Apakah Pencerahan Gülen itu Sebuah Sekte atau Kultus?
Apa yang membedakan antara Gülen dan gerakannya dari sekte dan kultus? Apabila perbedaan itu jelas mengapa dikatakan bahwa Pencerahan Gülen itu sebuah sekte?
Turki adalah sebuah negara sekuler yang dalam hal ini kebebasan berekspresi dan berkumpul dikonsepsikan sedemikian rupa bahwa komunitas agama dan aturan agama (karena tidak diatur oleh negara) tidak secara resmi ada. Komitmen Konstitusi Turki terhadap laicisme memaknai bahwa rakyat dapat (dan banyak orang telah) dihukum karena afiliasi dengan dan mendukung aturan agama atau sekte. Yavuz dan Esposito berpendapat bahwa ‘pemisahan yang tajam antara komunitas moral dan ruang politik merupakan sumber berbagai masalah di Turki. Ketika domain politik Turki tidak memperhatikan aspek etika, maka kekosongan moral menjadikan domain politik sebagai sebuah ruang trik kotor, tipu muslihat dan sumber korupsi.’ Politik di Turki sangat disesali didasarkan pada apa yang disebut sebagai ’hubungan protektif.’ Dalam hal ini agama dan demokrasi sekuler disalahgunakan. Smith menyatakan bahwa ‘Ankara (yaitu pusat sistem politik Turki) telah mengembangkan jaringan ancaman internal dan eksternal untuk menjaga agar kegiatan politik itu berjalan lancar.’[1]
Ketidakmampuan atau ketidakmauan otoritas pemerintah Turki untuk menangani krisis sosial yang akut mendorong anggota masyarakat di Turki beralih ke SMO. Karena rakyat membu-tuhkan mereka, komunitas agama dan aturan agama tidak hanya dapat bertahan hidup, mereka telah bangkit dan memperoleh dukungan besar di Turki. Alpay menjelaskan hal ini dengan gamblang bahwa institusionalisasi dan organisasi modern di Turki masih terbelakang. Sementara persaudaraan dan solidaritas agama, bentuk dasar organisasi sosial terus berkembang. Oleh karena itu, bentuk dasar organisasi, bottom-up, sipil, inisiatif yang didasarkan pada inspirasi agama, membentuk modal sosial yang perlu dan sumber daya untuk proses modernisasi di negara ini. Akan tetapi, keberhasilan ini dilihat oleh elite proteksionis secara curiga dan dideskripsikan sebagai ancaman terhadap fondasi negara Turki.
Ketika upaya yang paling berhasil dan populer untuk men-ciptakan modal sosial dimana negara tidak dapat melakukannya, Pencerahan Gülen dan Gülen sendiri telah dijadikan sasaran. Salah satu perangkat untuk mendelegitimasi Gülen dan layanannya adalah tuduhan bahwa meskipun nonpolitis mereka adalah sebuah sekte, terbelakang dan dianggap subversif.[2] Akan tetapi, ketika tuduhan semacam ini banyak, bukti asosiasi yang tidak sah secara hukum (di bawah hukum Turki), tindakan atau konspirasi tidak pernah ada.
Hukuman yang telah diberikan kepada anggota Pencerahan Gülen pada umumnya didasarkan pada tuduhan palsu yang dimotivasi alasan ideologis oleh kelompok proteksionis. Setelah mencantumkan hampir seratus sidang pengadilan negeri dan keputusan mengenai Gülen, Webb berkesimpulan bahwa berkaitan dengan keputusan pengadilan, dan menurut keputusan yang diberikan pakar yang ditunjuk oleh pengadilan, kesimpulan besar adalah tuduhan dan klaim sejenis atas Gülen tidaklah benar dan tanpa dasar.
Webb menambahkan bahwa badan otoritatif menemukan bahwa tidak ada tanda dalam kerjanya mendukung kepentingan sebuah sekte agama yaitu mendirikan sebuah komunitas agama atau menggunakan agama untuk tujuan politik atau personal atau pelanggaran atas prinsip dan aturan pemerintahan yang mendasar. Kerja Gülen mencakup tafsir atas Alquran dan Hadis, nasihat agama dan moral, juga tulisan yang mendorong kebajikan warga negara agar berbuat yang baik dan tertib. Persoalannya apakah pemerintah akan membuktikan dan berkehendak dari semua hal itu.
Aymaz menjelaskan mengapa Pencerahan Gülen tidak dapat dideskripsikan sebagai sebuah sekte:
Aymaz lebih lanjut menjelaskan bahwa di masyarakat yang lebih luas, para partisipan Pencerahan Gülen tidak dilihat atau tidak bertindak sebagai sejenis kelompok khusus yang tertutup:
Para partisipan Pencerahan Gülen dengan ucapan, proyek dan tindakan mereka, telah membuktikan sendiri tidak memiliki pan-dangan atau ideologi yang diyakininya yang dianggap sebagai ekstrem oleh mayoritas pihak di Turki dan di luar negeri. Mereka tidak pernah dianggap sebagai sesat atau menyimpang oleh publik, di media atau di pengadilan. Mereka tidak dituduh berbeda dari tradisi, praktik atau kecenderungan agama yang diterima secara umum. Seluruh partisipan Pencerahan Gülen adalah orang-orang terdidik, sebagian besar baik sarjana maupun lulusan pascasarjana yang memberikan layanan secara sukarela. Para relawan ini dengan sendirinya bekerja ribuan kilometer jauhnya dari sebuah doktrin spesifik atau seorang pemimpin doktrinal.
Hermansen menjelaskan mengapa Pencerahan Gülen tidak dapat disebut sebagai sebuah sekte atau kultus[3] dalam pengertian yang serupa:
Dengan meremehkan, Tibi menyebut Pencerahan Gülen sebagai sebuah tarikat Sufi termasuk sebagai kritik bahwa Gülen berperan sebagai sheikh (pemuka sufi). Agai berkesimpulan bahwa hal ini sebuah penafsiran yang keliru karena berbeda dengan tarikat klasik, tidak ada persyaratan inisiasi, praktik yang tidak terbatas atau esoterik dan tidak ada terminologi batin Sufi yang menandai keanggotaan di dalam Pencerahan Gülen. Ergene juga sangat tidak setuju dengan penggolongan Pencerahan Gülen sebagai sebuah tarikat dalam pengertian sosial atau organisasi klasik tertentu.
Apabila Pencerahan Gülen tidak dapat diberi label sebagai sebuah kultus atau sekte karena tindakannya, maka dapatkah Pencerahan Gülen dilabel karena hubungan para partisipan dengan tokoh pendirinya? Inilah masalah karisma dan proses yang diasosiasikan dari karismatisasi. Karismatisasi membuat pemimpin kelompok di mata anggotanya seorang manusia yang spesial bahkan super. Hal ini membutuhkan mitos mengenai masa kanak-kanaknya, tempat-tempat sakral, benda-benda suci yang telah dia sentuh dan sebagainya. Sebuah gambaran dibangun pada diri manusia super itu dipersiapkan diturunkan hingga tingkat manusia biasa. Karismatisasi menjadikan pemimpin kelompok itu tidak akuntabel, tidak dapat diprediksikan, sewenang-wenang dalam pelaksanaan otoritas dan cenderung melakukan penyalahgunaan kekuasaan:
Otoritas yang diberikan oleh pengikut pemimpin karismatik sepanjang tidak terikat dengan aturan atau tradisi dan pemimpin karismatik itu memiliki hak untuk mengatakan apa yang para pengikutnya akan lakukan dalam seluruh aspek kehidupan mereka—dengan siapa mereka akan tidur [...] menikah, apakah mereka akan memiliki anak, jenis pekerjaan apa yang mereka akan lakukan, di negeri mana mereka akan tinggal—agaknya apakah mereka akan tinggal—dan pasta gigi apa yang mereka akan gunakan. Hal ini sungguh dapat mencakup segala sesuatu dan hal ini dapat diubah pada saat tertentu.
Gülen terlihat eksis di dalam kehidupan publik melalui khotbahnya, tindakannya dan proyek-proyeknya sejak dia berusia enam belas tahun sebagai seorang dai, penulis dan inisiator kegiatan masyarakat sipil. Dia tidak mengarahkan seseorang dalam perbuatan yang absurd, penyimpangan, kekerasan, pembunuhan, bunuh diri atau penyalahgunaan apa pun juga. Dia tidak menunjukkan sikap yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau sewenang-wenang dalam pemikiran atau tindakannya. Di Turki individu-individu dan kelompok-kelompok yang sangat marginal diprovokasi secara ideologis untuk menentang pola pikir dan proyek-proyeknya Gülen. Tetapi sejauh ini tidak satupun membenarkan tuduhan-tuduhan tersebut. Hal ini merupakan indikasi yang baik bahwa Gülen dan Pencerahan Gülen tidak seperti sekte, kultus atau gerakan agama baru seperti yang dikaji oleh Barker dan lainnya.
Penulis mengemukakan sebelumnya (3.2.5) bagaimana dan mengapa refleksitivitas Pencerahan Gülen begitu tinggi. Para partisipan Pencerahan Gülen memiliki definisi yang jelas tentang layanan, bidang tindakan, tujuan, dan instrumen yang digunakan untuk mencapainya dan dengan demikian, apa yang diharapkan dan tidak diharapkan sebagai balasannya untuk apa yang mereka lakukan. Pencerahan Gülen juga memiliki banyak akumulasi pengalaman yang berhasil diberikan kepada para partisipannya dan kepada mereka yang berada di luar Pencerahan Gülen.
Oleh karena itu, Pencerahan Gülen tidak mengalami ketim-pangan antara tujuan dan harapan serta rewards yang tidak dapat dicapai. Kejelasan mengenai tujuan umum dan tujuan khusus— pencapaian proyek-proyeknya—penekanan dan dukungan terhadap legitimasi cara dan tujuan—akuntabilitas tentang bagaimana proyek-proyek itu dilaksanakan—membedakan dengan jelas Gülen dan gerakannya tidak sama dengan kultus ataupun sekte.
Di dalam Pencerahan Gülen, reward yang diharapkan sebagai hasil layanan yang diberikan pada dasarnya dari Allah. Pencerahan Gülen tidak menawarkan insentif selektif (rincian kalkulasi biaya dan keuntungan) untuk menarik para partisipan dalam mencapai tujuan kolektif. Partisipasi langsung dalam layanan itu sendiri memberikan motivasi—yakni mewujudkan nilai-nilai simbolik, budaya, etika dan spiritual ketimbang untuk mendapatkan kebaikan dunia dan keuntungan material semata. Kuru mencatat: ’Gülen melawan jenis rasionalisme yang fokus hanya pada kepentingan diri egoistik yang bertumpu pada analisis biaya-keuntungan materialistik semata.
Gülen sendiri menyatakan apabila saya lebih mencintai dunia, akan kupilih menjadi pimpinan tertinggi negara ini. Saya akan mencari sebuah jabatan yang strategis yang memungkinkan preferensi itu dapat diwujudkan. Dia tidak pernah melakukannya dalam seluruh kehidupannya termasuk masa mudanya, kecuali sebagai seorang zuhud.’ Apabila orang ini menolak seluruh peluang yang datang di depan pintunya dan lebih memilih memelopori kehidupan sederhana di masa mudanya, bagaimana dia dapat memiliki keinginan sekarang ketika dia menghidupkan malam-malam harinya ”seolah-olah ini merupakan malam terakhir dalam hidupnya”? Saya menganggap seluruh tuduhan (untuk mencari kedudukan atau kekuasaan) berasal dari perasaan kebencian orang-orang yang suka menuding.’
Karena motivasi dan insentif diperoleh melalui jaringan relasional dan layanan yang diberikan secara altruistik di antara sesama, Pencerahan Gülen telah menata individu-individu menjadi sebuah kesatuan. Kohesivitas kelompok yang bertentangan dengan kultus, tidak berasal dari kepemilikan atas kelompok. Kepemilikan bukan untuk kepentingannya sendiri, namun lebih dalam lagi bukan layanan orang lain, yaitu selalu melihat ke luar. Gülen acapkali mengucapkan pepatah ini: seorang harus berada di antara kaumnya seperti individu pada umumnya, tetapi dengan kesadaran terus-menerus bahwa dia bersama Tuhan dan selalu di bawah pengawasan-Nya. Hal ini berarti hidup di antara manusia di tengah-tengah keimanan. Oleh karena itu, berbeda dengan sekte atau kultus, para partisipan Pencerahan Gülen lebih menyukai bersama dan untuk manusia bukan menghindari mereka. Mereka tidak asyik dengan dirinya sendiri dan memutuskan hubungan dengan lingkungan sosial atau merenggangkan hubungan dengan pihak luar atau menolak tindakan yang relevan dan sesuai.
Gülen menegaskan realitas sekarang ini, interdependensi komunitas yang muncul dalam cara komunikasi dan transportasi modern—dunia menjadi sebuah desa dunia. Dia mengajarkan kesadaran bahwa perubahan radikal tertentu di satu negara tidak akan ditentukan oleh negara itu sendiri, melainkan terkait dan dipengaruhi oleh negara lain. Adanya hubungan timbal-balik yang saling memengaruhi. Oleh karena itu, anggota masyarakat harus menerima satu dengan lainnya karena mereka eksis dan mencari jalan untuk bersama satu dengan lainnya. Perbedaan karena kepercayaan, suku, kebiasaan dan tradisi adalah kekayaan dan harus diapresiasi untuk kebaikan bersama melalui hubungan yang damai dan menghormati. Gülen menambahkan:
Jaringan hubungan ini yang [...] ada dalam basis kepentingan timbal balik memberikan berbagai manfaat bagi pihak yang lebih lemah. Kemudian, berkat kemajuan dalam [...] teknologi elektronik digital, penguasaan dan pertukaran informasi secara bertahap tumbuh berkembang. Akibatnya, individu akan berada di depan yang akan memunculkan pemerintahan demokratis yang menghormati hak-hak pribadi menggantikan rezim opresif.
Dengan kata lain, Pencerahan Gülen tidak menutup diri dari dunia—Pencerahan Gülen tahu bahwa dia harus berada di dunia agar dapat belajar darinya. Gülen menjelaskan: ’Anggota masyarakat harus belajar bagaimana mendapatkan manfaat dari pengetahuan dan pandangan orang lain, karena hal ini akan berguna bagi sistem, pemikiran dan dunia mereka sendiri. Khususnya mereka harus selalu mencari manfaat dari berbagai pengalaman dari yang memiliki pengalaman itu.’ Agaknya individu dalam sebuah gerakan yang membaca dan mendengar Gülen akan berada dalam hubungan atau struktur seperti sekte. Akan tetapi, Gülen mendorong sikap inklusif dan keterbukaan kepada orang lain: ’Berperilakulah toleran sehingga dada/hati Anda menjadi luas seluas samudra. Berilah inspirasi dari agama dan cinta manusia. Biarkan hati yang damai dan kepada siapapun Anda tidak meminta dan tidak berpikiran buruk atas mereka.’
Pencerahan Gülen tidak memiliki ideologi yang menyatakan suatu permusuhan sehingga kemudian hal ini menjadi sasaran agresi. Hal ini secara sistematik dan konsisten menolak mengaktivasi proses negatif atau destruktif. Karena alasan itu, Pencerahan Gülen kadang-kadang dikritik karena sikap pasivismenya. Akan tetapi, sebaliknya hal ini mendorong tingkat motivasional yang lebih tinggi dan membuka jalan bagi tanggung jawab individual dan kolektif secara bersama-sama. Gülen mengajarkan bahwa tata cara untuk mewujudkan berbagai proyek adalah melalui kesadaran dan etika tanggung jawab. Karena kurangnya tanggung jawab dalam tindakan itu gangguan dan kekalutan akan muncul, kita dibiarkan tanpa alternatif tetapi mendisiplinkan tindakan kita dengan tanggung jawab adalah hal yang utama. Oleh karena itu, seluruh upaya kita harus diukur berdasarkan tanggung jawab.
Kesadaran dan etika tanggung jawab meningkatkan mobilitas individu dalam SMO yang dibangun dengan dorongan Gülen. ’Institusi ini memiliki identitas korporat dan manajemennya berada di tangan masyarakat. Akan tetapi, setelah ditunjuk sebagai seorang manajer melalui kontrak sosial, para partisipan tersebut tidak diperbolehkan memanfaatkan institusi-institusi ini untuk kepentingan sendiri. Mereka yang sekarang tidak dapat bekerja secara aktif dalam Percerahan Gülen mengalihkan peran itu kepada orang-orang muda yang akan membawa perubahan pada layanan altruistik tersebut.’ Hermansen menyebutkan bagaimana seorang partisipan senior di Pencerahan Gülen mengumpamakan aktivitasnya sebagai perlombaan reli/balapan yang dalam hal ini generasi-generasi sekarang berlomba untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dan ke depan.
Mobilitas ke atas individu adalah untuk semua. Dan hal itu selalu mungkin dalam Pencerahan Gülen karena masuk dan keluar atau komitmen dan pengunduran diri selalu bersifat sukarela dan selalu terbuka. Sebuah semangat kompetitif juga didorong dan berlaku di atas solidaritas primer. Individu bekerja di SMO berdasarkan pada kualifikasi profesional sesuai pengalaman atau senioritas di Pencerahan Gülen. Gambaran ini sama sekali mencegah naiknya pemimpin dogmatis, ideologis, ritus atau fungsi eksklusivis di dalam Pencerahan Gülen. Mereka juga mencegah Pencerahan Gülen mengonstruksi sebuah citra diri yang idealis dengan nilai eksklusif dan sumber daya simbolik dan mengambil pelarian dalam bentuk mitos.
Pencerahan Gülen tidak memiliki atau mencari suatu teks suci eksklusif untuk diri sendiri atau mengembangkan ritual khusus dan fungsi rahib atau kebiasaan khusus atau isyarat atau badge atau perangkat identitas tertutup lainnya. Pencerahan Gülen tidak mena-warkan hasil atau balasan yang tidak dapat dicapai melalui cara-cara upaya manusia yang biasa di dalam dunia nyata. Hal ini tidak mencari perayaan suci tentang diri dalam paradigma abstrak dan anakronistik. Tindakan Pencerahan Gülen tidak diarahkan kepada seseorang, baik nyata ataupu mitos: Pencerahan Gülen tidak memiliki ‘musuh’ imajiner untuk mengutuk apabila ada kekurangan dalam hasil.[4] Akan tetapi, jika terjadi kegagalan tertentu haruslah didefinisi-kan secara sosial di dalam kerangka rujukan dan tanggung jawab aktor. Gülen mengidentifikasi tiga masalah utama sebagai dasar dari seluruh masalah di dalam Turki modern yakni: kebodohan, kemiskinan, dan perpecahan internal (tidak adanya kesatuan sosial). Terhadap hal ini Gülen menambahkan:
Sekarang atas hal ini ditambahkan dengan bentuk perselingkuhan, intimidasi dan koersi, pesta pora, dekadensi, keseronokan, kurang-nya kepekaan, sikap apatis dan kontaminasi intelektual.
Tidak adanya kepentingan dalam dinamika agama dan historis, kurangnya proses belajar, pengetahuan dan cara berpikir sis-tematis [...] kebodohan, berdiri sebagai alasan terdepan mengapa sekarang ini Turki dan wilayah ini begitu dilanda masalah kemiskinan.
Batas bidang rujukan Pencerahan Gülen (prinsip dan tujuan-nya) tidak memungkinkan semacam mobilisasi agresif maupun non-institusional, tuntutan atau harapan yang tidak praktis dan tidak sesuai atau segala sesuatu yang melanggar batas-batas aturan—baik di arena Turki maupun di tingkat internasional—yang dapat memicu konflik. Para partisipan Pencerahan Gülen didorong untuk merefleksikan dan membandingkan tindakan mereka dalam situasi berbeda dan waktu yang berbeda—proses terbuka untuk membicarakan biaya dan keuntungan, mengukur upaya dan hasil yang memungkinkan mereka mengkritik dan mengubah kebijakan, memprediksikan kemungkinan hasil, belajar dari kesalahan dan sebagainya. Dalam hal ini, institusi-institusi, berbagai layanan yang diberikan dan keberhasilannya tidak milik individu tertentu dan oleh karena itu berorientasi ke luar, yaitu dunia nyata.
Pendidikan, seperti yang penulis tegaskan, merupakan prioritas utama Pencerahan Gülen. Dalam pandangan Gülen, tidak hanya pengembangan keadilan yang dihindari karena kurangnya pendidikan dalam segala bidang tetapi juga pengakuan atas HAM dan sikap penerimaan dan toleransi kepada orang lain: apabila Anda ingin mengontrol massa, maka ciptakan mereka untuk haus di bidang keilmuan. Mereka dapat selamat dari tirani hanya melalui pendidikan. Jalan ke arah keadilan sosial dibangun dengan pendidikan yang memadai dan bersifat universal karena hal ini hanya akan memberikan masyarakat pemahaman dan toleransi yang memadai untuk meng-hormati hak-hak orang lain. Pendidikan yang didukung oleh Pencerahan Gülen diorientasikan untuk memungkinkan masyarakat berpikir untuk diri sendiri, menjadi agen perubah atas nama nilai-nilai positif keadilan sosial, HAM dan toleransi. Hal ini juga membedakan secara tajam antara Pencerahan Gülen dari kecenderungan kultus yang diorientasikan ke arah dalam dan menghendaki konformitas dari anggota kelompok (di antara ritus pribadi, lambang/simbol dan sebagainya).
Gaya dan isi pendidikan merupakan faktor pembeda lainnya. Gülen menegaskan bahwa gaya pendidikan baru merupakan suatu yang perlu yang akan meleburkan pengetahuan agama dan ilmiah bersamaan dengan moralitas dan spiritualitas, melahirkan orang-orang yang tercerahkan dengan hati yang dicahayai ilmu-ilmu yang positif, orang-orang yang tindakannya dan gaya hidup mereka berwujud dalam bentuk nilai-nilai kemanusiaan dan moral serta ’sadar atas kondisi sosioekonomi dan politik dalam kehidupan mereka.’
Michel berpendapat bahwa bagi Gülen spiritualitas mencakup tidak hanya pengajaran agama tetapi juga etika, logika, kesehatan, psikologi dan keterbukaan afektif, dimana tawadu dan toleransi merupakan kata kuncinya. Gülen meyakini bahwa kualitas non-kuantifikasi harus disampaikan kepada mahasiswa bersamaan dengan pelatihan dalam disiplin teruji. Michel mempertimbangkan bahwa program itu lebih terkait dengan identitas dan kehidupan sehari-hari daripada tindakan politik. Dan meyakini bahwa hal ini akan menghasilkan sebuah pencarian spiritual dan komitmen moral baru untuk kehidupan sosial manusia yang lebih baik dan lebih manusiawi. Dimensi pendidikan ini hanya dapat disampaikan melalui contoh dan perilaku guru bukan hanya melalui khotbah. Pencerahan Gülen tidak mendikte kurikulum dalam institusi pendidikan yang dalam hal ini para partisipan adalah sponsor dan pengelola. Institusi-institusi ini mengikuti kurikulum nasional dan internasional dan siswa didorong untuk menggunakan sumber informasi eksternal seperti internet dan layanan informasi perguruan tinggi.
Pencerahan Gülen seperti penulis sudah jelaskan, tidak mengikuti paradigma anakronistik (seperti sejumlah kultus). Gerakan ini tidak mengagung-agungkan masa lalu. Tetapi Pencerahan Gülen memang menekankan ’nilai budaya’. Gülen telah mengatakan: ’Kurangnya perhatian dan kepentingan di-berikan untuk pengajaran nilai-nilai budaya walaupun hal ini lebih perlu untuk pendidikan. Apabila satu hari kita dapat memastikan hal ini menjadi penting, maka kita akan mencapai sebuah tujuan besar.’ Dapat diprediksikan, penekanan ini telah diambil-alih oleh pengkritik proteksionis sebagai sebuah panggilan reaksioner untuk kembali ke masyarakat Utsmaniyah (Ottoman) pra-Republik—dalam istilah sosiologis, sejenis utopianisme regresif. Istilah penyalahgunaan yang digunakan—irticaci—dapat diterjemahkan dalam konteks bangsa Turki sebagai sikap ‘reaksioner.’ Gülen selalu menolak tuduhan ini:
Kata irtica berarti kembali ke masa lalu atau membawa hal pada masa lalu ke sekarang. Saya adalah orang yang telah mengambil keabadian sebagai sebuah tujuan tidak hanya besok. Saya berpikir mengenai masa depan negara kita dan mencoba melakukan apa yang dapat saya lakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Saya tidak pernah melakukan sesuatu dengan membawa negeri saya pada kemunduran sebagaimana ada pada tulisan saya, kata-kata yang saya ucapkan atau aktivitas saya. Tetapi tidak satupun dapat melabel kepercayaan ini kepada Tuhan, peribadatan, nilai-nilai moral dan [...] masalah-masalah yang dibatasi oleh waktu seperti makna irtica.
Melucci telah menjelaskan bagaimana sejumlah gerakan, pada awalnya, mendefinisikan identitasnya dalam kaitan dengan masa lalu, mendeskripsikan totalitas mitos titisan dengan makna agama-semu. Tindakan mereka membutuhkan daya tarik utopia dengan konotasi agama. Utopianisme regresif ini mereduksi kompleksitas menjadi kesatuan formula luas tunggal. Hal ini meleburkan berbagai perbedaan serta mengidentifikasi seluruh masyarakat ke dalam solidaritas sakral. Hal ini menerjemahkan kesesuaian ulang identitas ke dalam bahasa dan simbol sebuah mitos pelarian dari titisan itu. Melucci menambahkan bahwa akses agama merupakan hal yang utama dalam berbagai gerakan. Hal inilah yang membuatnya rentan terhadap manipulasi oleh pimpinan kelompok, dan termarginalisasi sebagai sekte dan bertransformasi menjadi sebuah mode atau komoditas yang unik. Dia juga berpendapat bahwa perselisihan dalam gerakan semacam ini berubah menjadi sebuah pelatihan individual, sebuah pencarian mitos atau fundamentalisme fanatik.
Para ahli teori lain telah menyatakan deskripsi itu sebuah generalisasi yang berlebihan. Ahli Sosiologi Asef Bayat menunjuk-kan reduksionisme dalam tulisan Melucci yang membahas seluruh gerakan atau kebangkitan agama khususnya Islamis, sebagai utopianisme regresif. Sesuatu yang pasti, hal ini bukanlah sebuah deskripsi yang sesuai dengan Pencerahan Gülen. Rujukan Gülen atas sejarah tidak berisi isyarat tentang sebuah politik budaya, tidak ada upaya untuk menyatakan pendapat tentang sejarah secara negatif terutama untuk berbagai peristiwa yang terkait dengan asal usul modernitas di Turki. Dia tidak mengonstruksi sebuah masa lalu agar dapat mengekspresikan keinginan untuk memperbarui sebuah kesultanan sebagai bentuk simbolik persatuan dan tatanan atau dia tidak mengidealisasi tanah air, agama, dan keluarga. Dia tidak mencari alibi ideologi untuk menutupi defisiensi dalam pemahamannya tentang kompleksitas dunia modern. Michel sangat jelas menyatakan bahwa Gülen tidak mengajukan upaya kembali ke ’pola Kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman) sebagai bentuk nostalgia.’
Sebaliknya, kemunculan Pencerahan Gülen telah meng-inspirasi pengajuan model perbaikan diri yang mengarah kepada transformasi sosial. Dia tidak melihat masa lalu sebagai sebuah strategi untuk penguatan tatanan politik atau tidak memper-timbangkan bahwa sebuah model baru yang didasarkan pada masa lalu dapat melakukan pembaruan pada waktu sekarang. Dia telah menyebutkan bahwa sebuah anakronisme kuno yang diberikan tidak satupun orang sehat dapat meyakini bahwa keberhasilan dapat diraih melalui suatu lompatan yang tinggi. Dia melihatnya suatu hal yang tidak mungkin bagi Turki memulihkan hegemoni transnasional seperti yang dilakukan sebelum Perang Dunia Pertama. Gagasan imperialisme budaya tidaklah sesuai dengan realitas ekonomi, militer, dan geografi kekinian. Michel melihat: ini sangat berbeda dari proyek-proyek reaksioner yang berupaya membangkitkan atau merestorasi masa lalu [...] Gülen berulang-ulang menegaskan bahwa apabila tidak ada adaptasi ke kondisi baru hasilnya tidak akan pernah ada.
Gülen melihat kebesaran masa lalu sebagai contoh untuk diikuti dan kesalahan untuk dihindari, yaitu karena cara melangkah lebih jauh atas apa yang ada di masa lalu:
Sekarang ini jelas tidak mungkin hidup dengan konsepsi ke-tinggalan zaman yang tidak dapat dilakukan dengan kenyataan yang ada. Melanjutkan keadaan lama tidaklah mungkin, hal ini berarti tidak mengikuti keadaan baru atau kehancuran sama sekali. Kita tidak akan membentuk ulang dunia kita seperti yang dituntut oleh sains atau kita akan terlempar dalam kesia-siaan bersama dengan dunia tempat kita tinggal di dalamnya.
Namun, apabila kita menutup mata atas masa depan berarti suatu kebutaan, dan tidak peduli atas masa lalu adalah suatu kerugian. Kesadaran sejarah menjelaskan konsep-konsep masa sekarang yang dibentuk melalui konsep-konsep dan berbagai peristiwa di masa lalu. Dengan mengajukan berbagai tema sejarah dan karakter, Gülen memberikan harapan dan menciptakan akses kepada para pendengarnya tentang perlunya langkah-langkah reformasi dan memajukan sebuah masyarakat yang terglobalisasi. Baginya, mengetahui sejarah merupakan sebuah umpan untuk masa depan yang inovatif dan berhasil sehingga Anda dapat mengetahui ke mana Anda akan pergi.
Dengan penuh empati Gülen menolak model kewarga-negaraan yang merefleksikan semacam homogenitas ras, suku, budaya dan agama yang mendasari masyarakat (acapkali berbentuk imajiner) di masa lalu. Pada kenyataan tidak satupun dari 17 negara yang dalam hal ini bangsa Turki secara historis berkembang didasarkan pada asas homogenitas tersebut. Seseorang yang menyesuaikan dirinya dengan penjelasan ulang atas upaya heroik orang lain menunjukkan sebuah kelemahan psikologis khususnya bagi yang tidak berdaya atau menolak memikul tanggung jawab terhadap masyarakat saat ini:
Tentunya kita harus mengingat orang-orang saleh pada masa lalu dengan penuh perhatian dan merayakan kemenangan para pendahulu kita yang heroik dan penuh semangat. Tetapi kita seharusnya tidak berpikir seluruhnya wajib untuk dilakukan. Namun, hanya mengingatkan diri kita dengan kuburan dan memorial [...] Setiap aspek dari masa lalu begitu berharga dan suci hanya sepanjang hal ini menstimulus dan memberi semangat kepada kita dan memberi kita pengetahuan dan pengalaman untuk berbuat sesuatu pada waktu sekarang. Sebaliknya hal ini sepenuhnya jadi ilusi karena tidak satupun keberhasilan atau kemenangan dari masa lalu dapat datang membantu dalam perjuangan sekarang ini. Saat ini kewajiban kita adalah menawarkan kemanusiaan menjadi sebuah pesan baru yang terdiri dari berbagai aspek yang jelas dari masa lalu bersama dengan pemahaman tentang kebutuhan pada waktu sekarang.
Bagi Pencerahan Gülen identitas bukanlah sesuatu yang terkait dengan rasa kepemilikan dan keanggotaan dalam sebuah kelompok. Hal ini menjadi terkonstruksi dengan baik melalui individu dengan kapasitasnya sebagai aktor sosial. Hubungan dibentuk di tingkat individu untuk membangunkan semangat dan kapasitas dirinya agar mampu bertindak. Melalui kemampuan sosial mereka, anggota masyarakat menemukan kembali diri dan makna kehidupan. Layanan altruistik yang diusulkan oleh Pencerahan Gülen adalah upaya kemampuan sosial dan hubungan manusia. Inilah perbedaan utama Pencerahan Gülen. Pencerahan Gülen tidak mengarahkan sebuah perjalanan ke dalam mitos identitas. Gerakan ini tidak menarik individu ke dalam sebuah ilusi pelarian sehingga dia secara magis terbebas dari tekanan tindakan atau perilaku sosial. Hal ini menegaskan makna tindakan sosial sebagai kapasitas untuk eksistensi dan hubungan manusia yang dibentuk secara sadar.
Dalam hal yang sama, Gülen berulang-ulang membahas mengenai sebuah renaissance, tetapi dia tidak mengartikan hal ini semacam kelahiran kembali secara magis. Sebaliknya, renaissance ini adalah sebuah proses aktif, sebuah kerja keras yang mampu mencegah berbagai penyakit seperti hasrat, kemalasan, mencari ketenaran, egoisme, cinta dunia, berpikiran picik, penggunaan kekuatan yang jahat dan menggantikannya dengan ‘nilai-nilai kemanusiaan yang mulia seperti rasa bersyukur (contentedness), keberanian, kesederhanaan, altruisme, pengetahuan dan akhlak mulia, dan kemampuan berpikir secara universal.’ Pengetahuan tentang perbedaan, berbagai aspek, keharusan pembagian kerja dan hubungan kekuasaan di dalam masyarakat yang lebih besar, lalu mengaitkan Pencerahan Gülen dengan bentuk rasionalitas yang mendorong untuk menilai hubungan antara tujuan dan cara, melindungi anggota masyarakat dari sikap tidak seimbang dan pembagian yang didasarkan pada bentuk kekuasaan yang dipersyaratkan untuk mengatur kom-pleksitas masyarakat.’ Kerja Gülen adalah sebuah komunikasi secara terus-menerus untuk upaya yang lebih besar, pengetahuan yang lebih besar, kontrol diri dan kesederhanaan yang lebih besar.’
Sebaliknya, sekte yang menentang perbedaan dan keragaman di dalam diri mereka sendiri dan menentang penerimaan bentuk saling ketergantungan dengan dunia luar tidak memiliki solusi untuk menangani perbedaan dalam kompleksitas. Daya tarik sekte sepenuhnya tidak memperhitungkan bahwa anggota masyarakat secara simultan hidup di dalam sebuah sistem yang saling bergantungan satu dengan lainnya. Pencerahan Gülen tidak menolak interdependensi berbagai bidang sosial dalam pandangan hidup, nilai atau kerangka organisasi aktual. Hal ini tidak memiliki sebuah ideologi totalitas yang memiliki dan mengontrol bidang-bidang sosial. Dengan demikian hal ini tidak harus mengiden-tifikasi orang lain atau pihak luar dalam istilah negatif.
Karena lihai membaca konflik sosial, Pencerahan Gülen dapat terhindar dari pernyataan tentang tindakan kolektif secara keliru. Selain itu, para partisipan Pencerahan Gülen memiliki kompetensi sosial, budaya dan intelektual sehingga respons mereka secara pribadi atau kelompok sangat spesifik dan tanpa saling menyalahkan. Mereka tidak berupaya melakukan reduksionisme yang mengabaikan atau meniadakan individu karena identitas gerakan yang tidak sesuai. Dengan memanfaatkan kapasitas sosial ini, mereka tidak terjebak ke dalam bentuk prasosial atau berubah menjadi sebuah sekte atau mitos utopia. Gülen dengan sendirinya berkata, dia ‘secara pribadi tidak mendukung adanya sekte,’ dan partisipan Pencerahan Gülen ’tidak mewakili sebuah kelompok yang terpisah atau berbeda di dalam masyarakat’ dan ’tidak terkait dengan kelompok tertentu atau tidak mengembangkan kelompok tersebut.’
Pencerahan Gülen berbeda dari sebuah sekte. Hal ini berjalan dalam kesadaran pada komitmen di bidang sosial. Dalam aktivitas itu Pencerahan Gülen merasa memiliki, berinteraksi dan memberi kontribusi. Pencerahan Gülen bekerja bersama anggota masyarakat lainnya dalam berbagai masalah dan berupaya mencari alasan dan rujukan bersama dengan lainnya. Gülen menulis:
Perkembangan luar biasa di bidang transportasi dan teknologi komunikasi telah menjadikan dunia sebagai desa yang besar. Dalam hal ini, seluruh manusia di dunia harus belajar berbagi di antara mereka dimana mereka hidup bersama dalam damai dan saling membantu satu dengan lainnya. Kami percaya bahwa anggota masyarakat apa pun agama, budaya, peradaban, suku, warna kulit dan asal negara berupaya mendorong kerukunan daripada perpecahan. Apabila kita mendorong unsur-unsur ini yang memungkinkan mereka tinggal dalam damai dan menyadar-kan mereka mengenai bahaya laten peperangan dan konflik, maka dunia akan lebih baik daripada sekarang.
Sebaliknya, sebuah sekte hanya memutuskan ikatan mulia ini. Hal ini menciptakan secara ideologis dan ontologis sebuah garis pemisah dimana pembagian dan perpecahan tidak dapat diatasi. Politik identitas dan daya tariknya cenderung menyembunyikan atau menolak dilema mendasar di dalam kehidupan sosial dalam sistem yang kompleks. Dengan menjadi sebuah organisasi eksklusif, sebuah sekte menuntut masa percobaan yang panjang, disiplin yang kaku, tingkat komitmen yang sangat tinggi dan penetrasi ke dalam setiap aspek kehidupan anggotanya. Pandangan dunia atau tindakan kolektif Pencerahan Gülen bukanlah penarikan diri menjadi sebuah struktur berbasis komunitas atau seperti sekte.
Kita harus tahu bagaimana menjadi diri sendiri dan kemudian tetap menjadi diri sendiri. Hal ini berarti isolasi dari yang lain. Hal ini berarti menjaga identitas dasar di antara identitas lainnya setelah cara lain di antara berbagai cara lainnya. Walaupun identitas diri perlu, kita harus mencari cara mengarah ke sebuah integrasi universal. Isolasi dari dunia pada akhirnya akan menyebabkan kehancuran total.
Apabila pencarian pemenuhan di jaringan atau masyarakat yang sangat tertutup tidak dapat menghadapi arus informasi, maka pencarian ini akan menarik diri dari kehidupan sosial dan men-transformasi kebutuhan spiritual ke dalam mistikisme yang tidak toleran. Klaim identitas sebuah gerakan mendorong lebih jauh sebuah organisasi menjadi sektarian yang berkonflik pada sebuah ideologi yang tidak toleran, sehingga gerakan ini cenderung berfragmentasi menjadi sekte self-assertive dan tertutup. Apabila masalah-masalah atau perbedaan tertentu menjadi bersifat politik dan kontradiktif, dan apabila proses pengambilan politik dibatasi dan tidak mampu memecahkan perbedaan, maka gerakan berubah menjadi pengelompokan-pengelompokan sektarian.
Akan tetapi, Pencerahan Gülen dengan partisipasinya di bidang pendidikan, masalah-masalah antaragama dan antarbudaya serta proyek-proyek dan institusi-institusi altruistik transnasional, terbukti mampu memproses informasi dan realitas yang sedang muncul. Orang yang diwawancarai Aymaz menjelaskan bagaimana hal ini berfungsi:
Pencerahan Gülen mengakui alasan, latar belakang, rujukan dan masalah bersama yang memengaruhi kemanusiaan pada umum-nya lebih jauh dari perbedaan yang memisahkan kita. Gülen mengajarkan seorang dapat berguna bagi orang lain, berguna bagi dirinya sendiri dan agar dapat hidup bersama secara damai. Seorang dapat membangun kapasitas dirinya di antara orang lain dan bersama-sama dengan orang lain. Perbedaan dan parti-kularisme tidak menghilangkan saling ketergantungan dan kesatuan dengan orang lain. Anggota masyarakat dapat bersatu dan bekerja sama di bawah nilai-nilai universal. Cara mewujudkannya adalah melalui pendidikan, pernyataan yang menyejuk-kan, interaksi dan negosiasi yang damai.
Aymaz menegaskan bahwa Pencerahan Gülen tidak terlibat dengan politik identitas. Hal ini tidak berbeda dengan orang lain secara etno-religi, budaya atau geografis. Para partisipan Pencerahan Gülen menerima dan terikat dengan norma-norma bangsa Turki dan internasional serta ketentuan perundang-undangan. Pencerahan Gülen memiliki perhatian yang sama terhadap permasalahan masyarakat dunia serta berusaha mencari resolusi atas masalah-masalah tersebut. Pandangan, maksud dan upaya Pencerahan Gülen diterima dan diakui oleh sebagian besar masyarakat di Turki dan mereka yang mengetahui berbagai kegiatannya di luar Turki.
Dengan demikian, Pencerahan Gülen dapat menjadi agen rekonsiliasi bagi beragam masyarakat di seluruh dunia. Berbagai kegiatan ini diwujudkan melalui cara dan tujuan yang sah, resmi dan terlembaga. Pencerahan Gülen didefinisikan dalam kaitan dengan hubungan sosial dan multikultural. Ia bermaksud untuk mencari konsensus di antara berbagai masyarakat di dunia dengan melegitimasi proyek-proyek transnasionalnya. Sehingga, Pencerahan Gülen tidak berubah atau membiarkan yang lain menjadi gerakan fundamentalisme dan sektarianisme.
Orang yang diwawancarai Ergene juga berpendapat bahwa Pencerahan Gülen tidak mengecilkan kenyataan sebagai sebuah paket kecil kebenaran sejati. Jaringan-layanan ini sangat mengakui kapasitasnya sehingga Pencerahan Gülen berupaya memecahkan segala sesuatu dari lingkungan yang lebih besar. Keterbukaan dan transparansi proyek-proyek Pencerahan Gülen menjadikannya berhasil guna dan memperkuat kepercayaan atas institusi ini. Spirit inovasi budaya dan pencarian spiritual yang tulus bersama anggota komunitas agama lainnya di dalam kepercayaan seseorang memperkuat perasaan kesadaran dan menularkannya kepada yang lainnya.
Orang yang diwawancarai Çapan menyatakan bahwa karena Pencerahan Gülen memberi respons terhadap inovasi budaya dan sosial, maka pencarian kolektif untuk masa sekarang dan kehidupan akhirat dalam Pencerahan Gülen tidak terwujud dalam militansi atau sektarianisme. Kemudian, dalam empat puluh tahun lebih tidak ada kasus atau tuduhan krisis, keserakahan, teologi berbeda, penggunaan obat-obatan atau bunuh diri di dalam kegiatan Pencerahan Gülen. Alasannya, kata Çapan, anggota Pencerahan Gülen tidak mengalami frustrasi, terisolasi, kekecewaan ataupun eksploitasi di dalam gerakan ini. Sebaliknya, mereka merasa menemukan harapan, identitas kemanusiaan dan hakikat manusia sesungguhnya, komunikasi, dan kesadaraan yang dalam serta perdamaian.
Pada akhirnya, berkenaan dengan pertanyaan tentang pemimpin karismatik Pencerahan Gülen, Ergene menegaskan walaupun hampir setiap orang yang mengenal dan berhubungan erat dengan Gülen mengakui dan menghormati pengetahuan, asketisisme, kesederhanaan, keahlian dan kepakarannya dalam masalah-masalah agama, spiritual dan intelektual, tetapi hal ini tidak menyebabkan terjadinya kultus individu kepada Gülen.
Deskripsi umum atas Gülen sebagai pemimpin Pencerahan Gülen—sebuah gelar yang dia sendiri tidak menerima atau menye-tujui—tidak menyebabkan munculnya personalitas otoritarian. Pencerahan Gülen masih berkomitmen dengan pengembangan penalaran kolektif, konsultasi dan konsensus yang mencegah munculnya atau terjebak menjadi kelompok elite pemberi fatwa (group-think).
[1] Smith, 2001:3. Pandangan serupa dinyatakan di Ülsever (2001b), ’Will Turkey Demolish Her Fundamental Taboo? The Role of the Army’, Turkish Daily News (14 Agustus); Ülsever (2003), ’Status-quo Blocking Turkish Modernism,’ Turkish Daily News (4 Februari) berpendapat: ”Demikianlah, yang disebut ’warisan pemimpin revolusioner kemerdekaan’, yaitu militer yang berkuasa dan birokrasi sipil telah menjadi penjaga status quo khususnya setelah tahun 1980-an! [...] Warisan yang diproklamasikan dari elite revolusioner sekarang adalah kelompok yang paling reaksioner di negeri ini dan mereka memblok jalan Turki sebelum modernitas yaitu ’Westernisasi’ dalam definisi mereka.
[2] Murphy (2005): ’Islamis radikal mencacinya, dengan mengatakan terlalu terbuka terhadap gagasan Barat dan agama-agama lain, pada sisi lain banyak pejabat militer dan intelektual dengan orientasi sekuler kuatir bahwa Gullen dan pendukungnya diam-diam hendak membangun sebuah negara Islam di Turki.’ Pencerahan Gülen tidak pernah berupaya membentuk sebuah unit yang berbeda dan khas di dalam Islam. Hal ini bukan sebuah unit yang berbeda dan khas di dalam komunitas muslim yang lebih luas berdasarkan pada perbaikan atau perbedaan keyakinan atau praktik tertentu. Pencerahan Gülen bukanlah sebuah faksi kecil atau kelompok yang berselisih pendapat yang bersatu di sekitar kepentingan bersama, kepercayaan khusus atau mimpi yang tidak dapat diwujudkan atau utopia. Pencerahan Gülen sudah meru-pakan sebuah jaringan manusia yang sudah mapan, terdifusi dan diakui di tingkat transnasional. Pencerahan Gülen tidak memiliki kepemimpinan formal, tidak ada sheikh dan tidak ada hierarki. Pencerahan Gülen tidak memiliki prosedur, perayaan atau inisiasi untuk dapat berafiliasi atau menjadi seorang anggota.
[3] Di Turki istilah ’sekte’ dan ’kultus’ digunakan secara serampangan oleh kelom-pok laicist untuk meremehkah kelompok atau komunitas keagamaan. Studi akademik tentang agama cenderung menjauh dari bahasa sosiologis yang lebih klasik ’sekte’ ke ’Gerakan Agama Baru’. Lihat khususnya, Barker (1982) dan (1990). Penggunaan populis atas istilah ini tidak sama karena penggunaannya dalam pemikiran sosiologi klasik, yang dalam hal ini Weber dan Troeltsch menerapkan konsep ini untuk berbagai bentuk komunitas Kristen. Dengan mengesampingkan pertanyaan aplikasi dari tipologi ini bahkan untuk organisasi Kristen, penggunaan konsep abstrak ini untuk mendeskripsikan sebuah gerakan di bawah inspirasi keagamaan yang bukan agama Kristen tentunya sebagai sebuah percobaan. Saya setuju dengan Glock (1959:159–60), Hannigan (1991:314) dan Beckford (1989:163–4) bahwa tipologi Troeltsch tentang kekuatan sekte gereja setiap keragaman bentuk organisasi ke dalam skema tipologi, hal ini merupakan suatu pandangan agama yang sempit berakar dalam konseptualisasi yang ketinggalan zaman dan terbatas yang ’cenderung meng-halangi gagasan inovasi lebih lanjut tentang hakikat organisasi agama (atau gerakan di bawah inspirasi kepercayaan).’
[4] Dalam hal ini, kemungkinan sebuah mobilisasi yang berkonflik masih sangat jauh.
- Dibuat oleh