat. Anda menghalanginya dari manfaat mempelajari informasi-informasi yang lebih berfaedah. Apabila Anda menghabiskan energi dan kapasitas yang terbatas di jalur ini, Anda tidak akan menemukan kesempatan untuk mengerjakan pengabdian-pengabdian yang seharusnya dikerjakan.
Izinkan saya memberi contoh dari bidang yang saya ketahui. Seseorang yang sedang menghafal Al-Qur’an memiliki kapasitas seberapa banyak ia bisa menghafal dalam sehari. Apabila orang yang demikian ditambah bebannya supaya durasi menghafalnya selesai lebih cepat, misalnya seseorang yang kapasitas menghafalnya lima halaman per hari kemudian ditambah menjadi 20 halaman per hari, kita akan membuat mereka mengalami kelelahan ekstra sehingga target hafalan minimal pun bisa-bisa tidak tercapai.
Dari sini, pertama-tama seorang manusia perlu mengetahui kapasitas dirinya. Ia harus memaksimalkan kapasitasnya tersebut. Untuk itu, porsi waktu yang dihabiskan untuk mengonsumsi media harus disesuaikan dengan suatu sistem dan disiplin tertentu. Meskipun melihat tajuk-tajuk menarik yang dimuat media tertentu, ia harus bisa mengabaikannya supaya tidak terjatuh dalam kekusutan hidup. Karena sangat sulit bagi batin yang telah terluka atau ketaton oleh beberapa peristiwa yang mengejutkan atau terpesona oleh peristiwa-peristiwa hipnosis untuk menjadi produktif dan subur serta untuk melakukan beberapa perbuatan baik. Untuk itu, sebaiknya kita tidak banyak menghabiskan waktu pada urusan-urusan yang tidak terlalu penting bagi kehidupan kita. Hendaknya kita tidak berkonsentrasi pada hal-hal tersebut.
Ini karena informasi-informasi aktual tidak hanya akan memasuki korteks dan menyibukkan Anda. Ia juga dapat menggiring Anda menuju lembah-lembah antah-berantah. Ia akan menghabiskan pagi dan malam Anda. Bahkan terkadang ia bisa meluluhlantakkan perasaan serta dunia kalbu dan emosi Anda. Sibukkanlah diri bersama sahabat-sahabat Anda dengan bermuzakarah dan membaca karya-karya tulis yang bermanfaat serta berdiskusilah di seputarnya. Membahas hal-hal yang tidak penting juga berarti menyia-nyiakan waktu orang lain.
Sebagaimana terdapat sistem kekebalan yang melindungi tubuh dari serangan mikroba, demikian juga dengan aspek spiritual manusia, ia pun memiliki sistem kekebalannya sendiri. Sistem imun ini melindungi manusia dari demotivasi, stres, dan depresi ketika berhadapan dengan kondisi yang menyedihkan, menyakiti, serta merusak suasana hati. Namun, ia juga memiliki batas. Apabila selalu sibuk dengan pemberitaan negatif yang tersebar di media, Anda akan sulit berdiri tegar tanpa mengalami kerusakan suasana hati dan keputusasaan. Pada saat bola meriam dan bom terus-menerus meledak di suatu tempat, lalu Anda tetap berada di tengah tempat tersebut dan menerima serangan dari semua sisi, dan Anda terus-menerus berada di tengah-tengahnya, Anda tidak bisa mengatakan: "Memangnya bahaya apa yang bisa mereka timbulkan terhadap saya! Apa pun kondisinya saya akan tetap melakukan kewajiban-kewajiban." Anda tidak bisa melepaskan diri dengan berkata: “Dengan kebohongan, tuduhan, dan kampanye hitam sebenarnya mereka sedang melakukan apa yang berasal dari fitrahnya.” Beberapa waktu kemudian sistem imun pada jiwa akan runtuh sehingga Anda pun mulai terlempar dengan keras. Orang yang jiwanya runtuh atau sistem imunnya mengalami gangguan tidak mungkin dapat meraih sukses dalam menunaikan tugas dan kewajibannya. Ia juga tak bisa diharapkan dapat melakukan pengabdian-pengabdian besar. Oleh karena itu, terdapat kebutuhan untuk memeriksa kembali diri kita pada semua permasalahan ini.
Ya, memang benar bahwasanya dewasa ini media telah menjadi hal yang sangat penting dan menjadi perhatian kita dalam banyak hal. Tidak semua orang dapat melakukan hal-hal yang perlu dilakukan dengan media. Apabila orang-orang yang tak berkepentingan dengan bidang ini secara berlebihan menyibukkan dirinya dan mencoba mempelajari semua berita yang muncul hingga ke akar-akarnya maka hal tersebut akan membuat hidup mereka menjadi berantakan. Oleh karena itu, kita perlu melaksanakan amanah Badiuzzaman yang menasihati kita untuk melakukan prinsip “pembagian tugas” dan menyerahkan urusan ini kepada ahlinya. Tentu saja beberapa orang entah di level nasional maupun internasional yang bertanggung jawab dalam menentukan kebijakan strategis berdasarkan perkembangan terkini dalam takaran tertentu perlu menguasai berita paling aktual. Namun, kondisi di mana semua orang memaksakan diri untuk mengikuti perkembangan berita dan menghabiskan waktunya di depan koran ataupun internet bukanlah sesuatu yang benar.
Media dan Mubazir Waktu
Tak ada keraguan bahwasanya kerugian terbesar dari menyibukkan diri dengan berita-berita aktual dan media adalah mubazir waktu. Ini karena pada hari ini bersamaan dengan jumlah koran dan stasiun televisi yang melonjak, situs internet yang menjamur, penggunaan sosial media yang berkembang pesat, terdapat banyak hal yang dapat menarik perhatian manusia mulai dipublikasikan melalui media-media tersebut. Mengikuti semua pemberitaan, komentar, kolom, dan tulisan lainnya dapat menghabiskan sebagian waktu penting yang dimiliki umat manusia. Demikianlah, hal tersebut membuat sebagian orang menunda-nunda penunaian salat. Sebagiannya lagi menunaikan salat dalam keadaan tergesa-gesa. Tak ada waktu tersisa untuk membaca doa, wirid, dan zikir. Demikian juga dengan pengabdian yang harusnya ditunaikan, ia pun dikerjakan sekadarnya. Tanpa disadari, ia menutup pintu-pintu dan jendela-jendela yang menjadi portal manusia untuk dapat menerima waridat (anugerah dan ilmu luar biasa yang diberikan Allah kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya untuk mengenal, mengetahui, dan melihat rahasia-rahasia Allah) yang berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Padahal hubungan seorang manusia dengan Sang Pencipta harus kuat sesuai dengan kadar keluasan wilayah pengabdian yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, seseorang harus memberi prioritas kepada ibadah-ibadah, kehidupan doa, dan asupan maknawinya. Barangkali bagi orang awam ia dianggap telah menunaikan penghambaannya kepada Allah ketika menunaikan ibadah-ibadah fardu dan menjauhi dosa-dosa besar. Namun, bagi orang-orang yang mendapatkan nikmat-nikmat tertentu dari Allah, mereka memiliki kewajiban untuk bertawajuh kepada-Nya sesuai takaran anugerah yang diterimanya. Maksudnya, semua manusia harus menunjukkan kadar penghambaan sesuai tingkatan anak tangga yang berhasil dipanjatnya. Untuk itu, manusia yang berada di anak tangga teratas tidak bisa menganggap dirinya telah selesai menunaikan tugas dengan hanya menyelesaikan kewajiban-kewajiban pribadinya saja. Kehidupan ibadahnya harus lebih dalam sesuai dengan kadar ilmu pengetahuan dan nikmat yang telah diterimanya. Anda bisa menyebutnya sebagai “tanggung jawab subjektif”.
Sayangnya, berita-berita aktual dewasa ini telah membenamkan manusia ke dalam lingkup pribadinya sendiri sehingga hal-hal yang harusnya menjadi prioritas justru terabaikan. Manusia amat kikir menyisihkan waktunya untuk berdoa, bermunajat, bertawajuh, dan merintih di hadapan Sang Pencipta, tetapi di sisi lain mereka tak ragu menghambur-hamburkan banyak waktunya di depan telepon seluler ataupun layar komputernya. Waktu kita berlalu begitu saja di depan secangkir kopi dan sayangnya kita tidak melihat hal ini sebagai hal yang sia-sia.
Oleh karena itu, ketika kita berkumpul hendaknya kita tidak menyia-nyiakannya dengan membahas berita-berita aktual. Marilah kita isi pertemuan tersebut dengan zikir dan ilmu. Bahkan dalam pertemuan yang diniatkan untuk menyelenggarakan musyawarah, kita harus mengagendakan waktu dalam porsi yang besar untuk membaca karya-karya yang bisa menjadi sarana memperkenalkan Sang Pencipta dan mengevaluasi kualitas penghambaan kita kepada-Nya. Demikian besarnya porsi yang diberikan sampai-sampai ia dapat membuat kita lupa membahas agenda rapat. Sehingga salah seorang anggota musyawarah kemudian dapat berkata: “Teman-teman, tadinya ada hal yang mau dibahas. Namun, kita lupa untuk membahasnya.” Itulah yang harusnya menyibukkan kita. Kondisi diri perlu selalu dijaga. Dengan muzakarah, kita melakukan muhasabah diri, mengevaluasi ketulusan hati, dan menyingkirkan kelalaian.
Jika tidak, ketika Anda berkumpul untuk membahas apa pun yang menjadi topiknya, Anda tidak akan meraih keberkahan dalam pekerjaan tersebut apabila Anda menghabiskan waktu selama berjam-jam, tanpa ada kepastian hasil yang diharapkan—dapat diambil atau tidak—dan membicarakan orang banyak tanpa sempat bertawajuh kepada Allah, melewatkan usaha untuk menyegarkan iman Anda kepada-Nya, serta mengakhiri pertemuan tanpa sempat mengenal lebih dekat Sang Pencipta. Meskipun dirasa bahwa Anda berhasil meraih hasil-hasil yang penting secara akal dan logika, apabila Anda tidak melakukan hal yang dapat mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, saya berani bersumpah sekali-kali Anda tak akan berhasil meraih berkah dari pekerjaan ini.
Walhasil, janganlah kita menyia-nyiakan pertemuan dan rapat-rapat kita. Tidak dengan bahasan-bahasan permasalahan aktual, tidak juga dengan agenda-agenda seputar permasalahan hizmet. Entah kita sedang membahas rencana membuka sekolah ataupun menerbitkan surat kabar, ia harus diselesaikan dengan cepat untuk kemudian kita kembali menyibukkan diri dan mendalami persoalan terpenting kita, yaitu mengenal Sang Pencipta dan mengevaluasi posisi penghambaan kita di hadapan-Nya. Karena di dalam agama yang kita anut, hubungan kita dengan Sang Pencipta berada di posisi terdepan dibandingkan hal-hal lainnya. Hubungan dengan Allah subhanahu wa ta’ala tak akan kita tukar tak hanya dengan dunia, bahkan dengan akhirat sekalipun. Terdapat kebutuhan yang amat serius untuk mengevaluasi dan mendisiplinkan diri kita terhadap bahasan-bahasan utama tersebut.
Kerusakan Lain yang Disebabkan oleh Media
Dewasa ini, hampir-hampir tidak ada lagi orang yang tidak sibuk dengan media. Mereka yang paling menjaga diri sekalipun setidaknya membuka media ketika minum kopi atau pun istirahat makan. Bahkan ada orang-orang yang derajat konsumsi media mereka sampai pada level kecanduan. Salah satu kerusakan besar yang disebabkan oleh masuknya internet ke dalam kehidupan kita adalah mulai diambilnya peran buku sebagai sarana sumber informasi. Meskipun melalui internet informasi-informasi dapat diakses lebih cepat, ia juga membawa hal-hal negatif dari segi kehidupan pemikiran dan aktivitas berpikir kita. Kerugiannya tidak hanya mengancam kapasitas berpikir mendalam dan nalar, tetapi juga dapat menyebabkan sebagian penyakit pada akal dan demensia (penurunan daya ingat dan cara berpikir).
Oleh karena manusia lebih mudah dalam mengakses informasi, kemampuan mengingat pun menjadi lengah. Lama kelamaan, tidak ada satu hal pun yang disimpan di dalamnya. Kemudahan mengakses informasi menyebabkan manusia terbiasa dengan kemudahan dan hal ini menjadi penyebab bagi terjadinya kemalasan berpikir.
Di sisi lain, sarana-sarana seperti ini menyebabkan ketergantungan pada manusia. Ia juga menyimpan potensi bahaya yang terdapat pada medan magnetnya. Selain itu, ketika manusia menggunakan organ-organ media, intensitas interaksinya dengan mesin semakin meningkat, sedangkan interaksinya dengan dunia nyata semakin menjauh. Perlahan ia terputus dari kehidupan nyata karena tenggelam dalam kehidupan di dunia maya. Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan alaminya, yaitu diliputi oleh hukum sebab akibat. Ketika menjauhkannya dari hukum sebab akibat dan keadaan alaminya, artinya Anda telah mendorong manusia untuk melakukan tindakan di luar fitrahnya. Sebenarnya semakin menjauhnya pribadi kita dari karakter alaminya telah menjadi dasar di balik banyaknya perusakan baik secara materi maupun nonmateri.
Alasan penting mengapa kita bertindak begitu sensitif terkait masalah ini adalah adanya beberapa karakter negatif dari media saat ini. Ketika media membuat banyak program yang mengganggu konsentrasi kepala serta menyuguhkan peristiwa-peristiwa paling kelam, paling buruk, dan paling tak keruan di hadapan kita tanpa memberi informasi bagaimana supaya para penonton bisa menyelamatkan diri dari dampak negatif pertunjukan tersebut, adalah sebuah kewajiban bagi kita untuk bergerak dengan penuh kehati-hatian. Sayangnya dewasa ini beberapa pihak terus-menerus mendistorsi peristiwa untuk menciptakan opini publik. Mereka selalu menunjukkan fakta yang berbeda dan menyembunyikan latar belakang masalah yang sebenarnya dari orang-orang. Akhirnya kita memahami peristiwa-peristiwa bukan dari kondisi yang sebenarnya. Kita pun terguncang karenanya. Apabila terdapat lembaga media yang tetap setia pada nilai-nilai jurnalisme yang jujur; anti menyiarkan berita yang menyesatkan orang; mampu menjalankan tugasnya sebagai media tanpa perlu menyebabkan kebingungan dan disorientasi pada para pembacanya; mungkin kerusakan yang disebabkan oleh media pada saat ini akan jauh lebih sedikit.
Sayangnya, media-media yang ada saat ini mengabaikan kriteria moral. Mereka tidak mematuhi etika media, berubah menjadi alat propaganda daripada menjadi pusat informasi publik, mempermainkan kehormatan dan martabat orang demi beberapa kepentingan politik, dan mengatur program siarannya berdasarkan pada kondisi keuangan. Dalam keadaan yang demikian, kita akan mendapat pengaruh negatif segera setelah terkontaminasi oleh berita-berita yang disiarkannya. Kita kehilangan pijakan dan lebih sering bertindak atas dasar pemikiran-pemikiran orang lain. Tanpa disadari, kita mulai bergerak di atas lantai licin yang dibuat oleh para ahli dunia di mana mereka membangunnya sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Tanpa disadari, kita menggunakan cara salah yang mereka buat untuk memecahkan masalah-masalah kita. Kita mungkin berada di bawah ilusi bahwa beberapa hasil hanya akan dicapai dengan cara ini.
Aspek-aspek ini harus diperhitungkan sebelum memutuskan akan berinteraksi dan menyibukkan diri dengan media. Kita harus ekstra hati-hati supaya tidak terbiasa untuk kemudian menerima kesalahan sebagai hal yang jamak belaka.
[1] Diterjemahkan dari artikel: https://fgulen.com/tr/eserleri/kirik-testi/medyayla-mesguliyette-olcu
[2] Gaya hidup bebas, tidak teratur
- Dibuat oleh